Mengenang Ki Hajar Dewantara, Kelahirannya 2 Mei Diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional
Memperingati Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei, mengenang sosok Ki Hajar Dewantara.
Penulis: Gigih Panggayuh Utomo
Editor: Dhimas Yanuar
TRIBUNSTYLE.COM - Memperingati Hari Pendidikan Nasional, mengenang sosok Ki Hajar Dewantara.
Hari ini, selain Lebaran 2022 atau Idul Fitri 1443 H, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).
Peringatan ini sebenarnya merupakan hari nasional yang bukan hari libur.
Adapun tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hardiknas untuk mengenang hari kelahiran Ki Hajar Dewantara.
Ia merupakan tokoh pelopor pendidikan di Indonesia, dan pendiri lembaga Taman Siswa.
Atas jasanya, Ki Hajar Dewantara dijuluki Bapak Pendidikan Nasional.
Pada Hari Pendidikan Nasional 2021 ini, mari lebih mengenal kiprahnya sebagai pelopor pendidikan.
Dilansir dari berbagai sumber, ini 5 fakta seputar sosok Ki Hajar Dewantara, dari nama lahir hingga semboyannya yang terkenal sampai saat ini.
Baca juga: Mengenang Benyamin Sueb, Perjalanan Karier Seniman Legendaris Betawi Kelahiran 5 Maret 1939
Baca juga: Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik yang Meninggal 21 Februari 1949 di Moncong Senjata Tentara

Profil Ki Hajar Dewantara, Bernama Asli Soewardi Soerjaningrat
Sebenarnya, Ki Hajar Dewantara bukanlah nama lahirnya.
Bapak Pendidikan Nasional ini bernama lengkap Raden Mas Soewardi Soerjaningrat.
Ia lahir di Pakualaman pada 2 Mei 1889 dan meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959.
Soewardi mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1922.
Gelar Raden Mas pada nama aslinya ia lepas agar bisa bebas dekat dengan rakyat baik fisik maupun jiwa.
Ki Hajar Dewantara meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959, pada umur 69 tahun.
Beberapa orang mengeja namanya dengan ejaan lama, Ki Hadjar Dewantara.
Jurnalis dan Pemuda Aktif pada Masa Kolonial
Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang penulis, wartawan muda, dan tokoh yang aktif di organisasi pemuda pada masa kolonial Belanda.
Tulisan-tulisannya terkenal keras dan mengandung kritikan-kritikan pedas yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda atas tindakan yang sewenang-wenang kepada orang-orang pribumi.
Ia sempat bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Mendirikan Taman Siswa
Ki Hadjar Dewantara sempat diasingkan di Belanda bersama kedua rekannya, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo.
Ketiga tokoh yang dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai itu diasingkan karena protes dan tulisan pedas terhadap pemerintahan Hindia Belanda.
Pada masa pengasingan di Belanda, banyak pengaruh yang mendasarinya mengembangkan sistem pendidikan.
Ki Hadjar kembali ke Indonesia pada bulan September 1919 dan segera bergabung ke sekolah binaan saudaranya.
Pada 3 Juli 1922, ia mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa.
Perguruan Taman Siswa adalah suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Semboyan Tut Wuri Handayani
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya hingga kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia.
Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi 'ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani'.
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira bunyinya adalah 'di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan'.
Kalimat terakhir, 'tut wuri handayani' menjadi slogan di logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia hingga kini.

Pernah Menjadi Menteri Pendidikan
Pada kabinet pertama Republik Indonesia, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia pertama.
Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada.
Ki Hadjar juga dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959).
Pada Surat Keputusan itu juga, hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional.
(TribunStyle.com/Gigih Panggayuh)