Sejak kecil, Ki Manteb sudah laris sebagai dalang sehingga pendidikannya pun terbengkalai.
Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sekolah untuk mendalami karier mendalang.
Ki Manteb Sudarsono kemudian banyak belajar kepada para dalang senior untuk meningkatkan keahliannya.
Ia pernah belajar kepada dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan Ki Sudarman Gondodarsono yang terkenal ahli sabet, pada tahun 1974.
Pada tahun '70 dan '80-an, dunia pedalangan wayang kulit dikuasai oleh Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto.
Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk bisa tetap eksis dalam kariernya.
Jika Ki Narto mahir dalam seni dramatisasi, sedangkan Ki Anom mahir dalam olah suara, maka Ki Manteb memilih untuk mendalami seni menggerakkan wayang, atau yang disebut dengan istilah sabet.
Ki Manteb mengaku hobi menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan, untuk kemudian diterapkan dalam pedalangan.
Untuk mendukung keindahan sabet yang dimainkannya, ia pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal.
Pada awalnya, hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior.
Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb hingga akhirnya mulai diterima.
Ia kemudian dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.
Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, tetapi juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan sebagainya.
Selain itu ia juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja.