Selamat Hari Puisi Nasional! Mengapa Diperingati Setiap 28 April? Ini Sejarah Lengkapnya
Mengenang sosok Chairil Anwar, simak sejarah lengkap Hari Puisi nasional yang diperingati setiap 28 April.
Penulis: Amirul Muttaqin
Editor: Triroessita Intan Pertiwi
Reporter: Amirul Muttaqin
TRIBUNSTYLE.COM - Mengenang sosok Chairil Anwar, simak sejarah lengkap Hari Puisi nasional yang diperingati setiap 28 April.
Setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia.
Penentuan tanggal ini sekaligus mengenang wafatnya Chairil Anwar, penyair terkemuka Indonesia.
Hal tersebut tentu memiliki alasan, Chairil dinilai memiliki peran yang besar bagi dunia sastra khususnya puisi Indonesia.
Ia menjadi salah satu tokoh pelopor Angkatan 45 sekaligus puisi modern Indonesia.
Baca juga: Hari Puisi Nasional, Mengenang Chairil Anwar Lewat Sajak, Ini 7 Karya Si Binatang Jalang
Baca juga: Sederet Karya serta Puisi Radhar Panca Dahana, Kini Sang Pengarang Telah Tutup Usia
Sejarah Hari Puisi Nasional
Berdasarkan buku 'Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya' (2009) karya Sri Sutjianingsih, pada zaman pendudukan Jepang, pemerintah Jepang menaruh minat besar pada kesenian, termasuk kesenian Indonesia.
Di saat bersamaan, pemerintah Jepang melarang adanya perkumpulan (organisasi).
Beberapa seniman seperti Anjar Asmara dan Kamajaya kemudian menemui Soekarno membahas gagasan tentang mempersatukan kaum seniman dalam suatu wadah.
Soekarno bersedia memprakarsai pendirian Pusat Kesenian Indonesia untuk menyatukan para seniman.
Pusat Kesenian Indonesia berdiri pada 6 Oktober 1942 dengan Ketua Sanusi Pane.
Organisasi ini bertujuan untuk menyesuaikan dan memperbaiki kesenian daerah menuju kesenian Indonesia baru.
Adanya pusat kesenian itu membuat pemerintah Jepang mempersiapkan Pusat Kebudayaan, yang pada hakekatnya sebagai bujukan halus agar Pusat Kesenian luluh dalam Pusat Kebudayaan sehingga semua kegiatan kesenian ada di bawah Jepang, khususnya Shindenbu.
Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) berdiri pada 1 April 1943 tetapi baru diresmikan pada 29 April 1943 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Tennoo Heika.
Tujuan lembaga Pusat Kebudayaan ini agar para seniman bekerja untuk kepentingan Jepang.
Awalnya para seniman menerima maksud Jepang secara antusias.
Tetapi sejak awal Chairil Anwar curiga dengan maksud Jepang.
Ia bersama Amal Hamzah dan beberapa kawan menyindir seniman-seniman yang mau membantu Jepang.
Chairil punya pandangan tersendiri tentang seni dan menghendaki pembaharuan atas Angkatan Pujangga Baru yang dianggap tidak lagi sesuai dengan situasi zamannya.
Ia meninggalkan ukuran dan ikatan lama, untuk mengembangkan corak dan iklim baru.
Chairil menghendaki perubahan bagi generasinya yaitu generasi sesudah perang, dengan meninggalkan kaidah yang sudah ada yang cenderung mendayu-dayu.
Sehingga sajak-sajak Chairil memberi napas baru bagi kesusasteraan Indonesia.
Pada saat itu, bangsa Indonesia sedang di bawah kekuasaan Jepang yang tidak memberikan kebebasan berpikir dalam seni dan budaya.
Tetapi justru saat itulah Chairil membuat suatu revolusi dalam kesusateraan Indonesia.
Ia membawa aliran baru yang disebut ekspresionisme, suatu aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsyafan.
HB Jassin menyebut angkatan Chairil sebagai Angkatan 45 bersama para tokoh lain yaitu Asrul Sani, Rivai Apin, Idrus, dan lain-lain.
Tetapi baru pada 1948 Rosihan Anwar menyebut Angkatan 45 yang kemudian secara resmi dipergunakan oleh semua pihak.
Secara garis besar, ciri-ciri angkatan 45 adalah penghematan bahasa, kebebasan pribadi, individualisme, berpikir lebih kritis dan dinamis.
Chairil mengatakan, penamaan Angkatan 45 harus berdiri sendiri, menjalankan dengan tabah dan berani nasibnya sendiri, menjadi pernyataan revolusioner.
Ia tak ingin bersifat sentimentil dan merendahkan diri secara berlebihan dalam menghadapi setiap persoalan.
Chairil ingin menjadi manusia wajar, merdeka mengeluarkan pendapat sendiri dan duduk sama rendah dengan sesama manusia di dunia ini.
Baca juga: Mengenang Umbu Landu Paranggi Lewat Barisan Sajaknya, Ini 5 Puisi Karya Sang Presiden Malioboro
Baca juga: 5 Puisi tentang Ibu Karya Penyair Terkenal Indonesia, dari Chairil Anwar hingga Joko Pinurbo
Bagi bangsa Indonesia, nama Chairil Anwar bukanlah suatu nama yang asing, terutama bagi sastrawan-sastrawan, guru-guru, pelajar maupun mahasiswa.
Hal itu karena Chairil telah berhasil mengadakan pembaharuan dalam kesusasteraan terutama dalam puisi, sesudah Pujangga Baru.
Pembaharuan itu meliputi penggunaan bahasa, pandangan hidup, dan sikap hidup.
Chairil telah mempelopori lahirlah satu angkatan kesusasteraan baru yang disebut Angkatan 45.
Secara garis besar, ciri-ciri angkatan 45 adalah penghematan bahasa, kebebasan pribadi, individualisme, berpikir lebih kritis dan dinamis.
Dia membawa aliran baru yang disebut ekspresionisme, suatu aliran seni yang menghendaki kedekatan pada sumber asal pikiran dan keinsyafan.
Chairil mendapat pengaruh dari penyair-penyair Belanda angkatan sesudah Perang Dunia I seperti Marsman, Du Perron dan Ter Braak.
Gagasan-gagasannya mengenai penciptaan dan sikap hidup masih terus merupakan inspirasi, juga bagi generasi-generasi penerusnya.
Mengutip Harian Kompas, 28 April 1995, sajaknya yang berjudul "Aku" melukiskan jiwa Chairil serta pribadi dan cita-citanya.
Menurut guru besar Fakultas Sastra Unpad, J.S. Badudu, sifat individualisme Chairil tampak benar dalam puisinya itu, seolah-olah dirinyalah yang menjadi ukuran masyarakat dan dunia luar.
Karya Chairil Anwar yang sangat terkenal adalah sajak berjudul "Aku". Berikut sajaknya:
Kalau sampai waktuku
Kumau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Atas jasa-jasanya sebagai pelopor Angkatan 45, Pemerintah Republik Indonesia memberikan suatu Anugerah Seni kepada Chairil Anwar, dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Agustus 1969, No. 071I1969.
Anugerah Seni tersebut diterimakan kepada puteri Chairil satu-satunya yaitu Evawani Alissa.
Kemudian hari wafatnya Chairil Anwar ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional.
(Tribunstyle/ Amr)
Sebagian artikel telah tayang di KOMPAS.com