Hal senada dikeluhkan sopir truk yang membawa perabot rumah tangga, Setiawan.
Lelaki 37 ini sudah terjebak lebih dari 15 jam.
"Dari sore kemarin, kami ini sudah terjebak kemacetan.
Kalau sudah begini ya bisanya cuma pasrah dan sabar," kata Setiawan.
Baca juga: Pemotor Ngamuk saat Jalanan Macet, Rusak Spion Mobil Orang, Ada Imbalan Bagi yang Tahu Identitasnya
Dia mengaku sudah berkali-kali terjebak macet karena ada belasan ribu batubara yang bergerak serentak pada malam hari, untuk mengangkut batubara dari tambang menuju pelabuhan Talang Duku, Kabupaten Muarojambi.
Masyarakat memang sudah terbiasa, karena sudah bertahun-tahun kemacetan terjadi tanpa solusi.
Titik kemacetan di perbatasan Kabupaten Sarolangun-Batanghari lalu mulai dari Karmeo-Simpang Tembesi, titik terparah selanjutnya Simpang Tembesi-Sridadi.
"Waktu untuk anak dan isteri yang memang tergadai kalau sudah macet.
Kami sopir ini punya jadwal ya, hari ini dan jam sekian misalnya kami harus sudah berangkat, kalau macet, tentu tidak ada lagi waktu istirahat di rumah," kata pria yang akrab disapa Wawan.
Kerugian terbesar bagi Wawan adalah hilangnya waktu bersama keluarga. Selanjutnya duit jalan yang sering minus, membuatnya merogoh kocek sendiri.
"Kalau uang jalan habis, mau tidak mau pakai uang sendiri. Itu artinya setoran bulanan untuk di rumah berkurang," keluhnya.
Sementara itu, Rendi, sopir batubara mengaku kerap menjadi sasaran tembak kemarahan masyarakat.
"Kalau sudah macet lebih dari 12 jam, apalagi sudah lebih sehari semalam, kami sopir batu bara ini kadang yang disalah-salahkan masyarakat, disebut biang kemacetan," kata Rendi.
Lelaki yang telah membawa truk batu bara sejak 2020 lalu, mengatakan kemacetan sudah terjadi sejak 2021.
Angkutan batu bara sudah mencapai belasan ribu di jalanan.