Breaking News:

Berita Viral

WADUH! Kemendikbud Tutup 23 Kampus, 29 Lainnya dalam Evaluasi, Alasannya Terkuak: Pelanggaran Berat

Sebanyak 23 Perguruan Tinggi ditutup atau dicabut izin operasioanlnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud).

Editor: Putri Asti
kemendikbud.go.id
Kemendikbud cabut izin operasional sebanyak 23 kampus 

TRIBUNSTYLE.COM - Sebanyak 23 Perguruan Tinggi Swasta akan ditutup atau dicabut izin operasionalnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Selain itu, 29 kampus lainnya kini masih dalam evaluasi.

Diketahui, puluhan kampus tersebut akan ditutup karena telah melakukan pelanggaran berat.

Apa saja pelanggaran berat yang dilakukan kampus-kampus tersebut?

Kemendikbud cabut izin operasional sebanyak 23 kampus
Kemendikbud cabut izin operasional sebanyak 23 kampus

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengungkapkan ada sebanyak 23 perguruan tinggi swasta (PTS) yang dicabut izin operasionalnya atau ditutup.

Plt. Dirjen Diktiristek Kemendikbud Ristek, Prof. Nizam mengatakan, bagi mahasiswa yang sudah terlanjur masuk ke perguruan tinggi yang sudah ditutup, makan akan difasilitasi untuk pindah.

Baca juga: 2 Lulusan SD Bisa Retas Website Kampus & Pemprov di Indonesia, Digaji Rp 10 Juta untuk Grup Ini

Itu, kata dia, selama ada bukti pencapaian belajarnya untuk di transfer ke perguruan tinggi yang baru.

"Akan kita salurkan ke perguruan tinggi baru melalui LLDikti terdekat kampus atau mahasiswa tersebut," ujar dia kepada Kompas.com, seperti diberitakan Jumat (2/6/2023).

Langkah ini, kata dia, agar Kemendikbud bisa melindungi mahasiswa dan masyarakat.

"Kita usahakan, jangan sampai masyarakat dan mahasiswa ada yang menjadi korban dari kampus yang ditutup itu," jelas dia.

Kampus yang ditutup melakukan pelanggaran berat

Dia menyebut, kampus yang ditutup karena melakukan pelanggaran berat.

Mulai dari jual beli ijazah kepada mereka yang tidak berhak/tanpa proses belajar mengajar, manipulasi data mahasiswa, pembelajaran fiktif, penyalahgunaan KIP Kuliah, dan lainnya.

"Iya karena pelanggaran berat, makanya kita cabut izin operasionalnya (tutup)," tutur Prof. Nizam.

Lanjut dia menyatakan, 23 kampus yang ditutup itu merupakan dari hasil 52 aduan masyarakat terkait kampus yang bermasalah.

"Sisanya 29 masih kita tinjau kampus tersebut," jelas dia.

Jikalau kesalahan kampus masih bisa diperbaiki, sambung dia, maka akan ada pembinaan terlebih dahulu dari Kemendikbud Ristek.

23 kampus yang ditutup karena melakukan pelanggaran berat
23 kampus yang ditutup karena melakukan pelanggaran berat (Tribunnews.com)

Namun, bila sudah tidak bisa diperbaiki, terpaksa kampus itu ditutup dengan terpaksa.

Kemendikbud tidak bisa ungkap nama kampus yang ditutup

Direktur Kelembagaan Diktiristek Kemendikbud Ristek, Dr. Lukman menambahkan, Kemendikbud tidak bisa mengungkap 23 nama kampus yang ditutup.

Tujuannya, demi menjaga nama alumni dan mahasiswa dari kampus tersebut.

"Banyak juga ada orang-orang sukses, pejabat yang juga jadi alumni dari kampus tersebut," terang dia.

"Takutnya jadi bahan olok-olokan (hinaan) dari orang lain, nanti mereka jadi malu," tukas dia.

Kisah Lainnya - 2 Bocah lulusan SD yang ternyata bisa meretas website kampus

 Ini dia 2 sosok lulusan SD yang ternyata bisa meretas website kampus dan beberapa laman Pemerintah Provinsi.

Dilansir dari TribunJatim, Tim Siber Polda Jatim menangkap dua remaja hacker atau peretas website.

Diduga mereka dibayar oleh sebuah grup website perjudian di Kamboja, dan dibayar Rp 10 juta per bulan untuk menampilkan website judi di website yang mereka retas.

Tersangka berinisial DS (23) warga Legok, Tangerang, Provinsi Banten, dan AT (25) warga Cirebon, Jabar.

Tim Siber Polda Jatim berhasil menangkap dua remaja yang menjadi hacker peretas website resmi kampus dan kantor kedinasan jajaran di beberapa provinsi, termasuk Pemprov Jawa Timur, Rabu (31/5/2023). Tersangka berinisial DS (23) warga Legok, Tangerang, Provinsi Banten, dan AT (25) warga Cirebon, Jabar.
Tim Siber Polda Jatim berhasil menangkap dua remaja yang menjadi hacker peretas website resmi kampus dan kantor kedinasan jajaran di beberapa provinsi, termasuk Pemprov Jawa Timur, Rabu (31/5/2023). Tersangka berinisial DS (23) warga Legok, Tangerang, Provinsi Banten, dan AT (25) warga Cirebon, Jabar. (TribunJatim.com/Luhur Pambudi)

Mereka melakukan peretasan dengan cara mengubah tampilan wesbite resmi kampus atau organisasi perangkat daerah (OPD) pemprov sasarannya, dengan membubuhi fitur pop up iklan judi online. 

Catatan hasil penyidikan Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim, terdapat ratusan website kampus terkemuka dan juga OPD di beberapa provinsi, termasuk Pemprov Jatim, yang diretas oleh tersangka. 

Modusnya, adalah pembuat tools untuk meretas website dan dibagikan di grup hacker.

Bahkan, tersangka juga tercatat sebagai admin website perjudian di Kamboja, dengan upah Rp 10 juta per bulan. 

Baca juga: NGERI 2 Hari Lagi Data 15 Juta Nasabah BSI Bakal Bocor Gegara Hacker Ransomware Lockbit 3.0

Kedua tersangka merupakan admin mekanisme iklan situs judi online yang diketahui berpusat di salah satu negara Asia Tenggara, yakni Kamboja. 

Wakil Direktur Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Arman mengungkap alasan kedua tersangka menargetkan website lembaga pendidikan dan organisasi perangkat daerah, berdomain; go.id dan ac.id, untuk diretas dan dipasangi tampilan pop up iklan judi online. 

Karena saat situs diretas dan tampilan pop up iklan judi online telah terpampang, pihak Kemenkominfo atau Diskominfo masing-masing pemprov, tidak akan melakukan pemblokiran website. 

Tujuannya, lanjut AKBP Arman, yakni menaikkan kepadatan kunjungan user website judi online yang para hacker iklankan, dengan tetap mengoptimalkan mekanisme Search Engine Optimalisation (SEO). 

"Sehingga apabila mereka ini melakukan peretasan terhadap situs resmi tersebut, maka akan menaikkan SEO website judi online mereka tidak akan diblokir. Sehingga para pemburu situs judi online bisa selalu membuka situs tersebut," ujarnya di Gedung Bidang Humas Mapolda Jatim, Rabu (31/5/2023). 

Ia juga membocorkan nilai upah penghasilan yang didapat oleh kedua orang tersebut.

Setiap domain website yang dibobol, tersangka mendapatkan upah Rp 200 ribu. 

Bahkan, sebulan, mereka juga memperoleh bayaran yang bersifat tetap senilai Rp 10 juta, selama menjalankan tugas pembobolan atau peretasan website sebagai sarana pengiklanan situs judi online dari Kamboja. 

Namun AKBP Arman mengungkap, kedua tersangka itu, bekerja dengan cara demikian, untuk disetorkan hasilnya kepada pihak pemesan dari Kamboja, yang berbeda-beda. 

"Yang membiayai adalah pihak-pihak dari pemilik situs judi online yang kita tracing berasal dari Kamboja," katanya. 

Lalu dari mana kedua tersangka memiliki kemampuan peretasan tersebut, AKBP Arman mengatakan, keduanya memiliki kemampuan peretasan secara otodidak. 

Yakni, mereka bergabung dalam sebuah komunitas hacker dalam sebuah kanal sosial media yang terdapat di website gelap (darkweb). 

Kemudian, mereka akan saling bertukar informasi dan metode peretasan jaringan IT yang terdapat di dunia. 

Lanjut AKBP Arman, melalui kanal jaringan informasi grup para hacker tersebut, terbentuk sebuah pertaruhan gengsi antar hacker dengan menunjukkan pencapaian hasil peretasan yang dilakukannya. 

Namun, mengenai strata pendidikan, para tersangka, AKBP Arman mengungkap, keduanya ternyata hanya tamatan sekolah dasar (SD). 

"Mereka jalur formilnya hanya pendidikan SD, mereka memiliki kemampuan hackernya itu dari otodidak dan mempelajari hackernya itu dari komunitasnya. Jadi ada yang melatih dan ada yang dilatih di komunitas hacker," ungkapnya. 

Asal mula terbongkarnya kasus tersebut, AKBP Arman menerangkan, pihaknya memperoleh laporan dari sebuah perguruan tinggi negeri yang mengeluhkan adanya tindakan peretasan situs pascasarjana sebuah kampus teknik negeri terkemuka di Kota Surabaya, pada Februari 2023.

Kemudian, setelah dilakukan penyelidikan, tersangka AT berhasil ditangkap di Cirebon, Jabar, pada Selasa (28/3/2023).

Sedangkan, DS berhasil ditangkap setelah pulang dari Kamboja, pada Minggu (7/5/2023), saat berada di Legok, Tangerang, Provinsi Banten. 

Akibat perbuatannya, kedua tersangka, dikenakan UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

"Ancaman hukuman 10 tahun dan denda Rp 10 miliar," pungkas mantan Kapolres Sampang itu. 

(*)

Diolah dari Kompas.com dan TribunJatim.com

Sumber: Kompas.com
Tags:
kampusPerguruan Tinggi Swasta (PTS)Kemendikbudbeli ijazahberita viral hari ini
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved