Tokoh Viral Hari Ini
Mengenang Umbu Landu Paranggi Lewat Barisan Sajaknya, Ini 5 Puisi Karya Sang Presiden Malioboro
Mengenang Umbu Landu Paranggi lewat sajak-sajaknya, ini 5 puisi karya penyair berjuluk Presiden Malioboro.
Penulis: Gigih Panggayuh Utomo
Editor: Ika Putri Bramasti
Sumber: Tonggak 3: Antologi Puisi Indonesia Modern (ed) Linus Suryadi AG, Gramedia, Jakarta, 1987.
Puisi ini diambil dari Manifes, Antologi Puisi 9 Penyair Yogya, Yogyakarta, 1968.
Melodia
cintalah yang membuat diri betah untuk sesekali bertahan
karena sajak pun sanggup merangkum duka gelisah kehidupan
baiknya mengenal suara sendiri dalam mengarungi suara-suara luar sana
sewaktu-waktu mesti berjaga dan pergi, membawa langkah ke mana saja
karena kesetiaanlah maka jinak mata dan hati pengembara
dalam kamar berkisah, taruhan jerih memberi arti kehadirannya
membukakan diri, bergumul dan merayu hari-hari tergesa berlalu
meniup seluruh usia, mengitari jarak dalam gempuran waktu
takkan jemu-jemu napas bergelut di sini, dengan sunyi dan rindu menyanyi
dalam kerja berlumur suka duka, hikmah pengertian melipur damai
begitu berarti kertas-kertas di bawah bantal, penanggalan penuh coretan
selalu sepenanggungan, mengadu padaku dalam deras bujukan
rasa-rasanya padalah dengan dunia sendiri manis, bahagia sederhana
di ruang kecil papa, tapi bergelora hidup kehidupan dan berjiwa
kadang seperti terpencil, tapi gairah bersahaja harapan impian
yang teguh mengolah nasib dengan urat biru di dahi dan kedua tangan
Sumber: “Persada Studi Klub dan Sajak-sajak Presiden Malioboro” dalam Suara Pancaran Sastra : Himpunan Esai dan Kritik, Korrie Layun Rampan, Yayasan Arus Jakarta, 1984.
Aide Memoire
bukalah jendela, di luar angin
menyiapkan pelaminan kemarau
sebelum burung-burung dan daunan
luput dari nyalang pandang dukaku
catatan-catatan mengubur segala kecewa
upacara kecil hari-hari kelampauanku
bukalah kerudung jiwa di sini
gemakan kenangan pengembaraan sunyi
jauh atau dekat, dari ruang ini
sebelum sayap-sayap derita dan kerja
pergi berlaga mendarahi bumi
dan dengan gemas menyerbu kaki langit itu
di mana mengkristal rindu dendamku abadi
Sumber: Tonggak 3: Antologi Puisi Indonesia Modern (ed) Linus Suryadi AG, Gramedia, Jakarta, 1987.
Puisi ini diambil dari Pelopor Yogya, 12 April 1970.
Sajak Dalam Angin
Sebelum sayap senja
(daun-daun musim)
Sebelum hening telaga
(burung-burung malam)
Sebelum gunung ungu
(bisik suara alam)
Sebelum puncak sayu
(napas rindu dendam)
Sebelum langkah pengembara
(hati buruan cakrawala)
Sebelum selaksa kata
(sesaji upacara duka)
Sebelum cinta itu bernama
(sukma menguji cahaya)
Sebelum keningmu mama
(kembang-kembang telah bunga)
Sebelum bayang atau pintumu
(bahasa berdarah kenangan maya)
Kabut itu dikirimkan hutan
Gerimis itu ke padang perburuan
Gema yang itu dari gua purbani
Merendah: dingin, kelu dan sendiri
Namaku memanggil-manggil manamu
Lapar dahaga menghimbau
Dukamu kan jadi baka sempurna
Dan dukaku senantiasa fana
Sumber: Tonggak 3: Antologi Puisi Indonesia Modern (ed) Linus Suryadi AG, Gramedia, Jakarta, 1987 (halaman 240-241).
Puisi ini diambil dari Pelopor Yogya, Minggu, 26 April 1970.
Kuda Merah
kuda merah musim buru,
berapa kemarau panjang maumu
jantung yang akan terbakar hangus,
satu cambuk api lagi
peluki padang anak angin
dan batu gunungku purba
melulur bayang-bayang di pasir waktu :
rahasia cinta
(TribunStyle.com/Gigih Panggayuh)