7 Poin Krusial UU Cipta Kerja yang Dianggap Merugikan Para Buruh, Termasuk Cuti Melahirkan Hilang
Inilah 7 poin krusial UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan para buruh, termasuk cuti melahirkan yang hilang.
Penulis: Gigih Panggayuh Utomo
Editor: Dhimas Yanuar
TRIBUNSTYLE.COM - Inilah 7 poin krusial UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan para buruh, termasuk cuti melahirkan yang hilang.
Baru-baru ini, publik sedang digemparkan dengan pengesahan UU Cipta Kerja.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, Senin (5/10/2020).
RUU Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang setelah mendapat persetujuan dari sebagian besar Fraksi di DPR.
Pengesahan ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan pada 8 Oktober 2020, menjadi 5 Oktober 2020.
Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan merupakan bagian dari RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.
Baca juga: Tak Setuju, Buruh Wanita di Deli Serdang Demo di Depan Pabrik, Bawa Spanduk Tolak UU Cipta Kerja
Baca juga: Ditolak Kelompok Pekerja, UU Cipta Kerja Diusulkan Jokowi, Dikerjakan Senyap & Cepat oleh DPR

Pembahasan RUU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR ini terbilang kilat dibandingkan dengan pembahasan RUU lain.
Bahkan, RUU Cipta Kerja sebelumnya direncanakan bisa selesai sebelum 17 Agustus meskipun di tengah pandemi Covid-19.
Padahal, sejak pertama kali muncul, RUU ini telah mendapat banyak kritikan dari para buruh.
Dikutip dari Tribunnews.com, setidaknya ada 7 poin krusial dalam UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan buruh.
Hal itu dinyatakan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.
Apa saja poin krusial yang merugikan buruh tersebut? Berikut ini rinciannya.
1. UMK Bersyarat dan Upah Minimun Sektoral kabupaten/Kota (UMSK) Dihapus
Menurut Said Iqbal, buruh menolak keras kesepakatan ini lantaran UMK tidak perlu bersyarat.
UMSK pun dinilai harus tetap ada, di mana UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.