Virus Corona
Tangis Perawat Pasien Corona di India, Dibayar Rp 6.000 per Hari: Bagaimana Jika Kami Terinfeksi?
Berada di garda depan untuk perangi virus corona, perawat di India menangis pilu gajinya tak sebanding dengan nyawa yang dipertaruhkan.
Editor: Monalisa
Tak hanya India, Negara Brazil pun ikut kewalahan menangani wabah virus corona yang mematikan ribuan warganya ini.
Melansir Daily Star pada Sabtu (18/4/20), di Brazil sebuah rekaman mengerikan muncul menunjukkan kantong mayat dengan pasien virus corona dikumpulkan dalam satu ruangan.
Terlihat pasien tidur terbaring di sebuah ruangan sementara sebelahnya adalah kantong berisi mayat manusia.
Adegan mengerikan ini terekam di rumah sakit Joao Lucio Emergency Hospital di kota Manaus, Brazil Utara.
Rekaman itu menunjukkan kengerian nyata dari krisis kesehatan akibat virus corona.
Mayat-mayat itu terpaksa diletakkan satu ruangan dengan pasien karena tidak ada lagi ruang tersisa untuk menampung pasien.
Pasien yang diinkubasi berbaring di tempat tidur mereka bersebelahan dengan mayat.
• Lampu Merah, Jumlah Kasus Corona di Indonesia Berada di Urutan Pertama di Antara Negara-negara ASEAN
Sebanyak 14 korban diyakini telah ditinggalkan di rumah sakit tersebut.
Sekretaris Kesehatan Negara mengatakan, dalam sebuah pernyataan menanggapi rekaman yang beredar luas tersebut.
Dia mengatakan, korban yang meninggal itu antara 15 April malam dan pagi pada 16 April, dia menambahkan lima mayat sudah diangkat.
Rumah sakit tersebut awalnya tidak menangani pasien Covid-19.
Namun mereka kini harus menanganinya setelah rumah sakit utama Delphina Aziz yang menangani virus corona, mencapai kapasitas penuh.
• Satu Lagi, Perawat RSUP Kariadi Positif Corona Meninggal, PPNI Berharap Tak Ada Penolakan Jenazah
Sebelas ruang gawat darurat di negara bagian dijadikan pusat perawatan Covid-19, sebelum pasien dipindahkan ke Rumah Sakit Delphina Aziz.
Brazil sendiri adalah negara dengan kasus virus corona cukup parah di Amerika Selatan.
Dilaporkan, ada 30.891 kasus Covid-19 dan 1.952 kematian menurut laporan Universitas John Hopkins.