Breaking News:

Virus Corona

TERUNGKAP! Ini Dampak Mengerikan Lockdown, Itu Sebabnya Presiden Jokowi Menolak Mentah-mentah

TERUNGKAP! Ini Dampak Mengerikan Lockdown, Itu Sebabnya Presiden Jokowi Menolak Mentah-mentah

TribunNewsmaker.com/ Istimewa
Presiden Jokowi dan problem wabah virus corona 

TRIBUNSTYLE.COM - Akhirnya terungkap penyebab Presiden Jokowi menolak mentah-mentah desakan penerapan lockdown dalam rangka mencegah virus corona atau Covid-19 makin merajalela.

Rupanya Presiden Jokowi sudah memikirkan masak-masak dampak serius bila lockdown benar-benar diterapkan. 

Begitulah. Akhirnya Presiden Jokowi blak-blakan pilih Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) ketimbang lockdown atasi Virus Corona alias covid-19 di Indonesia.

Desakan terhadap Presiden Jokowi untuk memberlakukan lockdown di Indonesia demi mencegah penyebaran Virus Corona sempat mencuat beberapa waktu lalu.

Namun akhirnya Presiden Jokowi bersikap tak memilih lockdown, melainkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).

Kini Presiden Jokowi akhirnya blak-blakan soal alasan tak memilih lockdown sebagai upaya mencegah penyebaran Virus Corona.

Menurut Jokowi, lockdown tak menjadi pilihan karena akan mengganggu perekonomian.

POPULER Kembali Buka Setelah Lockdown Corona, Pasar Wuhan Jual Daging Kelelawar Lagi, Tak Kapok?

Video Hari Pertama Pembatasan Akses Sejumlah Titik Jalan di Kota Tegal, Bukan Lockdown

Presiden Jokowi imbau masyarakat kurangi aktivitas di luar rumah
Presiden Jokowi imbau masyarakat kurangi aktivitas di luar rumah (Kolase TribunStyle, Shutterstock, Kompas TV)

Hal itu disampaikan Jokowi usai meninjau pembangunan rumah sakit darurat covid-19 di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (1/4/2020) kemarin.

" Lockdown itu apa sih? Orang enggak boleh keluar rumah, transprotasi harus semua berhenti baik itu bus, kendaraan pribadi, sepeda mobil, kereta api, pesawat berhenti semuanya.

Kegiatan-kegiatan kantor semua dihentikan. Kan kita tidak mengambil jalan yang itu," kata Jokowi melansir Kompas.com.

"Kita ingin tetap aktivitas ekonomi ada, tapi masyarakat kita semua harus jaga jarak aman, social distancing, physical distancing itu yang paling penting," sambungnya.

Itu sebabnya Presiden Jokowi lebih memilih PSBB ketimbang lockdown.

Dengan skema PSBB ini, aktivitas perekonomian tetap berjalan, namun tetap ada sejumlah pembatasan demi mencegah penyebaran covid-19.

Misalnya penerapan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah di daerah yang rawan.

Masyarakat yang terpaksa keluar rumah juga diingatkan untuk displin menjaga jarak satu sama lain.

Selain itu masyarakat juga diingatkan untuk selalu menjaga kebersihan.

"Jadi kalau kita semua disiplin melakukan itu, jaga jarak aman, cuci tangan tiap habis kegiatan, jangan pegang hidung mulut atau mata, kurangi itu, kunci tangan kita, sehingga penularannya betul-betul bisa dicegah," ucap Jokowi.

Catatan Kompas.com, ini adalah pertama kalinya Presiden Jokowi buka-bukaan soal alasan dirinya enggan menerapkan lockdown atau karantina wilayah.

Sebelumnya, dalam sejumlah kesempatan Jokowi juga sempat menegaskan bahwa pemerintah tak akan mengambil jalan lockdown.

Namun, Jokowi tak pernah mengungkapkan alasan yang gamblang atas pilihannya itu.

Misalnya pada jumpa pers di Istana Bogor, Senin (16/3/2020), Jokowi menegaskan bahwa kebijakan lockdown hanya boleh diambil oleh pemerintah pusat.

Ia melarang Pemda mengambil kebijakan itu.

"Kebijakan lockdown baik di tingkat nasional dan tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat.

Kebijakan ini tak boleh diambil oleh Pemda. Dan tak ada kita berpikiran untuk kebijakan lockdown," kata Jokowi tanpa merinci lebih jauh alasan melarang lockdown.

Selanjutnya, saat rapat dengan gubernur seluruh Indonesia lewat video conference, Selasa (24/3/2020), Jokowi juga kembali menyinggung soal lockdown.

Presiden Jokowi menyebut, ia kerap mendapat pertanyaan kenapa tak melakukan lockdown seperti negara-negara lain.

Lagi-lagi Jokowi tak mengungkap alasan yang gamblang.

Ia hanya menegaskan, setiap negara memiliki karakter dan budaya yang berbeda-beda.

"Perlu saya sampaikan bahwa setiap negara memiliki karakter yang berbeda-beda, memiliki budaya yang berbeda, memiliki kedisiplinan yang berbeda-beda.

Oleh karena itu kita tidak memilih jalan itu (lockdown)," kata Jokowi.

Achmad Yurianto (kiri), dan Ilustrasi Virus Corona (kanan)
Achmad Yurianto (kiri), dan Ilustrasi Virus Corona (kanan) (Kolase TribunStyle, Kompas TV/Imron-Chandra, Unsplash/Viktor Forgacs)

Terbitkan PP PSBB

Presiden Jokowi menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).

Skema PSBB ini juga sebenarnya diatur dalam UU Kekarantinaan Kesehatan.

Bedanya, pembatasan dengan skema PSBB tidak seketat karantina wilayah.

Pemerintah juga tidak harus menanggung kebutuhan hidup warga selama PSBB diberlakukan.

Dengan terbitnya PP PSBB ini, Presiden Jokowi pun meminta kepala daerah untuk satu visi menangani pandemi Virus Corona.

Sebab, sudah ada payung hukum yang jelas bagi pemerintah daerah untuk bertindak.

"Jangan membuat acara sendiri-sendiri sehingga kita dalam pemerintahan juga berada dalam satu garis visi yang sama," kata Jokowi.

Dengan PP yang baru diteken ini, setiap kepala daerah bisa melakukan penerapan PSBB jika menganggap daerahnya sudah rawan penyebaran covid-19.

Namun, PSBB tersebut tetap harus diusulkan dan mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan.

Jokowi juga kembali menekankan, dengan terbitnya aturan ini, Pemda dilarang melakukan lockdown atau karantina wilayah.

"Bahwa ada pembatasan sosial, pembatasan lalu lintas itu pembatasan wajar karena pemerintah daerah ingin mengontrol daerahnya masing-masing.

Tapi sekali lagi, tidak dalam keputusan besar misalnya karantina wilayah dalam cakupan gede, atau (istilah) yang sering dipakai lockdown," kata dia.

Sampel darah uji virus Corona .
Sampel darah uji virus Corona . (Sonis via Kompas.com)

Kasus Virus Corona bertambah

Juru bicara pemerintah untuk penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, menyatakan bahwa pasien covid-19 di Indonesia masih bertambah.

Hingga Rabu (1/4/2020) pukul 12.00 WIB, secara total terdapat 1.677 kasus covid-19 di Tanah Air.

Jumlah ini bertambah 149 pasien dalam periode 24 jam terakhir.

Hal ini diungkapkan Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Rabu sore.

"Untuk kasus konfirmasi positif ada penambahan 149 orang, sehingga sekarang menjadi 1.677," ujar Achmad Yurianto.

Selain itu, Yuri juga memaparkan bahwa dalam periode yang sama terdapat penambahan jumlah pasien covid-19 yang sembuh sebanyak 22 orang.

Total ada 103 pasien yang dua kali hasil tesnya dinyatakan negatif, setelah sebelumnya sempat dinyatakan positif Virus Corona.

Kemudian, terdapat penambahan 21 pasien covid-19 yang meninggal dunia.

Secara keseluruhan, jumlah pasien yang meninggal setelah mengidap covid-19 ada 157 orang.

"Ini memberi bukti kepada kita bahwa penularan di luar masih terjadi, kontak dekat masih diabaikan, kemudian cuci tangan masih belum dijalankan dengan baik," kata Achmad Yurianto.

Berdasarkan data pemerintah, penambahan 149 kasus positif covid-19 terjadi di 13 provinsi.

Akan tetapi, tidak ada provinsi baru yang mencatat kasus perdana covid-19.

Dengan demikian, hingga saat ini kasus covid-32 ada di 32 provinsi.

Penambahan tertinggi terlihat ada di DKI Jakarta, yaitu 62 kasus baru.

Penambahan ini membuat kasus covid-19 di Ibu Kota tercatat ada 808.

Kemudian, penambahan tertinggi berikutnya terdapat di Jawa Barat dengan 21 kasus baru, serta Sulawesi Selatan dengan 15 kasus baru.

Tiga provinsi di Pulau Jawa, yaitu Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, juga mencatat penambahan kasus tinggi, yaitu masing-masing 11 kasus baru.

Berikut penyebaran penambahan kasus baru dalam 24 jam terakhir: Data penambahan pasien covid-19:

1. DKI Jakarta: 62 kasus baru

2. Jawa Barat: 21 kasus baru

3. Sulawesi Selatan: 15 kasus baru

4. Banten: 11 kasus baru

5. Jawa Tengah: 11 kasus baru

6. Jawa Timur: 11 kasus baru

7. Bali: 6 kasus baru

8. DI Yogyakarta: 5 kasus baru

9. NTB: 2 kasus baru

10. Sumatera Utara: 2 kasus baru

11. Kalimantan Barat: 1 kasus baru

12. Kalimantan Timur: 1 kasus baru

13. Sulawesi Utara: 1 kasus baru

Diolah dari Kompas.com : Jokowi Akhirnya Blak-blakan soal Alasan Tak Mau Lockdown...

Ilustrasi lockdown (SHUTTERSTOCK/P.Khamgula)
Ilustrasi lockdown (SHUTTERSTOCK/P.Khamgula) (SHUTTERSTOCK/P.Khamgula)

Apa Itu Lockdown? Apa Pula Risikonya? Ini Penjelasan Sosiolog 

Sejumlah daerah di Indonesia telah menerapkan kebijakan lockdown, meski pemerintah pusat belum mengeluarkan keputusan resmi.

Sejauh ini, tercatat lima daerah yang melakukan lockdown atau karantina wilayah, yaitu Papua, Tegal, Tasikmalaya, Ciamis, dan Makassar.

Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk menahan laju penyebaran virus corona di daerah-daerah tersebut.

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, kebijakan lockdown akan menyebabkan sejumlah titik penting nadi kehidupan sosial terhenti.

"Efeknya terputusnya produksi, konsumsi kolektif, distribusi, dan kegiatan sosial budaya akan tertutup," kata Drajat saat dihubungi, Senin (30/3/2020).

Bila pemerintah pusat akan mengeluarkan status lockdown, menurut Drajat beberapa hal harus dilakukan agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. 

Penyesuaian

Dari sisi masyarakat, menurut Drajat, mereka harus melakukan reorientasi ruang.

Artinya, ruang-ruang sosial yang luas harus diubah ke dalam dua jenis ruang, yaitu institusi keluarga (ruang kecil) dan ruang maya atau yang disebut dengan virtual society.

"Jadi harus ada reorientasi itu untuk bisa melakukan interaksi dengan luar, yaitu hanya dengan perubahan ruangnya," jelas dia.

 Dari sisi perubahan, masyarakat harus mampu menata kembali norma-norma yang telah terbentuk di rumah.

Drajat menyebut rumah pada umumnya memiliki fungsi informal atau untuk bersantai dan beristirahat.

Akan tetapi, dengan adanya lockdown ini maka rumah akan memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai fungsi informal sekaligus fungsi produksi atau kantor.

"Hal itu bukan perkara mudah, ini bisa menimbulkan ketegangan di dalam dan konflik di dalam rumah. Bukan sekedar karena lama berkumpul, tapi karena adanya aktivitas baru itu," kata dia.

Peran pemerintah

Pada tataran pemerintah, mereka harus menyediakan social security nett atau jaring pengaman sosial untuk mengatasi terputusnya rantai produksi dan distribusi akibat lockdown.

Jaring pengaman sosial adalah satu program yang dikembangkan untuk memberi jaminan perlindungan kepada masyarakat atas dampak dari suatu perubahan sosial tertentu di masytarkat.

Misalnya, perubahan sosial yang menyebabkan hilangnya pekerjaan atau berkurangnya penghasilan secara signifikan, sehingga membuat orang tak bisa menjamin kehidupan dasarnya secara layak.

Dua kebutuhan jaring pengaman sosial yang dibutuhkan ketika lockdown adalah kebutuhan pokok dan fasilitas untuk berintaksi "keluar", dalam hal ini internet.

"Pada keluarga yang mampu, bantuan kebutuhan pokok bisa dikurangi atau ditiadakan. Tapi pada keluarga kelas menengah ke bawah ini menjadi kebutuhan pemerintah untuk menyediakan," kata Drajat.

Internet

Soal fasilitas internet, Drajat menganggap bahwa pemerintah harus bisa menekan biaya-biaya internet sekecil mungkin.

Hal itu penting dilakukan karena kebijakan lockdown akan menggeser solidaritas-solidaritas organis menjadi solidaritas mekanis yang berbasis pada perasaan.

"Nah ini kalau tidak ada ruang-ruang untuk bisa 'keluar', tentu itu akan menimbulkan perasaan yang tidak tahan di satu tempat secara lama," tutupnya. (Kompas.com/ Ahmad Naufal )

Sumber: Sejumlah Daerah Terapkan Lockdown, Ini Dampaknya Menurut Sosiolog

Sumber: Kompas.com
Tags:
penyebab Jokowi tolak lockdownupdate virus corona hari inivirus coronaCovid-19
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved