Hari Puisi Nasional 26 Juli atau 28 April? Dua Versi yang Berhubungan dengan Sosok Chairil Anwar
Hari Puisi Nasional 26 Juli atau 28 April? Simak sejarahnya, berkaitan dengan sosok penyair Chairil Anwar.
Penulis: Gigih Panggayuh Utomo
Editor: Delta Lidina Putri
TRIBUNSTYLE.COM - Hari Puisi Nasional 26 Juli atau 28 April? Simak sejarahnya, berkaitan dengan sosok penyair Chairil Anwar.
Hari ini, 26 Juli 2022, diperingati sebagai Hari Puisi Nasional, tepat 100 tahun Chairil Anwar lahir di dunia.
Chairil Anwar dikenal sebagai penyair yang berpengaruh bagi perkembangan sastra Indonesia.
Namun, sebagian orang memilih tanggal 28 April sebagai Hari Puisi Nasional lantaran tepat dengan hari di mana ia meninggal.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sendiri memperingati Hari Puisi Nasional pada 28 April 2022.
Bukan tanpa sebab 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional.
Baca juga: Mengenang Chairil Anwar yang Lahir 100 Tahun Lalu, 26 Juli 1922, Penyair Berjuluk Binatang Jalang
Baca juga: Sederet Karya serta Puisi Radhar Panca Dahana, Kini Sang Pengarang Telah Tutup Usia
 
Pada era 1950-an, tanggal kematian Chairil (28 April) sempat diperingati sebagai Hari Sastra Nasional.
Meski begitu, penetapan ini tidak disambut oleh semua penyair Indonesia, dan sebagian kelompok menetapkan Hari Sastra sesuai tanggal lahir penyair lainnya.
Sementara itu, tanggal lahir Chairil (26 Juli) diperingati sebagai Hari Puisi Nasional.
Pada 22 November 2012, dideklarasikan Hari Puisi Nasional 26 Juli di Pekanbaru, Riau.
Kala itu, penyair Sutardji Calzoum Bachri mengatasnamakan para penyair Indonesia yang datang dari berbagai daerah.
Sutardji membacakan teks deklarasi tersebut di Anjungan Idrus Tintin setelah ditandatangani oleh 40 penyair dari Aceh sampai Papua.
Adanya dua versi Hari Puisi Nasional itu sama-sama tak lepas dari kehidupan Chairil Anwar sebagai penyair yang berpengaruh.
Mari mengenang sosok penyair besar yang dimiliki bangsa ini.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini sekilas profilnya.
 
Profil Chairil Anwar
Sosok penyair besar ini lahir pada 26 Juli 1922.
Chairil Anwar lahir di Medan, yang dulu merupakan kota di Sumatra Timur, saat Indonesia masih dikenal sebagai Hindia Belanda.
Ia mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda.
Kemudian, Chairil meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).
Saat usianya mencapai 18 tahun, dia tidak lagi bersekolah.
Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.
Penyair Muda Produktif
Pada kisaran tahun 1940, Chairil pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan ibunya yang bercerai.
Dari situ, ia kemudian menggeluti dunia sastra.
Setelah mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942, Chairil terus menulis.
Puisinya menyangkut berbagai tema; mulai dari pemberontakan, kematian, individualisme, eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.
Ia dikenal sebagai penyair terkemuka Indonesia, yang diperkirakan telah menulis 96 karya termasuk 70 puisi semasa hidup.
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan puisinya yang berjudul Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun.
Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, Chairil dinobatkan oleh HB Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia.
Puisi karya Chairil yang paling terkenal adalah berjudul 'Aku' dan 'Karawang Bekasi'.
Dari salah satu karya puisinya yang berjudul 'Aku', Chairil Anwar lantas dijuluki 'Binatang Jalang'.
Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman, bahasa Rusia dan Spanyol.
 
Kontroversi Plagiarisme
Puisi hasil karya Chairil sempat dituduh sebagai hasil plagiarisme oleh HB Jassin.
Hal itu disampaikan Jassin dalam tulisannya pada Mimbar Indonesia yang berjudul 'Karya Asli, Saduran, dan Plagiat'.
Ia membahas tentang kemiripan puisi Karawang-Bekasi dengan The Dead Young Soldiers karya Archibald MacLeish.
Namun, Jassin tidak menyalahkan Chairil.
Menurutnya, meskipun mirip, tetap ada rasa Chairil di dalamnya.
Sementara itu, sajak MacLeish, menurut Jassin, hanyalah katalisator penciptaan.
Meninggal di Usia Muda
Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit telah menimpa Chairil.
Ia meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta, pada tanggal 28 April 1949.
Penyebab kematiannya tidak diketahui pasti, menurut dugaan lebih karena penyakit TBC.
Ia dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.
Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949. (TribunStyle.com/Gigih Panggayuh)
 
							 
                 
											