Berita Viral

MIRIS Curhat Wanita Menangis Namanya Dicoret dari Kartu Keluarga, Baru Tahu Setelah Cek di Dukcapil

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Curhat pilu seorang wanita menangis namanya dicoret dari Kartu Keluarga, baru tahu setelah cek di Disdukcapil.

Mengutip dari Kompas TV (jaringan dari Tribunnews), pemilik tana menutup jalan itu karena dirinya kesal selama ini ia dan keluarganya kerap dikucilkan oleh warga sekitar.

Keluarganya juga kerap mendapat perlakuan tak enak dari warga sekitar.

Mulai dari tak diundang saat ada hajatan dan juga kegiatan di kampung.

Ia mengatakan jika tanah itu itu merupakan bagian dari pekarangan pribadi dan sudah sertifikat hak milik keluarganya.

Namun pihak warga mengklaim jika gang itu merupakan jalan umum.

Bahkan warga juga mengajukan tuntutan ke Robi, namun dimenangkan oleh pihak keluarga Robi.

"Warga itu meminta untuk tanah yang sudah sertifikat dipecah untuk jadi jalan umum. Tapi tidak ada upaya yang baik. Sudah jelas itu tanah hak milik, tiba-tiba diklaim jadi jalan umum padahal sudah diberita tahu, bahkan oleh pihak terkait. Waktu itu mulai dari BPN sampai rapat antar SKPD di Kabupaten Ponorogo tahun 2020.

Mereka menyangkal dan justru mereka membuat suatu gugatan dan ini sudah terjadi 2 kali gugatan dan alhamdulilah keluarga kami yang menenangkan," paparnya dikutip dari Kompas TV.

Sementara itu, ia mengatakan jika tidak ada upaya baik dari warga dan pemerintah terendah di lingkungan.

"Tidak ada upaya baik warga dengan pemerintahan terendah di lingkungan untuk membuat baik lagi," lanjutnya.

Pihak Bupati dan DPRD juga sudah mendatangi lokasi untuk mencarikan solusi.

Namun hingga kini masih belum ada titik temu.

"Seandainya Jokowi Minta Pun, Saya Gak Mau"

Presiden Jokowi. (Tribunnews.com/Istimewa)

Pemilik tanah Bagus Robyanto tetap kekeuh membiarkan tembok beton menutup akses gang jalan di Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Bahkan meskipun ditelfon Presiden Joko Widodo, Bagus Robyanto tidak mau berdamai kepada warga disana.

Pasalnya selama tiga tahun terakhir, Bagus Robyanto dan keluarganya dikucilkan warga setelah menolak memecah sertifikat tanah milik keluarganya untuk dijadikan jalan umum.

“Alasan pertama pastinya saya dan keluarga menjalankan amar putusan hukum yang sudah berketetapan atau sudah inkrah sejak tanggal 25 Agustus 2021. Dan itu gugatan kedua. Gugatan pertama juga sudah inkrah karena sudah dua kali gugatan dari 15 warga setempat mewakili KK masing-masing,” kata Roby dikutip dari TribunMedan.com, Minggu (2/7/2023).

Roby mengatakan 15 warga menggugat atas kepemilikan tanah keluarganya untuk dipecah sebagian menjadi jalan umum.

Namun menurutnya, setelah dua kali gugatan itu dilayangkan di Pengadilan Negeri Ponorogo, warga kalah.

“Gugatannya meminta kepada majelis hakim untuk memecah tanah bersertifikat untuk dijadikan jalan umum. Gugatan pertama Januari 2021 dan inkrah Februari 2021 selang satu bulan April 2021 gugat lagi dan putusannya inkrah pada Agustus 2021,” jelas Roby.

Roby mengatakan perkara itu sudah diusung warga sejak akhir September 2019 mulai dari tingkat bawah atau RT, Kelurahan, Kecamatan, antar OPD Pemkab Ponorogo hingga BPN.

Dalam pertemuan itu sudah dinyatakan bahwa tanah yang sering dilewati warga itu sudah memiliki hak milik keluarganya.

“Dari rapat itu itu menjelaskan kalau tanah itu sudah menjadi surat hak milik,” klaim Roby.

Menurut Roby warga sudah memberikan sanksi sosial kepada keluarganya sejak tahun 2020 lantaran persoalan tanah miliknya.

Meski tidak mau memecah sertifikat dan menang gugatan, selama tiga tahun itu keluarga tetap memberikan akses warga melewati tanah pekarangannya.

“Perlakuan warga terhadap keluarga kami sejak tahun 2020 hingga tahun 2023 itu sudah ada sanksi sosial yang kami terima sekali pun itu sudah ada pernyataan dari pihak terkait,”

“Istri saya ditolak arisan PKK dan dasawisma, kedua bapak saya dan saya tidak pernah dilibatkan dalam suatu kegiatan masyarakat di rapat RT, tahlilan, kenduren hingga mantenen. Sekali pun acara manten dan kenduren itu lewatnya di halaman rumah saya,” jelas Roby.

Tak hanya itu,kendaraan pengambil sampah yang melewati pekarangannya tidak pernah mengambil sampah dari rumahnya.

Kondisi itu mengakibatkan keluarganya membuang sampah sendiri ke tempat pembuangan sampah.

“Selain itu setiap putusan PN perkara perdata itu mempunyai hak memaksa lawannya yang kalah. Itu sudah saya tunggu dua tahun. Dua tahun dari 2021 hingga 2023, dari pihak RT juga tidak mengupayakan untuk berdamai," kata dia.

"Warga juga seperti itu bahkan lewat depan rumah meludah kemudian naik sepeda motor kencang dan blayer-blayer. Seperti memancing saya untuk melakukan tindak pidana seperti memukul,” lanjut Roby.

Menurut Roby, keluarganya sebenarnya bisa mempidanakan setiap warga yang masuk ke tanah miliknya dengan membuat laporan masuk pekarangan orang tanpa izin.

Terlebih sejak dua tahun terakhir, dirinya sudah memasang tulisan jalan itu merupakan pekarangan miliknya bukan jalan umum.

Roby mengatakan dirinya tidak langsung menutup ruas jalan tersebut. Dua minggu lalu ia baru mempersiapkan material.

Namun proses pembangunan tembok sempat dihentikan lantaran memberikan toleransi bagi warga yang sementara memiliki hajatan.

“Tukang saya suruh berhenti dulu. Nanti ditutup kalau sudah selesai acara hajatannya. Sekitar Sabtu (24/6/2023) saya tutup,” kata Roby.

Menolak mediasi Roby menyatakan menolak untuk hadir bila dilakukan upaya mediasi.

Pasalnya saat ini kasus itu sudah masuk ranah eksekusi.

Dengan demikian bila kembali ke ranah mediasi maka dia akan melemahkan putusan yang inkrah.

“Saya minta maaf. Saya hanya menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya untuk toleransi kemanusiaan dan lain-lain kami juga melekat sanksi sosial dan tidak ada suatu cara yang baik untuk dibicarakan. Maka saya tutup (jalan tersebut),” kata Roby.

Menyoal Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yang datang ke lokasi dan potensi mediasi, Roby menolaknya.

Dia mengatakan seharusnya perdamaian itu sudah dilakukan sejak dua tahun lalu.

“Mboten wonten (Tidak ada). Seandainya Pak Jokowi menelepon pun saya tidak mau. Berdamai itu seharusnya dua tahun lalu,”

“Sekarang kalikan saja 365 hari kali tiga tahun. Dan itu yang kami rasakan per hari dengan suatu bentuk perlakuan itu. Kalau mendasarkan pada suatu nilai kemanusiaan saya kira pertimbangan keputusan majelis hakim itu sudah melalui saksi, bukti dan pemeriksaan setempat. Dan itu jauh lebih manusiawi dan adil daripada kesepakatan-kesepakatan yang saat ini,” ungkap Roby.

Roby menambahkan sebenarnya masih ada ruas jalan lain yang bisa dilewati warga dengan lebar yang sama.

Adapun warga dapat melewati jalan lain menuju Jalan Dieng.

(TribunJateng.com/Like Adelia).

Artikel ini diolah dari TribunJateng.com