Salah Ketik pada UU Cipta Kerja, Yusril Ragu Kesalahan Itu Bisa Diuji ke Mahkamah Konstitusi
Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum tata negara, ragu kesalahan ketik pada UU Cipta kerja bisa diuji ke Mahkamah Konstitusi
Penulis: Nafis Abdulhakim
Editor: Ika Putri Bramasti
TRIBUNSTYLE.COM - Membahas salah ketik pada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra ragu kesalahan itu bisa diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, kewenangan MK adalah menguji undang-undang secara formil dan materiil.
Sementara, kesalahan ketik belum tentu menyalahi prosedur pembentukan undang-undang atau substansi dari UU itu sendiri, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Hal tersebut diungkapkan Yusril dalam acara "Rosi" pada tayangan KompasTV, Kamis (5/11/2020).
Baca juga: Ada Salah Ketik pada UU Cipta Kerja, Menteri Sekretaris Negara: Bersifat Teknis Administratif
Baca juga: Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Massa Pelajar Berkumpul dan Berhentikan Mobil, Nebeng ke Lokasi Demo
"MK itu kan hanya berwenang untuk menguji undang-undang secara formil dan materiil," kata Yusril
"Untuk menguji secara materil ke Mahkamah Konstitusi, apanya yang mau diuji? Mau menguji salah ketik?," lanjutnya.
Yusrli mengungkapkan, bila proses pembentukan undang-undang didapati kesalahan prosedur, UU tersebut berpotensi dibatalkan.
Ia memberi contoh, MK pernah membatalkan perubahan ketentuan yang ada dalam undang-undang tentang Pemerintah Aceh.
Perubahan tersebut dibatalkan karena prosedur pembentukannya tidak mengikutsertakan pihak-pihak yang semestinya dilibatkan.
Alhasil, perubahan ketentuan pada undang-undang yang diajukan tersebut dinilai menyalahi prosedur.
Baca juga: Ketentuan soal Penghapusan Kawasan Hutan dan DAS dalam UU Cipta Kerja, Ini Tanggapan Pihak WALHI
Baca juga: Sempat jadi Polemik, Kini UU Cipta Kerja Resmi Berlaku, Sudah Diteken Jokowi, Ini Link tuk Mengunduh
"Persoalannya, salah ketik itu prosedural atau tidak? Itu dia masalahnya," ujar Yusril.
Yusril memahami bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan mengatur adanya asas kecermatan dalam pembentukan undang-undang.
Namun, asas tersebut menyangkut rumusan suatu norma, bukan persoalan pengetikan.
Dengan demikian, Yusril menilai, salah ketik dalam UU Cipta Kerja ini tidak substensial.
"Terlalu jauh kita menafsirkan itu asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan lalu masalah salah ketik yang dipersoalkan," ucapnya.
"Saya kira itu jauh daripada substansi," tambahnya.
Meski begitu, Yusril mengatakan, jika pasal yang diuji ke MK bersifat substensial dan tidak hanya tentang salah ketik saja.
Maka, permohonan mungkin bisa dikabulkan.
Untuk itu, pemerintah dan DPR diminta tetap berhati-hati.
Ada Salah Ketik pada UU Cipta Kerja, Menteri Sekretaris Negara: 'Bersifat Teknis Administratif'
Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebut adanya salah ketik dalam UU Cipta Kerja.
Namun, kekeliruan tersebut hanya sebatas permasalahan administrasi saja.
Kekeliruan tersebut, lanjut Pratikno, ada pada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.
Ia memastikan, kesalahan pengetikan tersebut tidak memengaruhi implementasi UU Cipta Kerja.
"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa (3/11/2020).
"Namun, kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," lanjutnya.
Setelah menerima berkas RUU Cipta Kerja dari DPR, lanjut Pratikno, Kementerian Sekretarit Negara telah melakukan peninjauan dan menemukan sejumlah kekeliruan yang bersifat teknis.
Kementerian Sekretariat Negara juga telah menyampaikan kepada Sekretariat Jenderal DPR untuk disepakati perbaikannya.
"Kekeliruan teknis ini menjadi catatan dan masukan bagi kami untuk terus menyempurnakan kendali kualitas terhadap RUU yang hendak diundangkan agar kesalahan teknis seperti ini tidak terulang lagi," lanjut dia.
Adapun berdasarkan penelusuran Kompas.com, Selasa (3/11/2020), ditemukan kesalahan ketik yang cukup fatal pada Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.
Pasal 6 menyebutkan, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a meliputi (a) penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; (b) penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; (c) penyederhanaan perizinan berusaha sektor; dan (d) penyederhanaan persyaratan investasi.
Namun, rujukan ke Pasal 5 ayat (1) tidak jelas karena dalam UU Cipta Kerja Pasal 5 tidak memiliki ayat.
Pasal 5 hanya berbunyi, ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Kemudian, ada pula kesalahan ketik dalam Pasal 175 di Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.
Pasal 175 angka 6 mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014. Pasal 53 itu terdiri atas 5 ayat yang mengatur soal syarat sah keputusan pemerintahan.
Ayat (1) berbunyi, batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Ayat (2), jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.
Ayat (3), dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan keputusan dan/atau tindakan sebagai keputusan atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang berwenang.
Ayat (4), apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.
Ayat (5), ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.
Semestinya, ketentuan dalam ayat (5) merujuk pada ayat (4). Bukan pada ayat (3) sebagaimana yang ditulis dalam UU Cipta Kerja.
(TribunStyle.com/Nafis,Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Istana Sebut Salah Ketik di UU Cipta Kerja Hanya Masalah Administrasi
Baca juga: Sisi Lain Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Demonstran Mahasiswa di Lampung Tantang Polisi Main Catur
Baca juga: VIRAL Video Narasi TV Soal Demo UU Cipta Kerja, Tunjukkan Detik-Detik Pembakaran Halte Trans Jakarta