Dengan aturan pemerintah untuk angkutan batu bara hanya boleh melintas pukul 18.00 WIB malam.
Dengan aturan ini, semua angkutan batu bara keluar dalam waktu bersamaan, tentu ini yang menjadi sumber kemacetan.
"Jumlah armada memang banyak, belasan ribu. Kalau batu bara boleh lewat siang, maka kamacetan tidak parah.
Kemacetan ini karena ribuan truk batu bara serentak keluar dari tambang, jadi penuh lah jalan," kata Rendi.
Baca juga: GARANG saat Rusak Taksi Online, Nasib Sopir Fortuner Bawa Samurai dan Airsoft Gun Pilu, Minta Maaf
Dia berharap, pemerintah menerapkan sistem kuota dan jadwal setiap angkutan batu bara.
Sehingga waktu tempuh tidak memakan waktu 3-5 hari di jalanan.
"Masih ada lah sisa uang jalan untuk sopir walau macet-macet begini.
Tapi nominalnya sudah kecil. Sementara harga-harga barang terus tinggi," kata dia.
Terkait kemacetan ini, Rendi sudah melapor ke atasannya, tetapi sampai sekarang belum ada solusi baik dari perusahaan tambang batu bara maupun dari pemerintah.
Dengan kemacetan ini sudah mengurai uang jalan yang diberikan bos.
Selain membayar BBM, makan di jalan, sopir batu bara juga harus bayar uang ke kantong parkir dengan harga bervariasi mulai dari Rp 20.000. Belum lagi ada pihak-pihak yang meminta uang di jalanan.
Tidak hanya itu, pengeluaran sopir angkutan batu bara berkali-kali lipat lebih besar dibanding waktu normal tanpa kemacetan.
"Kami sedih melihat masyarakat selalu terjebak kemacetan.
Ada orang sakit di ambulans sampai meninggal, anak susah mau sekolah.
Tapi kami (sopir batu bara) butuh makan, kami sudah lapor ke bos, tapi tetap tidak ada solusi.