Tanggapan Pengamat Energi Soal Rencana PLN Potong Gaji Karyawan untuk Biaya Ganti Rugi Rp 839 M
Pemotongan gaji karyawan yang dimaksud disini adalah pemangkasan dari insentif kesejahteraan karyawan yang tidak termasuk dalam gaji pokok.
Editor: Triroessita Intan Pertiwi
Jika sampai memotong gaji karyawan atas kejadian yang terjadi secara tiba-tiba dan tak bisa terprediksi ini, apakah memang pantas untuk dilakukan?
Terkait hal tersebut, Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi ikut angkat bicara.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, Fahmy Radhi mengatakan bahwa sebenarnya PLN tak bisa serta merta menutup biaya ganti rugi dengan memangkas gaji para pegawai.
Sebab hal tersebut menurut Fahmy Radhi tak sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 27 tahun 2017.
"Tidak benar justru menyalahi aturan yang ada. Kalau PLN memberikan kompensasi harus ada dasar hukumnya dalam hal ini Permen 27/2017," ujar Fahmy Radhi ketika dihubungi Kompas.com.
Menurut Fahmy Radhi, seharusnya PLN menggunakan dana operasional maupun cadangan yang berasal dari pendapatan laba.
Tak hanya itu, dana eksternal seperti pinjaman konsorsium perbankan dan global bond harusnya bisa digunakan sebagai biaya kompensasi.
Diketahui, pada tahun 2018, PT PLN tercatat mendapatkan laba sebesar Rp 11,6 triliun.
Sedangkan pada tahun ini saja, PLN telah tercatat mendapat laba sebesar Rp 4,2 triliun.
• Seorang Warga Tangerang Tewas Terbakar saat Nyalakan Lilin karena Listrik Padam di Jabodetabek
Sehingga rasanya gagasan memotong gaji karyawan untuk membayar biaya ganti rugi dirasa tidak efektif atau pantas untuk dilakukan.
"Memang selama ini PLN tidak menggunakan dana APBN, tetapi menggunakan dana internal yang dibentuk dari laba tahunan dan dana eksternal dari pinjaman konsorsium perbankan dan global bond
Kompensasi bisa dari dana operasional atau dana cadangan, yang lebih bisa dipertanggungjawabkan," pungkas Fahmy Radhi.
(*)
Artikel ini telah tayang di sosok.id dengan judul : PLN Bakal Potong Gaji Karyawan untuk Biaya Ganti Rugi Senilai Rp 839 M, Pengamat Energi Pertanyakan Kepantasannya