Hari Guru Nasional
Hari Guru Nasional Diperingati Tiap 25 November, Berikut Sejarah Singkatnya, Bermula dari Tahun 1912
Bagaimana bisa tercetus tanggal 25 November untuk memperingati Hari Guru Nasional, simak sejarah singkatnya
Penulis: Nafis Abdulhakim
Editor: Amirul Muttaqin
TRIBUNSTYLE.COM - Sejarah tercetusnya Hari Guru Nasional yang diperingati setiap tanggal 25 November.
Di 2020, peringatan ini akan dirayakan dengan upacara bendera.
Namun, penyelenggraannya sedikit berbeda dari tahun sebelumnya karena adanya pandemi Covid-19.
Untuk tema, Hari Guru Nasional 2020 ini adalah Bangkitkan Semangat, Wujudkan Merdeka Belajar.
Untuk ikut memperingati Hari Guru Nasional, simak bagaimana sejarahnya.

Sejarah Hari Guru Nasional
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, hari lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ditetapkan pada 25 November sekaligus siperingati sebagai Hari Guru Nasional.
Mengutip situs pgri.go.id, organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah.
Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.
Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda.
Sejalan dengan keadaan itu maka di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB), disamping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan.
Ada pula organisasi lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh, mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda.
Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia.