Breaking News:

100 Tahun Lalu Ada Wabah Lebih Ngeri dari Corona, 100 Juta Penduduk Tewas Termasuk dari Indonesia

Wabah yang dikenal dengan nama Flu Spanyol ini terjadi pada tahun 1918 dan baru berakhir pada 1920.

Editor: Galuh Palupi
Aidaazryn
Wabah Flu Spanyol pada tahun 1918 

De Sumatra Post terpaksa menelan ludahnya sendiri ketika dalam salah satu artikelnya mendorong agar seluruh suratkabar di Hindia Belanda berkenan menyediakan rubrik singkat guna memberikan informasi mengenai bahaya penyakit ini.

Penyebaran Flu Spanyol di Hindia terjadi dalam dua gelombang.

Pertama, Juli 1918-September 1918, sekalipun di beberapa tempat, seperti Pangkatan (Sumatera Utara), virus ini sudah menyebar pada Juni 1918.

Diduga kuat penyakit itu ditularkan oleh penumpang dari Singapura.

Sementara, kawasan timur, seperti Sulawesi dan Maluku, masih terbebas dari Flu Spanyol selama gelombang pertama.

Dalam hitungan minggu, virus menyebar secara masif ke Jawa Barat (Bandung), Jawa Tengah (Purworejo dan Kudus), dan Jawa Timur (Kertosono, Surabaya, dan Jatiroto).

Dari Jawa, virus menjangkiti Kalimantan (Banjarmasin dan Pulau Laut), sebelum mencapai Bali, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Memasuki Oktober 1918, virus tersebut telah mencapai pulau-pulau kecil di sekitar Kepulauan Sunda.

Sebulan berselang, virus telah mencapai Papua dan Maluku, 10 dari 1000 orang meninggal akibat flu ini.

Menurut Oetoesan Hindia, lebih dari 10 persen populasi di Pulau Seram meninggal akibat keganasan virus ini.

Sementara, 60 persen penduduk Makassar yang berjumlah sekitar 26.000 jiwa dilaporkan terjangkit virus ini dan 6 persen dari mereka tewas.

Pewarta Soerabaia mencatat, hingga pertengahan Juli 1918, Flu Spanyol telah menyerang 70 polisi di Jawa dan membunuh 10 orang Tionghoa di Medan.

Beberapa perusahaan di Surabaya bahkan harus mengurangi produksi karena lebih dari setengah karyawannya tidak dapat masuk kerja akibat terkena Flu Spanyol.

Sin Po bahkan mengabarkan kemungkinan keterlambatan tiba korannya agar masyarakat dapat memaklumi hal tersebut.

Sementara itu, sebuah perusahaan di Ambon harus menerima kenyataan apabila hanya sembilan pekerjanya (dari total 800 pekerja) yang bisa masuk kerja.

Seluruh rumah sakit mendadak kebanjiran pasien sampai harus menolak banyak pasien karena keterbatasan kamar.

Para dokter tidak mampu berbuat banyak lantaran mayoritas dari mereka belum pernah melihat gejala penyakit seperti itu.

Mereka hanya bisa merekomendasikan kina dan aspirin untuk menurunkan panas sang pasien.

Menurut Koloniaal Weekblad (1919), masing-masing dokter di Makassar harus bertanggungjawab terhadap nasib 800 pasien.

Saking frustasinya, dalam sebuah rapat regional di Rembang, Dr. Deggeler sampai menyatakan bahwa tidak ada obat untuk menyembuhkan penyakit itu, selain amal baik seseorang.

Gelombang kedua Flu Spanyol terjadi pada Oktober-Desember 1918 meski di beberapa tempat, terutama di kawasan timur, berlangsung hingga akhir Januari 1919.

Pewarta Soerabaia melaporkan, virus masih mengganas di Buton pada awal Januari 1919.

Kasus kematian juga terjadi di beberapa perkebunan di Sumatera, yang dilaporkan Harian Andalas.

Sin Po menyebutkan Flu Spanyol membuat beberapa perkebunan di Jawa Barat menderita.

Sebanyak 200 pekerja di Wanasukan terinfeksi pandemi sehingga tidak dapat bekerja.

Kondisi serupa terjadi di Talun yang mengakibatkan produksi kopi terhambat.

Di Padang, kegiatan belajar-mengajar di Sekolah Adabiah dihentikan karena mayoritas murid dan gurunya terinfeksi oleh Flu Spanyol.

Begitu juga dengan Kartinischool Goenoeng Sari dan Kweekschool Goenoeng Sari di Batavia dan HIS Gorontalo.

Laporan BGD di tahun 1920 menyebutkan, “Seloeroeh desa di Hindia Olanda hampir tidak ada jang tidak terinfeksi oleh penjakit flu."

Akibatnya, menurut laporan itu, "Pintu rumah tertutup. Jalan-jalan begitu lengang. Anak-anak menangis di dalam rumah karena merasa lapar dan haus. Banyak binatang bahkan meninggal kelaparan. Hari-hari tersebut sangat penuh dengan kesengsaraan."

Menurut data mortalitas dalam Handelingen van den Volksraad tahun 1918, pada November 1918 sebanyak 9.956 orang meninggal karena kolera, 909 karena cacar, 733 karena pes.

Jumlah itu jauh lebih kecil dibanding jumlah korban Flu Spanyol di bulan yang sama, 402.163 jiwa. (*)

Sebagian artikel ini telah tayang sebelumnya di Suar.id dengan judul 'Percayalah Kita bisa Melalui Ini Semua, 100 Tahun yang lalu ada Virus lebih Ganas dari Corona yang Menewaskan 100 Juta Penduduk Dunia dan 1,5 Juta Penduduk Indonesia hingga Dianggap Akhir dari Peradaban Umat Manusia! Begini Kisahnya'

Halaman 4/4
Tags:
Flu SpanyolInggrisEropa
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

berita POPULER

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved