Pemilu Malaysia Digelar Hari Ini, Mahathir Bersekutu dengan Anwar Lawan Najib, Tiada Kawan Abadi
Pemilu Malaysia Digelar Hari Ini, Mahathir Bersekutu dengan Anwar, Lawan Najib, Tiada Kawan Abadi
Editor: Agung Budi Santoso
Menariknya, kali ini Mahathir memakai atribut PKR guna bersaing melawan Barisan Nasional—koalisi berkuasa Malaysia sejak 1974 yang pernah dibelanya.
3. Perdana Menteri tertua di dunia?
Mahathir bakal berusia 93 tahun pada Juli ini dan, jika sukses memenangi pemilu, dia akan menjadi pemimpin tertua di dunia.
Sebagai sosok andalan kubu oposisi untuk menjadi perdana menteri, dia menantang Najib yang berusia 64 tahun dalam pemilu yang diikuti oleh sebagian besar pemilih muda.
"Saya pikir kita akan memilih pemerintah untuk masa depan, menatap 30 tahun ke depan, 2050," kata Menteri Pemuda dan Olahraga, Khairy Jamaluddin.
"Atau Anda ingin memutar jarum jam, kembali ke era represi, kembali ke masa kapitalisme kroni, kembali ke masa ketika semua reformasi institusi yang dia janjikan hari ini harus dilakukan karena kerusakan yang dia timbulkan saat dia menjadi perdana menteri," tambah Khairy.
Mahathir masih menikmati popularitas di Malaysia sebagai konsekuensi dari kesejahteraan yang dialami rakyat negeri itu selama masa kekuasaannya dari 1981 hingga 2003.
Namun, selama masa itu, dia juga dituduh melucuti independensi sistem hukum pada 1988 sekaligus meredam aksi protes dengan menahan lebih dari 100 orang dalam insiden yang disebut Operasi Lalang.
Pada Desember lalu, dalam pernyataan singkat, Mahathir meminta maaf atas "segala kesalahan" selama 22 tahun masa pemerintahannya.
4. Wajah 'terlarang'
Komisi Pemilihan Malaysia melarang foto Mahathir dipajang di luar daerah pemilihannya karena legalitas partainya, Parti Pribumi Malaysia, masih dipertanyakan.
Dalam menegakkan aturan ini, Komisi Pemilihan memotong wajah Mahathir di sebuah poster—yang kemudian viral di media sosial.
Menurut Mahathir, aksi Komisi Pemilihan membuktikan dia merupakan kekuatan yang mengancam pemerintah dan menghalangi upaya Barisan Nasional untuk kembali berkuasa.
"Ini adalah sesuatu yang aneh. Apa tujuannya? Saya tadinya dilarang berkampanye, tapi saya tidak peduli dilarang atau tidak. Ini tidak sesuai dengan undang-undang negeri ini, kebebasan berpendapat," ungkapnya. (Tribunnews/BBC Indonesia)