Berita Kriminal
'PLAK!' Diduga Ditampar Guru, Siswi SMP di Nunukan Mogok Sekolah, Keluarga Tuntut Pelaku Dimutasi
Seorang siswi SMP di Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara diduga ditampar oleh gurunya. Korban mogok sekolah, orangtua minta oknum guru dimutasi.
Editor: Putri Asti
TRIBUNSTYLE.COM - Seorang siswi SMP Negeri di Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara diduga ditampar oleh gurunya sendiri.
Imbas penganiayaan tersebut, sang siswa mengalami luka lebam pada wajahnya.
Siswi itu bahkan mogok sekolah hingga membuat orangtuanya murka.
Orangtua siswa itu kini menuntut agar oknum guru pemukul anaknya dimutasi.
Seperti apa kisah lengkapnya?

Seorang pelajar putri di salah satu SMP Negeri di Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara mogok sekolah setelah mengaku telah ditampar oleh salah satu gurunya.
Penamparan ini membuat orangtua siswi tersebut keberatan sehingga meminta agar guru dimaksud dipindahtugaskan atau dimutasi ke sekolah lain.
Baca juga: ASTAGHFIRULLAH Dipicu soal Rental Mobil, Guru di Karawang Buta Usai Disiram Air Keras, RS Tolak BPJS
‘’Kejadiannya 21 Juni 2023, di sekolah anak saya. Waktu pulang, anak saya memang tidak mau cerita, tapi melihat pipinya merah dan naluri seorang ibu, saya minta dia cerita, dan akhirnya dia menjawab habis ditampar guru IPS,’’ujar Maslina, yang merupakan ibu dari pelajar dimaksud, dihubungi Sabtu (8/7/2023).
Maslina mengaku meminta anaknya menceritakan kejadian tersebut secara detail, hanya saja si anak menolak menjawab dan memilih menghindar.
Maslina juga mengatakan, anaknya tidak pernah neko-neko atau berbuat yang tidak-tidak sampai bereaksi berlebihan seperti saat ia memintanya untuk menceritakan sebab musabab dugaan penamparan tersebut terjadi.
‘’Anak saya tidak mau cerita, tapi dia bilang ditampar gurunya. Sampai lebam juga kondisi wajahnya waktu itu. Itulah yang membuat saya tidak terima,’’tegasnya.
Maslina kemudian meminta pihak sekolah menjelaskan duduk perkaranya dan menyatakan keberatannya atas apa yang menimpa anaknya.

Akhirnya. pada 23 Juni 2023, pihak sekolah datang ke rumahnya di Desa Bukit Harapan RT 03, Kecamatan Sebatik Tengah, untuk mediasi.
Saat itu, kepala sekolah tempat anaknya belajar, membawa serta Kepala UPTD Sebatik Tengah, Pengawas tingkat SMP, dan Sekretaris PGRI Sebatik Tengah, tanpa menghadirkan guru yang memukul anaknya.
‘’Saya tidak mau damai sebelum guru yang pukul anak saya dipindah. Anak saya tidak mau masuk sekolah selama ada guru yang pukul dia,’’kata Maslina.
Maslina juga mengatakan, kasus ini baru mencuat ke permukaan saat ini, karena sebelumnya ia berharap tuntutan mutasi bagi oknum guru pemukul anaknya dikabulkan.
Akan tetapi, sudah cukup lama ia bersabar, ia menilai belum ada tindakan bagi guru dimaksud.
Baca juga: MIRIS Siswa Kelas 2 SD di Cikampek Dibully Teman, Guru & Kepsek Karena Beda Agama, Korban Dipukuli
‘’Kalau guru itu tidak dipindah, tidak mau betul anak saya sekolah,’’tegasnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Sebatik Tengah, Usman, membenarkan proses mediasi antara pihak sekolah dan keluarga pelajar yang diduga menjadi korban pemukulan oknum guru IPS bernama Y, mengalami kebuntuan.
Pihak keluarga tidak mau penyelesaian secara kekeluargaan, kecuali oknum guru dimaksud, dipindah ke sekolah lain.
‘’Kita sudah mediasi, tapi pihak keluarga tidak menerima itu,’’jawabnya, melalui sambungan telepon.
Usman menegaskan, kasus ini sedang tahap investigasi dan klarifikasi.
Langkah tersebut dimaksudkan agar perkaranya terang benderang dan tindak lanjut yang diambil menjadi solusi terbaik.
Pihak UPTD harus memperjelas permasalahan dari kedua belah pihak. Apa yang melatarbelakangi tindak pemukulan dan dampak psikologi terhadap anak dan sejauh mana, termasuk apa jenis sanksi yang diberikan terhadap Y dan bagaimana menindaklanjuti persoalan anak yang dikatakan mogok sekolah pascaperistiwa tersebut.

‘’Permintaan mutasi sebenarnya sudah diakomodir. Cuma butuh proses. Pemberian teguran ada aturan yang harus dijalankan, jangan langsung tanpa tahu sejauh mana kesalahan.
Sehingga, ketika nanti jalan ceritanya tidak sesuai yang diceritakan orang, setelah itu diberikan hukuman tidak setimpal kan malah tidak etis,’’jelasnya.
Bagaimanapun, kasus ini harus ditinjau dan dirapatkan dengan banyak pihak, karena tuntutan mutasi pihak keluarga korban akan berdampak pada kinerja Dinas Pendidikan dan juga kekurangan guru pada sekolah dimaksud.
‘’Masih investigasi, masih proses, belum ada keputusan yang mengarah jenis hukuman. Begitu juga terkait masalah si anak tidak mau sekolah, kita perlu tahu motivasinya apa. Apakah takut dipukul atau karena hal lain. Kita masih akan perjelas semua,’’kata Usman.
Kasus Lainnya - Siswa Kelas 2 SD di Cikampek Dibully Teman, Guru & Kepsek Karena Beda Agama
ASTAGFIRULLAH anak kelas 2 SD di Cikampek dibully teman, guru hingga kepala sekolah karena beda agama, korban dipukuli sampai berdarah.
Aksi bully kembali menimpa seorang siswi kelas 2 di SDN Jomin Barat II, Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Ia menjadi korban bullying atau perundungan yang dilakukan oleh murid, guru dan kepala sekolah.
Perundungan itu gara-gara berbeda keyakinan.
Bahkan siswi berinisial B itu juga dipaksa memakai jilbab oleh pihak sekolah.
Bukan itu saja, meski sudah mengenakan jilbab, B tetap dibully bahkan dipukul hingga hidungnya berdarah oleh teman-temannya.
Kasus perundungan karena perbedaan agama dan kepercayaan, yang terjadi pada siswi kelas 2 SDN di Jomin Barat ini diungkapkan oleh akademisi dan pegiat media sosial Ade Armando di akun Twitternya @adearmando61.

Baca juga: DETIK-DETIK Bullying Remaja di Cianjur, Disuruh Jalan Jongkok & Cium Kaki, Kepala Ditendang
"Saya ingin berbagi cerita yang saya rasa akan membuat kita semua sedih. Ini berlangsung di sebuah sekolah dasar negeri. SDN II Jomin di Cikampek, Jawa Barat. Di sekolah itu ada seorang anak yang dibully. Anak itu bernama B," kata Ade.
Menurutnya, B adalah seorang anak yang datang dari keluarga penganut penghayat kepercayaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa.
"B ini masih kelas 2 SD dan karena keyakinannya itu, karena kepercayaannya itu, dia dibully di sekolahnya. Yang mem-bully dia itu mulai dari murid, dan juga guru bahkan kepala sekolah," tambah Ade.
"Dia itu dipaksa oleh kepala sekolahnya untuk mengenakan jilbab dan dia sudah mengenakan jilbab. Tapi tetap juga dibully karena kepercayaannya. Dia dicap kafir, diledek, dicaci maki, bahkan dipukul," ujar Ade,
Suatu kali, kata Ade, B dipukul oleh rekan-rekannya sehingga pulang ke rumah dengan keadaan hidung berdarah.
"Orang tuanya tentu saja tidak terima. Orangtuanya datang ke sekolah memprotes. Dan guru dan kepala sekolah, sekedar bilang bahwa ah itu biasa kelakuan anak-anak," kata Ade.
Orang tua B, tambah Ade akhirnya mengadu ke dinas pendidikan setempat.
"Didatangilah sekolah itu oleh anggota dari dinas pendidikan. Dan ternyata tidak ada perubahan. Anak itu masih terus dibully, sampai akhirnya orang tuanya terpaksa mengeluarkan anak itu dan pindah ke sekolah lain," kata Ade,
Menurut Ade, dirinya tidak bisa membayangkan betapa jahatnya yang dilakukan para guru dan kepala sekolah serta betapa tertekannya B, siswa perempuan yang masih kelas II SD.
"Saya tidak bisa membayangkan betapa jahatnya apa yang dilakukan oleh para guru dan kepala sekolah dan teman-temannya terhadap B," kata Ade.
"B pasti hidup dalam keadaan yang sangat stres, sangat tertekan dan itu terjadi hanya karena orang-orang di sekitarnya tidak bisa menerima, tidak toleran terhadap apa yang diyakini oleh keluarga B," ujarnya.
Ade berharap kasus serupa seperti ini tidak lagi terjadi terhadap siapapun.
"Pemerintah harus secara tegas menindak guru dan kepala sekolah," katanya.

Keluarga Siswi B Pulang ke Kampung Halaman
Kasus yang menimpa siswi B di SDN Jomin Barat II ini juga diungkapkan Roger Paulus Silalahi dalam tulisan opininya di situs sintesanews.com.
Roger menyebut dirinya sebagai Penggemar Pancasila.
"Saya ingin bercerita mengenai seorang anak kelas 2 SD di SD Negeri Jomin Barat II – Cikampek yang dikorbankan Guru serta Kepala Sekolahnya. Pengorbanan dalam arti yang sebenar-benarnya, yang dialami seorang anak kelas 2 SD bernama B. Korban dari perundungan yang dianggap biasa oleh Kepala Sekolah SDN Jomin Barat II, Cikampek yang bernama Ibu Julaeha, Guru-Guru, dan teman-teman sepermainannya," tulis Roger.
Roger menjelaskan ibu siswi B yakni D, adalah satu dari sekian banyak Perempuan Indonesia yang sangat mencintai budaya Indonesia.
"D memilih berkebaya dalam kesehariannya sebagai wujud cintanya pada Indonesia, sekaligus mengajarkan B untuk mencintai budaya Indonesia. Masuk usia sekolah, B diterima di SDN Jomin Barat II di Cikampek. B senang bisa bersekolah dan punya banyak teman, tapi ada masalah di sekolahnya," tulis Roger.
Menurut Roger, Sekolah Dasar Negeri Jomin Barat II ini ternyata dipimpin oleh Kepala Sekolah dan diisi oleh guru-guru yang radikal.
"B diwajibkan untuk berkerudung alias berjilbab, padahal jelas tercantum di kolom agama pada KTP Ibu siswi B 'Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa'," katana.
Roger menjelaskan akhirnya B mengikuti aturan, mengenakan jilbab walau terpaksa.
"Tapi masih dirundung, seperti ‘biasa’, dikafirkan, diejek, dibully. Puncaknya terjadi pada tanggal 2 Juni 2023, B hidungnya dipukul oleh temannya hingga berdarah dengan alasan karena B bukan Islam," ujarnya.
Ibu siswi B, lalu mempertanyakan hal ini pada Kepala Sekolah dan Guru Bellva di sekolah.
Namun ditanggapi dengan bahasa; “Itu kenakalan anak-anak, hal biasa, biarkan saja…”.
"Ketika Ibu siswi B tidak bisa menerima hal tersebut, Ibu Kepala Sekolah dan Guru-Guru terkait menantang; 'Laporkan saja ke Dinas'," papar Roger.
Menjawab tantangan tersebut, ibu siswi B melaporkan hal ini ke Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan yang kemudian mengirimkan seorang Inspektur ke sekolah itu.
"Bahkan Persatuan Guru Republik Indonesia yang mendengar adanya laporan terkait hal ini pun sedang meneliti kasus ini," katanya.
Tapi keadaan selepas kedatangan petugas inspektorat, menurut Roger, keadaan bukannya membaik.
Situasi dan kondisi di SDN Jomin Barat II, Cikampek bagi B menjadi semakin tidak dapat diterima.
Kepala Sekolah dan Guru-Guru yang melanggar, bukannya menerima sanksi lalu memperbaiki diri, mereka semakin menjadi.
"Bahkan menganjurkan agar B pindah sekolah. Dengan kata lain mereka 'mengusir' atau 'memaksa' siswi B keluar dari sana," katanya.
Mengetahui dan mengenal situasi kondisi di Karawang secara umum, orang tua B, akhirnya memutuskan untuk pindah ke kampung halaman yang jaraknya 6 jam dari Cikampek.
"Lokasi pindah sengaja dirahasiakan untuk mencegah keberlanjutan kasus melalui “hubungan hantu ke hantu”. Kepindahan ini demi kesehatan psikis dan perkembangan siswi B, terpaksa diambil sebagai jalan terbaik, walau kesiapan dalam banyak hal sebenarnya tidak ada," kata Roger.
Bahkan menurut Roger, ayah siswi B harus berhenti bekerja dan mencari pekerjaan baru di kampung.
"B harus dicarikan sekolah yang baru, keluarga harus mencari tempat tinggal yang baru, sementara keuangan tidak memungkinkan, tapi harus, tapi tidak ada dana, tapi harus…!," ujarnya.
Lebih dari itu, kata Roger, untuk mencegah keberulangan kasus serupa terjadi pada anak-anak lain, ia meminta Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi sepantasnya tidak diam,
"Bapak Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat pun tidak boleh tinggal diam, bahkan Menteri Agama Gus Yaqut CQ dan Presiden Joko Widodo pun seharusnya dapat menindak secara langsung Ibu Julaeha selaku Kepala Sekolah SDN Jomin Barat II dan Guru-Guru yang terlibat," kata Roger.
"Pecat, bukan dipindahkan, berhentikan, jadikan contoh bagi semua Kepala Sekolah dan Guru di seluruh Indonesia. Negara tidak boleh memberikan gaji dan fasilitas apapun, apalagi dana pensiun kepada pelaku tindak intoleran, pelanggar kesetaraan hak, dan pengkhianat Konstitusi," tegasnya.
Menurut Roger sudah sepantasnya mencabut semua hak guru dan kepsek yang terlibat sebagai ASN.
"Cabut segala hak nya untuk mengajar di manapun di wilayah Indonesia, siarkan secara nasional, bungkam radikalisme. Pilihan bagi semua ASN beraliran radikal dan anti Pancasila, anti Konstitusi seharusnya adalah mematikan pemahaman radikal dan intoleran yang mereka anut, atau mati kelaparan di bumi Pancasila," kata Roger.
(Kompas.com/ Ahmad Dzulviqor , WartaKotalive.com/Budi Sam Law Malau).
Artikel ini diolah dari Kompas.com dan WartaKotalive.com
Sumber: Kompas.com
Gak Kapok 4 Kali Dipenjara, Residivis Ini Ditangkap Lagi Kasus yang Sama, Bobol Rumah di Parepare |
![]() |
---|
Detik-detik Mahasiswa Jogja Ditikam Temannya saat Menginap di Magelang, Pelaku Mengaku Cemburu Buta |
![]() |
---|
Sosok Syarif Maulana Dosen Unpar Bandung Pelaku Kekerasan Seksual pada Mahasiswa, Kini Dinonaktifkan |
![]() |
---|
Aksi Perawat di Aceh Rudapaksa Siswi 15 Tahun, Kenal dari Aplikasi Kencan, Diimingi Dibelikan iPhone |
![]() |
---|
Pembunuhan Mahasiswi di Malang Jatim Baru Terungkap Setelah 1,5 Tahun, Pelaku Cucu Pemilik Kos |
![]() |
---|