Setelah berkonsultasi dengan dokter yang bertugas di Puskesmas Kepanjenkidul, kata Widha, pihaknya lantas membawa AM ke RSUD Mardi Waluyo.
Di sana AM didiagnosis menderita abses mandibula atau infeksi pada rahang oleh bakteri.
Atas diagnosis itu, kata dia, tim dokter merekomendasikan tindakan operasi, yang setelah mendapatkan persetujuan keluarga AM, dilakukan keesokan harinya, Kamis (7/9/2023).
Namun pasca-operasi, ujarnya, kondisi AM melemah.
Baca juga: VIRAL Napi Nyamar Jadi Teman Satu Selnya yang Dibebaskan, Santai Keluar Penjara, Petugas Kecolongan
Selanjutnya dokter melakukan tindakan trakeostomi atau pembedahan yang dilakukan untuk membuat jalur pasokan oksigen ke paru-paru.
Tindakan tersebut pun, kata Widha, tidak mampu memperbaiki kondisi AM sehingga AM dipindahkan ke ruang ICU (Intensive Care Unit) dan menggunakan ventilator sebagai alat bantu pernapasan.
Upaya-upaya yang dilakukan tim medis RSUD Mardi Waluyo, lanjutnya, ternyata tidak mampu menolong AM yang menghembuskan napas terakhirnya pada Rabu, sehari setelah dipindahkan ke ICU.
Bantah terlambat menangani
Selama sekitar 10 bulan mendekam di Lapas Blitar, kata Widha, AM tidak pernah melaporkan diri sakit dan meminta pengobatan di klinik kesehatan lapas.
AM pertama kali melapor sakit pada Rabu pekan lalu yang akhirnya berujung pada kematian.
“Klinik kesehatan kami pelayannya 24 jam dalam sehari. Bahkan jika ada laporan warga binaan (napi) sakit di kamar, petugas kesehatan kami akan datang ke kamar untuk memberikan pertolongan,” klaim Widha.
Menurutnya, pihak Lapas telah bertindak cepat memberikan pertolongan medis pada AM.
AM, jelasnya, melapor sakit pada Rabu sore pekan lalu dan segera ditangani petugas klinik kesehatan Lapas.
Dua jam kemudian, lanjut Widha, AM dirujuk ke RSUD Mardi Waluyo atas rekomendasi dokter PuskesmasKepanjenkidul.
“Pada hari yang sama AM melapor sakit, kami telah melakukan penanganan dan pada hari itu juga akhirnya kami bawa ke Mardi Waluyo untuk menjalani rawat inap,” terangnya.