Profil Lengkap Gus Sholah, Perjalanan Hidup Hingga Sang 'Kyai' Meninggal Dunia Karena Sakit
KH Salahuddin Wahid atau akrab disapa Gus Sholah, meninggal dunia, Minggu (2/2/2020).
Editor: Ika Putri Bramasti
Profil Gus Sholah
KH. Salahuddin Wahid yang akrab panggilannya Gus Sholah adalah salah satu tokoh masyarakat kelahiran Jombang.
Ia merupakan Putra ketiga dari 6 bersaudara pasangan KH. Wahid Hasyim (Ayah) dengan Sholichah (Ibu).
Adik kandung dari mantan presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini selain seorang ulama, ia juga merupakan seorang aktifis, politisi, dan tokoh HAM (Hak Asasi Manusia).
Ia ulama kelahiran Jombang, 11 September 1942.
Pada tahun 1947 Salahuddin pindah ke Tebuireng, menyusul wafatnya Hadratus Syekh Kiai Hasyim Asy’ari yang digantikan oleh ayahnya, KH. Wahid Hasyim.
Selanjutnya pada awal tahun 1950, ketika ayahnya diangkat menjadi Menteri Agama, Salahuddin ikut pindah ke Jakarta.
Pendidikan dasarnya ditempuh di SD KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi), dimana para gurunya banyak yang menjadi anggota pergerakan, termasuk orang-orang komunis.
Pengalaman di sekolah ini membuatnya terbiasa hidup di lingkungan yang heterogen sehingga terbiasa menghadapi perbedaan.
Ketika naik ke kelas IV, Salahuddin pindah ke SD Perwari yang terletak di seberang kampus UI Salemba.
Antara tahun 1955-1958, Salahuddin melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri I Cikini.
Di SMP ini ia memilih jurusan B (ilmu pasti). Setelah lulus SMP ia masuk SMA Negeri I yang populer dengan sebutan SMA Budut (Budi Utomo), karena terlatak di Jalan Budi Utomo.
Selama di SMA Budut, Salahuddin aktif di Kepanduan Ansor dan OSIS.
Tahun 1962 Salahuddin tamat SMA dan melanjutkan pendidikannya ke Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dia memilih jurusan arsitektur, meskipun sebenarnya juga berminat masuk jurusan ekonomi atau hukum.
Semasa kuliah di Bandung, ia aktif dalam kegiatan Senat Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa.
Sejak tahun 1967, ia juga aktif di organisasi mahasiswa ekstra kampus, dan memilih Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai wadah bernaungnya.
Di samping bersekolah, sejak kecil Salahuddin bersama saudara-saudaranya juga belajar mengaji.
Ini merupakan aktivitas rutin yang wajib dilakukan setiap hari.
Ketika ayahnya masih hidup, kegiatan mengaji dipimpin langsung oleh sang ayah.
Setelah Kiai Wahid wafat, tugas itu diambil alih oleh sang ibu. KH. Bisri Syansuri yang sering ke Jakarta, juga ikut mendidik mereka.
Selain belajar membaca Al-Qur’an, remaja Salahuddin juga belajar fiqh, nahwu, sorof, dan tarikh.
Guru-gurunya antara lain Ust. Muhammad Fauzi dan Ust. Abdul Ghoffar. Keduanya alumni Pesantren Tebuireng yang tinggal di Jakarta.
Salahuddin sempat merasakan pendidikan pesantren melalui Pesantren Ramadhan.
Selama beberapa kali liburan sekolah di bulan Ramadhan, ia belajar ke Pesantren Denanyar Jombang bersama adiknya, Umar Wahid.
Menginjak usia dewasa, cara yang ditempuhnya untuk belajar adalah dengan membaca sendiri buku-buku keagamaan.
Pada tahun 1968, Salahuddin menikah dengan Farida, putri mantan Menteri Agama, KH. Syaifudin Zuhri.
Pernikahan ini cukup unik, karena keduanya sama-sama anak mantan Menteri Agama.
Padahal disini tidak ada unsur kesengajaan. Salahuddin terlebih dahulu mengenal (calon) istrinya sebelum mengenal (calon) mertuanya.
Ia tertarik dengan Farida meskipun—saat itu—belum tahu bahwa Farida adalah putri mantan Menteri Agama.
Setelah pernikahan tersebut, kuliah Salahuddin sempat terhenti cukup lama, dan baru aktif kembali pada tahun 1977. Ia dapat menyelesaikan studinya pada tahun 1979.
Dari pernikahan ini, pasangan Salahuddin Wahid-Farida dikaruniai tiga orang anak, yaitu Irfan Asy’ari Sudirman (Ipang Wahid), Iqbal Billy, dan Arina Saraswati.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gus Sholah Kritis, Ipang Wahid: Bapak Drop Banget", Penulis : Deti Mega Purnamasari
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Meninggal Dunia karena Sakit, Ini Profil dan Perjalanan Gus Sholah...".
Penulis : Dandy Bayu Bramasta