Breaking News:

Virus Corona

Pandemi Covid-19 Sudah Tak Semenakutkan Dulu, Siapkah Kita Menuju Transisi Era Endemi?

Jumlah kasus Covid-19 yang semakin melandai, inikah tandanya kita segera menyongsong era transisi dari pandemi ke endemi?

Penulis: Delta Lidina
Editor: Ika Putri Bramasti
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Siapkah kita menghadapi masa transisi endemi? (Foto: Ilustrasi) 

TRIBUNSTYLE.COM - Masih lekat dalam ingatan Dimas betapa remuk tubuhnya kala itu.

Dimas (31), seorang pegawai swasta di Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara harus terkulai lemas karena hantaman Covid-19 varian Omicron.

Jangankan untuk membangunkan tubuhnya, hanya sekedar untuk membuka mata saja rasanya sudah tak karuan.

Omicron menjadi satu di antara varian Covid-19 yang menimbulkan keresahan masyarakat dunia karena kasusnya yang begitu melonjak.

Berdasarkan catatan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, kasus pertama Omicron di Indonesia diduga dari Warga Negara Indonesia (WNI) yang datang dari Nigeria.

Kasus pertama tersebut muncul pada tanggal 27 November 2021.

Memang gejala Omicron terbilang lebih kompleks, antara lain gejala sakit kepala hebat, pilek, sakit tenggorokan, linu maksimal pada tulang hingga batuk terus-menerus.

Pantas saja Dimas mengaku begitu menderita saat sekitar satu minggu terjangkit Omicron yang membuatnya tak bisa melakukan aktivitas rutinnya.

Omicron hanya sebagian kecil dari fenomena Covid-19 di negri ini.

Hal ini karena kita sudah agak "terbiasa" melalui masa-masa sulit lonjakan kasus Covid-19.

Sebelum Omicron "menyapa", Indonesia sudah terlebih dahulu diubek-ubek dengan kasus varian Delta.

Kita tiriskan sejenak kapan pertama kali Indonesia terjangkit virus ini, meski memang tak akan pernah bisa dilupakan.

Delta menjadi varian yang paling buruk, pun bahaya.

Ukuran bahaya dan buruknya varian ini bisa dilihat dari tingkat penyebaran dan penularan Delta yang benar-benar cepat.

Varian ini benar-benar menggila pada periode Juni 2021 dan puncaknya Juli 2021 lalu.

Kemenkes melalui Direktur Pencegahan dan Pengendalian Panyakit menular Langsung, Siti Nadia Tarmizi bahkan menyebutkan penularan varian Delta enam kali lebih cepat dibandingkan varian yang terlebih dulu masuk Indonesia misalnya Alpha dan Beta.

Dari catatan Kemenkes, berkat rakusnya Delta, Indonesia mengalami puncak lonjakan kasus Covid-19 mencapai 56.757 pada 15 Juli 2021.

Selain itu, di periode yang berdekatan, kematian di negara ini mencatatkan jumlah kematian dengan rekor tertinggi selama pandemi, yakni 2069 jiwa dalam sehari.

Benar-benar gila dan hampir tak terkendali.

Pemerintah pun begitu susah payah mengkoordinasi dan mengusahakan penanggulanggan Covid-19 di setiap daerah.

Gencaran vaksin semakin digas tanpa rem untuk bisa menghambat penularan Covid-19 berbagai varian.

Barangkali masih bisa sedikit terasa tusukan jarum suntik di lengan kiri kita.

Bagaimana perjuangan pemerintah untuk bisa meratakan vaksin di setiap daerah memang sudah cukup terpadu.

Meskipun sempat bentrok dengan pihak-pihak tertentu yang menolak diberikan suntikan vaksin kendati diberikan secara gratis.

Vaksin pertama memang menjadi awal secercah harapan baru bagi masyarakat bisa bernapas lega.

"Ayo ndang vaksin, ben ora ketularan Corona (ayo segera vaksin, biar tidak tertular Corona)," kata Lily seorang ibu rumah tangga yang semangat dan yakin si virus bakal segera pergi setelah vaksin disuntikkan.

Nyatanya, vaksin pertama pun tidak cukup dan masih harus dilanjutkan dengan vaksin kedua.

Nah, tak sampai di situ saja, vaksin pertama dan vaksin kedua masih harus dilengkapi pula dengan vaksin ketiga lalu, yakni suntikan booster yang memiliki dua tahap.

Sejalan dengan pernyataan dari Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Dirinya mengklaim garis finish pandemi Covid-19 sudah mulai terlihat.

Untuk itulah masyarakat didesak agar lebih siap namun juga tetap waspada.

Kendati demikian, hingga semester kedua tahun 2022 ternyata masih ada masyarakat yang belum mendapatkan suntikan vaksin.

Entah karena menganggap Covid-19 sudah tak ada atau memang malas saja.

Kini kondisi pandemi Covid-19 dirasa tak semenakutkan dulu, meskipun masih tetap ada ancaman-ancaman bahayanya.

Beberapa instansi telah menerapkan aktivitas pekerjaan secara normal, di samping tetap diterapkannya protokol kesehatan.

Sekolah-sekolah sudah bisa bertatap muka, geliat ekonomi di pusat perbelanjaan kembali hidup, moda transportasi sudah beroperasi normal hingga mengadakan pertemuan tanpa perlu social distancing ketat pun sudah bisa dilanjutkan.

Kesiapan untuk masa transisi endemi

Apakah ini saatnya kita ucapkan selamat tinggal pandemi?

Lalu setelah ini pantaskah untuk say hello dengan endemi?

Tapi tunggu dulu, meski ada tren kasus Covid-19 yang menurun, nyatanya masih ada pula yang terjangkit virus nakal ini.

Sebut saja Nia (30), warga Tulangbawang, Lampung.

Nia sungguh tak menyangka, dia dinyatakan positif virus corona setelah melakukan tes PCR.

Pikirannya sampai bingung, entah dari mana dia tertular, bahkan gejala-gejala signifikan pun tak ia rasakan.

"Badan kadang berasa anget, kadang biasa, lalu tenggorokan banyak dahak," kata Nia mengingat-ingat kembali apa yang dirasakannya waktu itu.

Dia hanya berdiam di kamar, minum air putih banyak dan minum obat dari Kemenkes.

Penanganan yang tidak terlampau darurat karena memang tidak ada gejala apa-apa.

Warga kanan-kiri Nia juga tak terlalu mempermasalahkan kondisinya kala itu.

Tidak separno orang-orang saat ada tetangga atau rekan sekitarnya terkena Covid-19 di periode awal hadirnya si virus di Indonesia.

Ota (24) warga Karanganyar, Jawa Tengah sampai harus menghadapi amukan warga kampung saat dirinya yang bekerja sebagai seorang tenaga kesehatan (nakes) tertular virus corona.

Saking teganya, warga di kampungnya bahkan sampai ingin mengusir dia dan keluarganya dari kediaman.

Kala itu Ota terkena corona masih di periode-periode awal dimana si virus masih dianggap sebagai monster pembunuh.

Kondisi yang berbanding terbalik dengan Nia.

Nia adalah contoh segelintir kasus dari banyaknya jiwa yang masih terpapar Covid-19 di masa landai sekarang ini.

Lantas bagaimana dengan kelanjutan isu masa transisi endemi yang sempat tercetus di atas?

Secara terang-terangan, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin begitu menekankan kesiapan masyarakat dalam masa trasisi tersebut.

Kesiapan tersebut tentu saja kewajiban untuk segera melakukan vaksinasi dosis lengkap.

Hal ini karena vaksinasi adalah faktor penting dalam upaya transisi dari pandemi ke endemi.

Namun benarkah ini waktu yang tepat atau malah terkesan terburu-buru?

Kita harus bisa bedakan apakah kondisi Indonesia ini benar-benar merujuk ke transisi endemi atau hanya saja ingin ada pelonggaran aktivitas.

Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menerangkan kondisi kesiapan Indonesia bahkan dunia untuk masa trasnsisi endemi.

Sebetulnya indikator penyakit menular terbagi dalam tiga level, yakni pandemi, epidemi, endemi.

"Saat ini, Indonesia dan di dunia sekalipun ketika pandemi masih ada, status persebaran wabah tetap dinamis antara pandemi, epidemi atau endemi," jelasnya saat diwawancarai tim Tribunnews.com.

Dicky juga mengatakan sesungguhnya situasi pandemi berangsur telah berakhir.

Ini ditandai dengan angka reproduksi paling tinggi satu atau di bawah satu.

Gambar ilustrasi virus corona
Gambar ilustrasi virus corona (Justin TALLIS / AFP)

Positivity rate pun juga sudah jauh di bawah lima persen.

Menurutnya, kondisi yang demikianlah memang sudah bisa diarakan ke masa transisi dan ini juga harus segera disiapkan.

"Tapi ingat, karena ini bungkusnya masih pandemi, tentunya masih akan ada ancaman kapanpun dari manapun yang bisa datang tiba-tiba," lanjutnya.

Dengan kondisi yang demikian, agaknya Indonesia sudah cukup siap untuk beralih ke masa transisi endemi.

Namun, WHO justru masih ngerem untuk menyatakan status transisi endemi.

Ini disebabkan virus corona masih bisa memicu wabah besar di seluruh dunia.

Perlu digarisbawahi di sini, saat status sudah menjadi endemi, bukan berarti virus corona lalu hilang seketika.

Mereka masih akan tetap ada, menjadi penyakit endemik yang tentunya masih membahayakan jiwa.

Mirip dengan kasus penyakit endemik lainnya, di antaranya tuberkulosis (TBC), malaria, virus Zika hinggga virus Ebola.

Kesehatan masyarakat

Meski Covid-19 disebutkan lebih rentan menyerang usia lanjut, toh nyatanya Dimas, Nia serta Ota juga masih mendapatkan kesempatan untuk mencicipi tersiksanya dijangkiti virus menyebalkan ini.

Terlebih berdasarkan penuturannya, mereka juga tak pernah kendor untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dengan lengkap.

Yang kita ketahui protokol kesehatan masih sebatas rutin mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak atau social distancing hingga melakukan vaksinasi Covid-19 lengkap dengan suntikan booster-nya.

Sadar atau tidak, di masa yang sudah melandai ini kita tetap terbiasa melakukan protokol kesehatan itu.

Motivasi utamanya, jelas untuk terhindar dan pencegahan penularan Covid-19.

Nampaknya, habbit ini akan terus dilakukan di masa transisi endemi sekalipun.

Dicky mewanti-wanti kepada masyarakat untuk belajar dari pandemi Covid-19 dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Ini erat kaitannya dengan makanan dan minuman yang kita konsumsi serta kebutuhan sanitasi lingkungan hingga kualitas udara.

"Itu semua tidak boleh kita abaikan dan tidak perbaiki. Kalau kita gagal meningkatkan upaya standar kesehatan, baik diri maupun lingkungan, ini yang membuat situasi semakin rawan menghadapi ancaman berikut," kata Dicky.

Terbebas dari wabah memang menjadi tujuan utamanya sekarang ini.

Perilaku hidup manusia juga harus berubah ke arah yang lebih sehat.

Saatnya untuk aware dan jangan sampai abai dengan hal-hal sensitif yang berkaitan dengan virus.

Bukan tidak mungkin setelah ini akan hadir wabah kembali yang memang semakin rentan terjadi.

Belum usai kasus Covid-19 pun kini sudah bermunculan virus-virus baru yang cukup meresahkan, antara lain Monkey Pox, virus Hendra atau bisa saja mutasi-mutasi virus corona yang baru. (Delta Lidina)

Sumber: Tribunnews.com
Tags:
Covid-19endemipandemiKalimantan UtaraOmicron
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved