Artinya hanya yang merayakan yang diperbolehkan libur.
Baru dua tahun kemudian, tepat di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek dijadikan hari nasional.
Hal itu disampaikan Mega saat menghadiri Peringatan Nasional Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002.
Baca juga: Rayakan Imlek, Ruben Onsu Beberkan Persiapan, Suami Sarwendah Pasang Barongsai di Rumah
Sementara itu, penetapan Imlek sebagai hari libur nasional baru dilakukan pada 2003.
Pesan untuk Masyarakat Tionghoa
Gus Dur meminta masyarkat Tionghoa untuk terus berani memperjuangkan hak-haknya.
"Di mana-mana di dunia, kalau orang lahir ya yang dipakai akta kelahiran, orang menikah ya surat kawin, tidak ada surat bukti kewarganegaraan. Karena itu, saya mengimbau kawan-kawan dari etnis Tionghoa agar berani membela haknya," ujar dia.
Gus Dur mengatakan, etnis Tionghoa juga bagian dari Bangsa Indonesia.
Karena itu, tokoh Nahdlatul Ulama ini meminta seluruh masyarakat Indonesia memberikan hak dan kesempatan yang sama.
"Mereka adalah orang Indonesia, tidak boleh dikucilkan hanya diberi satu tempat saja. Kalau ada yang mencerca mereka tidak aktif di masyarakat, itu karena tidak diberi kesempatan," ucap Gus Dur.
"Cara terbaik, bangsa kita harus membuka semua pintu kehidupan bagi bangsa Tionghoa sehingga mereka bisa dituntut sepenuhnya menjadi bangsa Indonesia," ujar dia.
Bapak Tionghoa Indonesia
Tidak hanya keturunan Tionghoa, Gus Dur juga mendapat gelar 'Bapak Tionghoa Indonesia' pada 10 Maret 2004 silam dari kelenteng Tay Kek Sie.
Gelar itu bukan didasarkan pada kebijakan dan pemikiran-pemikirannya yang plural.
Saat penobatan, dia hadir dengan menggunakan baju cheongsam, meski harus duduk di kursi roda.