Virus Corona
Pandemi Covid-19 Sudah Tak Semenakutkan Dulu, Siapkah Kita Menuju Transisi Era Endemi?
Jumlah kasus Covid-19 yang semakin melandai, inikah tandanya kita segera menyongsong era transisi dari pandemi ke endemi?
Penulis: Delta Lidina
Editor: Ika Putri Bramasti
Penanganan yang tidak terlampau darurat karena memang tidak ada gejala apa-apa.
Warga kanan-kiri Nia juga tak terlalu mempermasalahkan kondisinya kala itu.
Tidak separno orang-orang saat ada tetangga atau rekan sekitarnya terkena Covid-19 di periode awal hadirnya si virus di Indonesia.
Ota (24) warga Karanganyar, Jawa Tengah sampai harus menghadapi amukan warga kampung saat dirinya yang bekerja sebagai seorang tenaga kesehatan (nakes) tertular virus corona.
Saking teganya, warga di kampungnya bahkan sampai ingin mengusir dia dan keluarganya dari kediaman.
Kala itu Ota terkena corona masih di periode-periode awal dimana si virus masih dianggap sebagai monster pembunuh.
Kondisi yang berbanding terbalik dengan Nia.
Nia adalah contoh segelintir kasus dari banyaknya jiwa yang masih terpapar Covid-19 di masa landai sekarang ini.
Lantas bagaimana dengan kelanjutan isu masa transisi endemi yang sempat tercetus di atas?
Secara terang-terangan, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin begitu menekankan kesiapan masyarakat dalam masa trasisi tersebut.
Kesiapan tersebut tentu saja kewajiban untuk segera melakukan vaksinasi dosis lengkap.
Hal ini karena vaksinasi adalah faktor penting dalam upaya transisi dari pandemi ke endemi.
Namun benarkah ini waktu yang tepat atau malah terkesan terburu-buru?
Kita harus bisa bedakan apakah kondisi Indonesia ini benar-benar merujuk ke transisi endemi atau hanya saja ingin ada pelonggaran aktivitas.
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menerangkan kondisi kesiapan Indonesia bahkan dunia untuk masa trasnsisi endemi.
Sebetulnya indikator penyakit menular terbagi dalam tiga level, yakni pandemi, epidemi, endemi.
"Saat ini, Indonesia dan di dunia sekalipun ketika pandemi masih ada, status persebaran wabah tetap dinamis antara pandemi, epidemi atau endemi," jelasnya saat diwawancarai tim Tribunnews.com.
Dicky juga mengatakan sesungguhnya situasi pandemi berangsur telah berakhir.
Ini ditandai dengan angka reproduksi paling tinggi satu atau di bawah satu.

Positivity rate pun juga sudah jauh di bawah lima persen.
Menurutnya, kondisi yang demikianlah memang sudah bisa diarakan ke masa transisi dan ini juga harus segera disiapkan.
"Tapi ingat, karena ini bungkusnya masih pandemi, tentunya masih akan ada ancaman kapanpun dari manapun yang bisa datang tiba-tiba," lanjutnya.
Dengan kondisi yang demikian, agaknya Indonesia sudah cukup siap untuk beralih ke masa transisi endemi.
Namun, WHO justru masih ngerem untuk menyatakan status transisi endemi.
Ini disebabkan virus corona masih bisa memicu wabah besar di seluruh dunia.
Perlu digarisbawahi di sini, saat status sudah menjadi endemi, bukan berarti virus corona lalu hilang seketika.
Mereka masih akan tetap ada, menjadi penyakit endemik yang tentunya masih membahayakan jiwa.
Mirip dengan kasus penyakit endemik lainnya, di antaranya tuberkulosis (TBC), malaria, virus Zika hinggga virus Ebola.
Kesehatan masyarakat
Meski Covid-19 disebutkan lebih rentan menyerang usia lanjut, toh nyatanya Dimas, Nia serta Ota juga masih mendapatkan kesempatan untuk mencicipi tersiksanya dijangkiti virus menyebalkan ini.
Terlebih berdasarkan penuturannya, mereka juga tak pernah kendor untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dengan lengkap.
Yang kita ketahui protokol kesehatan masih sebatas rutin mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak atau social distancing hingga melakukan vaksinasi Covid-19 lengkap dengan suntikan booster-nya.
Sadar atau tidak, di masa yang sudah melandai ini kita tetap terbiasa melakukan protokol kesehatan itu.
Motivasi utamanya, jelas untuk terhindar dan pencegahan penularan Covid-19.
Nampaknya, habbit ini akan terus dilakukan di masa transisi endemi sekalipun.
Dicky mewanti-wanti kepada masyarakat untuk belajar dari pandemi Covid-19 dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Ini erat kaitannya dengan makanan dan minuman yang kita konsumsi serta kebutuhan sanitasi lingkungan hingga kualitas udara.
"Itu semua tidak boleh kita abaikan dan tidak perbaiki. Kalau kita gagal meningkatkan upaya standar kesehatan, baik diri maupun lingkungan, ini yang membuat situasi semakin rawan menghadapi ancaman berikut," kata Dicky.
Terbebas dari wabah memang menjadi tujuan utamanya sekarang ini.
Perilaku hidup manusia juga harus berubah ke arah yang lebih sehat.
Saatnya untuk aware dan jangan sampai abai dengan hal-hal sensitif yang berkaitan dengan virus.
Bukan tidak mungkin setelah ini akan hadir wabah kembali yang memang semakin rentan terjadi.
Belum usai kasus Covid-19 pun kini sudah bermunculan virus-virus baru yang cukup meresahkan, antara lain Monkey Pox, virus Hendra atau bisa saja mutasi-mutasi virus corona yang baru. (Delta Lidina)