Sebuah penelitian yang dilakukan di Pennsylvania University, menyatakan tingkat perceraian pasangan muda yang menikah pada usia 18 tahun mencapai 60%.
Berbeda dengan usia yang lebih matang, 23 tahun ke atas, para pasangan ini memiliki tingkat perceraian hanya 30%.
Perceraian pasangan muda ini dapat dilatarbelakangi oleh berbagai faktor seperti keegoisan, perbedaan prinsip, dan bahkan campur tangan keluarga.
3. Bersiap-siap untuk mengalahkan ego pribadi
coachingwithroy.com
Dibutuhkan sikap bijaksana dan dewasa dalam menjalankan sebuah pernikahan.
Terkadang pasangan muda masih diidentikan dengan emosi yang labil dan kedewasaan yang kurang.
Untuk mengatasi hal ini, sebelum menikah seseorang harus "menyelesaikan diri sendiri" terlebih dulu.
Seperti mencapai cita-cita yang memang harus dicapai sebagai seorang lajang.
Misalnya pergi keliling Indonesia, bersekolah ke luar negeri ataupun membahagiakan ke dua orang tua secara maksimal.
Hal ini penting lantaran jika mereka sudah menikah, maka mereka harus saling mengkomunikasikan mimpi-mimpi tersebut.
4. Menikan bukan sekedar menyatukan dua kepala, tapi juga kedua keluarga
amazonaws.com
Lantaran dilahirkan dari dua keluarga yang berbeda, sepasang remaja yang memutuskan menikah muda harus belajar beradaptasi dengan keluarga pasangannya.
Banyak penyesuaian yang harus dilakukan untuk dapat diterima di keluarga istri ataupun suami.
Selain itu, mereka harus lebih terbuka dengan masukan dan kritikan dari mertua ataupun keluarga besar pasangan.
5. Bukan hanya memperoleh hak bersama, tetapi juga kewajiban bersama
wordpress.com
Ketika memutuskan untuk menikah muda, seseorang harus mengetahui konsekuensi apa saja yang harus diemban.
Semisal pria memutuskan menjadi suami, maka ia harus faham tugasnya sebagai imam.
Begitu juga dengan perempuan, mereka juga garus siap untuk memenuhi tanggungjawabnya sebagai makmum.
Dengan mengetahui "rules of the game", maka pernikahan akan terarah dan kuat meski dilakukan oleh remaja berusia belia.