Berita Kriminal
ASTAGHFIRULLAH Pilu Istri Dijual Online oleh Suami, Sehari Layani 4 Pria saat Hamil, Menolak Dihajar
Pilu puluhan wanita di Semarang dijual suami dan pacar via chat online, ada yang sehari dipaksa layani 4 pria saat hamil.
Editor: Dhimas Yanuar
TRIBUNSTYLE.COM - Pilu dirasakan oleh puluhan perempuan di Kota Semarang, Jawa Tengah yang dipaksa jadi PSK atau pekerja seks perempuan (PSP).
Mereka diketahui dijual langsung oleh para pasangnya, pacar maupun suami untuk memuaskan nafsu lelaki bejat.
Dilaporkan mereka dijual melalui platform chatt online.
Bahkan salah satunya dipekerjakan sebagai PSK dalam kondisi sedang hamil hingga melayani 4 pria hidung belang.
Simak kisahnya!

"Iya, ada kasus itu, total 30 orang yang kami data di enam bulan ini. Satu di antaranya ibu hamil 29 Minggu (7 bulan) jadi PSP di kawasan karaoke Kota Semarang," ucap Paralegal Officer Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), Nurul Safaatun, Sabtu (24/6/2023).
Korban dipaksa melayani pelanggan oleh pasangannya, bila menolak melayani maka akan dihajar.
Bahkan, kejadian terakhir perut korban yang sedang mengandung ditendang.
"Korban takut melapor hanya terdokumentasikan saja," paparnya.
Baca juga: ASTAGHFIRULLAH Bocah 15 Tahun Dijual Teman di MiChat, Tarif Kencan Rp 300 Ribu, Sehari 1-2 Pelanggan
Tak hanya itu, adapula PSP yang dipaksa melayani empat pria di hari yang sama meski kondisi tubuhnya telah lelah.
Korban telah menolak tetapi pasangannya tetap memaksa lantaran sudah ada empat orang yang telah memesan di aplikasi pesan chatting.
"Korban sudah konfirmasi capek tetapi si pacar menargetkan harus mendapatkan uang sekian sehingga harus dilayani," terangnya.

Menurut Nurul, PSP menjadi kelompok rentan kekerasan tetapi para korban tak berani melaporkan situasi kerentanan yang dihadapinya.
Mereka tidak memiliki keberanian sehingga suaranya tidak didengarkan.
"Kami edukasi dan motivasi tapi tetap tidak berani melapor dengan beberapa pertimbangan," jelasnya.
Ada beberapa pertimbangan yang menjadi alasan para korban tak melapor.
Di antaranya ketika melapor lalu melakukan visum baik polisi maupun dokter biasanya akan menormalisasi karena dianggap bagian dari risiko pekerjaan.
"Padahal mereka tidak memiliki cita-cita menjadi PSP," katanya.
Alasan berikutnya, mereka belum sepenuhnya menjadi perempuan independen sehingga masih tergantung dengan pasangannya.
"Ada yang tak mau melapor karena alasan keselamatan anak," ucapnya.
Kendati begitu, pihaknya melakukan pemantauan secara penuh para korban.
Sembari terus mendorong para korban untuk melapor.
"Kami pantau terus kalau bisa mereka segera melapor," terangnya.
Data di SPEK-HAM, tercatat 30 perempuan lebih diperdagangkan selama enam bulan terakhir.
Sedangkan jumlah PSP di kota Semarang mencapai 1.000 orang.
Jumlah paling banyak di kecamatan Semarang Barat.
Sementara itu, Advokasi Officer SPEK-HAM, Boni Nainggolan mengatakan, berdasarkan data SPEK-HAM Maret sampai Juni 2023 terapat lima (5) kasus kekerasan yang dialami oleh populasi kunci saat melakukan pekerjaannya di tempat hiburan.
Di antaranya PSP dipaksa harus melayani empat orang pelanggan dengan cara dipaksa akan tetapi korban diancam agar tidak melapor.
Juni 2023 ini ada kasus kekerasan terhadap perempuan dengan HIV yang mengalami KDRT oleh pasangannya karena pasangannya cemburu.
Ibu rumah tangga yang dipaksa oleh pasangannya untuk jadi perempuan yang dilacurkan dan memiliki Infeksi Menular Sex (IMS).
"Kami harap tidak ada diskriminasi saat populasi kunci melaporkan kejadian kekerasan yang mereka alami serta bisa memberikan rasa aman bagi pelapor," katanya.
Keberadaan populasi kunci di Semarang seperti orangODHI dengan HIV (ODHIV) Pekerja Sex Perempuan (PSP) dan komunitas rentan lainnya wajib menjadi perhatian dari pemerintah khususnya di pemerintah kota Semarang.
Populasi kunci yang rentan dengan kekerasan serta diskriminasi baik dari masyarakat atau petugas masih ditemukan sampai saat ini.
Kasus-kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) pada perempuan di populasi kunci saat ini masih menjadi permasalahan yang belum bisa selesai baik secara hukum (litigasi) atau non litigasi.
Data kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan setiap tahun meningkat dari Januari – Maret 2023 saja sudah ada 41 kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan baik ibu rumah tangga,pekerja atau lainnya.
"Dari catatan DP3A Provinsi Jawa Tengah tercatat kekerasan berbasis gender lebih banyak di Kota Semarang dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Tengah," ucapnya.
Di sisi lain, pihaknya meminta petugas kemanan yang melaksanakan penertiban di kota Semarang dalam menghadapi pekerja perempuan bisa lebih humanis dan tidak melakukan kekerasana atau pelecehan kepada populasi kunci.
Adanya Rumah Aman bagi KBG yang memiliki HIV atau pecandu NAPZA yang jadi korban kekerasan.
Pendampingan oleh instansi pemerintah saat populasi kunci mengalami tekanan karena diancam serta mengalami aniaya.
"Konseling bagi korban kekerasan yang dilakukan oleh instansi terkait agar korban mau menceritakan permasalahan yang dialaminya," ungkapnya.
(*)
(iwn)
Artikel diolah dari TribunJateng.com
Sumber: Tribun Jateng
Gak Kapok 4 Kali Dipenjara, Residivis Ini Ditangkap Lagi Kasus yang Sama, Bobol Rumah di Parepare |
![]() |
---|
Detik-detik Mahasiswa Jogja Ditikam Temannya saat Menginap di Magelang, Pelaku Mengaku Cemburu Buta |
![]() |
---|
Sosok Syarif Maulana Dosen Unpar Bandung Pelaku Kekerasan Seksual pada Mahasiswa, Kini Dinonaktifkan |
![]() |
---|
Aksi Perawat di Aceh Rudapaksa Siswi 15 Tahun, Kenal dari Aplikasi Kencan, Diimingi Dibelikan iPhone |
![]() |
---|
Pembunuhan Mahasiswi di Malang Jatim Baru Terungkap Setelah 1,5 Tahun, Pelaku Cucu Pemilik Kos |
![]() |
---|