Breaking News:

Hari Kartini

DITINGGAL Wafat Ibu Usia 4 Hari, Hidup Putra RA Kartini Pilu, Titip 1 Wasiat Ini untuk Keturunannya

Sang ibu wafat saat usianya masih 4 hari, kisah hidup Soesalit Djojoadhiningrat putra RA Kartini berakhir pilu. Wasiat untuk keturunannya terkuak.

Editor: Monalisa
Kolase Tribun Jabar
RA Kartini dan sang putra, Soesalit Djojoadhiningrat 

TRIBUNSTYLE.COM - Ibunya sosok penting yang selalu dirayakan tepat tanggal 21 April, siapa sangka, kisah hidup putra tunggal RA Kartini tak kalah memilukan.

Tak banyak yang tahu, kisah hidup Soesalit Djojoadhiningrat, putra RA Kartini begitu menyayat hati.

Bagaimana tidak, di usianya yang masih berumur empat hari, Soesalit Djojoadhiningrat harus kehilangan sang ibunda RA Kartini untuk selamanya.

Saat itu, ayah Soesalit Djojoadhiningrat adalah seorang Bupati Rembang bernama Raden Mas Adipati Ario Djojodiningrat.

Tak lama setelah kematian ibunya, Soesalit lagi-lagi merasakan kehilangan pada usia muda.

Pada usianya 8 tahun, ayahnya, Raden Mas Ario Djojodiningrat meninggal dunia.

Baca juga: PENAMPAKAN 4 Ruas Jalan di Belanda dengan Nama Kartini Bersebelahan Jalan M Hatta & Sutan Sjahrir

Baca juga: MAKNAI Hari Kartini 21 April dengan Mengetahui Sejarah Ditetapkannya dan 20 Kutipan Inspiratif

RA Kartini semasa hidup bersama sang suami, Raden Mas Soesalit
RA Kartini semasa hidup bersama sang suami, Raden Mas Soesalit (blogspot.com)

Dalam usianya yang masih muda, Soesalit sudah merasakan kehilangan sosok ayah dan ibu.

Beruntungnya saudara tiri tertuanya, Abdulkarnen Djojodhinigrat mau mengurus Soesalit.

Abdulkarnen bahkan mengurusi Soesalit dari urusan sekolah hingga pekerjaan.

Abdulkarnen juga ini nantinya memangku jabatan Bupati Rembang menggantikan ayah Soesalit.

Diketahui Soesalit bersekolah di sekolah yang sama dengan RA. Kartini dulu, yaitu Europe Lager School (ELS).

Sekolah ini merupakan sekolah elit untuk anak Eropa dan pembesar Pribumi.

Setelah lulus dari ELS, Soesalit melanjutkan pendidikannya di Hogare Burger School (HBS) Semarang dan berlanjut ke Recht Hoge School (RHS) Jakarta.

Beberapa tahun kemudian Soesalit ditawari pekerjaan oleh kakak tirinya.

Namun diluar dugaan ternyata sang kakak Abdulkarnen memasukkan adik tirinya ini ke Politieke Inlichtingen Dienst (PID) yang merupakan polisi rahasia Belanda.

Rasa bimbang selalu dirasakan Soesalit saat menjadi polisi rahasia ini.

Karena ia sebagai pejuang bangsa dan harus memata-matai bangsanya sendiri.

Setelah Jepang masuk ke Indonesia, akhirnya Soesalit dapat keluar dari PID dan bergabung dengan Tentara sukarela Pemela Tanah Air (PETA).

Melansir dari kompas.com, sejarawan Hendri F. Isnaini menjelaskan, selama perang kemerdekaan putra Kartini ini menjadi panglima di Divisi III Diponegoro.

Soesalit juga pernah bergeriliya di Gunung Sumbing saat Agresi Militer belanda II.

Baca juga: LENGKAP! Gambar & 40 Ucapan Selamat Hari Kartini 21 April, Cocok jadi Status WA, IG Hingga Twitter

Namun karier militer Soesalit tidak begitu baik.

Pada saat berpangkat jendral Mayor atau sekarang dikenal Mayor jendral, Soesalit pernah diturunkan pangkatnya.

Dari jendral Mayor menjadi Kolonel kemudian diturunkan lagi menjadi Kementrian Perhubungan.

Namun pada peristiwa Madiun 1948 menjadi awal penderitaan Soesalit.

Pada saat pemberontakan komunis, pemerintah mendapat dokumen berisi nama Soesalit sebagai "Orang yang Diharapkan".

Singkat cerita, Soesalit pun menjadi tahanan rumah dan pangkatnya diturunkan.

Ia menjadi pejabat di Kementrian Perhubungan dengan pangkat militer tak berbintang.

Soesalit wafat di RSAP 17 Maret 1979.

Satu pesan yang diwariskan Soesalit adalah agar keturunannya tak membangga-banggakan dirinya sebagai keturunan R.A. Kartini dan selalu rendah hati, seperti dikutip dari Intisari.grid.id, Tak Seperti Ibunya, Kisah Soesalit Djojoadhiningrat, Putra Semata Wayang R.A Kartini Ini Jarang Diketahui, Ternyata Dia Pernah Terseret Pusaran Komunisme.

TERKUAK 5 Menit Terakhir Sebelum RA Kartini Wafat, Dokter Ini Dicurigai, Suami: Dalam Pelukan Saya

Sementara itu, kematian RA Kartini hingga kini masih juga meninggalkan teka-teki.

RA Kartini diketahui meninggal dunia di usia 25 tahun.

Disebutkan bahwa RA Kartini meninggal dunia secara mendadak pada 17 September 1904.

Hanya empat hari setelah melahirkan putra semata wayangnya, Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat.

Tribunstyle/ kolase
Tribunstyle/ kolase ()

Kerabat dan suaminya, Raden Mas Djojoadiningrat bahkan tidak mengira pahlawan wanita ini akan meninggalkan mereka begitu cepat. Ia syok dan bingung, mengapa Kartini tiba-tiba meninggal? 

“Dengan halus dan tenang ia mengembuskan napasnya yang terakhir dalam pelukan saya."

"Lima menit sebelum hilangnya (meninggal) pikirannya masih utuh, dan sampai saat terakhir ia masih sadar," tulis Djojoadiningrat, suami Kartini.

Hal itu seperti dikutip dari buku "Kartini: Sebuah Biografi" yang ditulis oleh Sitisoemandari Soerto, melansir Kompas.com.

Padahal, saat melahirkan Kartini sama sekali tidak mengalami masalah apapun. Bayi yang dilahirkannya sehat, pun dengan dirinya.

"Kecuali ketegangan perut, tidak ada apa-apa dengan Raden Ayu," tutur sang suami.

Empat hari kemudian, sang dokter Ravesteijn, kembali datang untuk memeriksa kondisi Kartini.

Bahkan Kartini dikabarkan sempat meminum anggur untuk keselamatan bayi dan sang ibu.

Tapi 30 menit setelah sang dokter pulang, Kartini mengeluh sakit perut.

Ketika sang suami memanggil dokter lagi, kondisi penulis 'Habis Gelap Terbitlah Terang' itu pun sudah parah.

Desas desus pun berkembang.

Banyak yang menduga Kartini meninggal karena diracun.

Namun sampai sekarang hal ini belum terbukti.

Baca juga: Selain Kartini, Ini 4 Tokoh Perempuan Indonesia yang Berjuang untuk Kaum dan Bangsanya

Hingga akhirnya pihak keluarga mengikhlaskan kematian pejuang emansipasi perempuan di Indonesia ini.

Keluarga menganggap kematian Kartini murni karena dia berjuang untuk melahirkan anaknya.

Sedangkan para dokter modern di era sekarang berpendapat Kartini meninggal akibat mengalami preeklamsia.

Disebutkan bahwa tekanan darah Kartini naik dan sempat kejang.

Mengutip dari Grihealth.id, Misteri Kematian RA Kartini, dari Diracuni Oleh Belanda Hingga Diduga Alami Preeklamsia Usai Melahirkan, inilah penjelas soal preeklamsia.

Melansir Mayo Clinic, preeklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan tanda-tanda kerusakan pada sistem organ lain, paling sering pada hati dan ginjal.

Salah satu tanda preeklamsia yang khas ialah kenaikan tekanan darah yang melebihi 140/90 mm Hg.

Kartini dan anaknya, Seosalit Djojoadiningrat
Kartini dan anaknya, Seosalit Djojoadiningrat (Historia.id)

Bila tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat, preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi serius bagi sang ibu.

Komplikasi preeklamsia yang bisa terjadi seperti gagal hati atau ginjal dan masalah kardiovaskular di masa depan.

Selain itu preeklamsia juga bisa menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa.

Ketika seorang ibu mengalami preeklamsia, biasanya mereka akan mengalami gejala kenaikan berat badan hingga beberapa bagian tubuh membengkak.

Selain itu, ada pula beberapa gejala lain seperti sakit kepala, penglihatan kabur, ketidakmampuan untuk mentoleransi cahaya terang, kelelahan, mual atau muntah, kurangnya buah air kecil, nyeri di perut kanan atas, sesak napas, dan kecenderungan untuk mudah memar.

Namun pendapat ini juga tidak bisa dibuktikan 100% benar.

Sebab, dokumen dan catatan riwayat kematian Kartini tidak bisa ditemukan.

Terlepas dari desas-desus dan dugaan tersebut, kita bisa mengambil benang merah bahwa Kartini meninggal sebagai seorang ibu yang berjuang untuk anaknya.

#RAKartini #Soesalit Djojoadhiningrat

Sumber: Intisari
Tags:
Soesalit DjojoadhiningratRA KartiniBupati RembangRaden Mas Adipati Ario Djojodiningratmeninggal dunia
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved