Selamat Ulang Tahun Pramoedya Ananta Toer, Ini Kata-Kata Kutipan dari Sastrawan Besar Indonesia
Mengenang Pramoedya Ananta Toer, ini kata-kata kutipan dari sastrawan besar Indonesia penulis Bumi Manusia.
Penulis: Gigih Panggayuh Utomo
Editor: Delta Lidina Putri
Reporter: Gigih Panggayuh
TRIBUNSTYLE.COM - Mengenang Pramoedya Ananta Toer, ini kata-kata kutipan dari sastrawan besar Indonesia penulis Bumi Manusia.
Hari ini, 96 tahun lalu, merupakan hari lahir sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.
Untuk diketahui, penulis buku Bumi Manusia ini lahir pada tanggal 6 Februari 1925.
Ia lahir di Blora, Jawa Tengah, dengan nama asli Pramoedya Ananta Mastoer.
Sastrawan yang akrab disapa Pram itu meninggal di Jakarta, 30 April 2006 silam.
Semasa hidup, Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing.
Baca juga: 10 KUTIPAN Dakwah Sejuk Syekh Ali Jaber, Singgung Nafsu, Musibah, Hati yang Terluka, Masya Allah!

Sayangnya, di balik produktivitasnya dalam berkarya itu, ia sempat mengalami hal yang tak enak.
Karya-karyanya sempat dilarang beredar pada pemerintahan Orde Baru.
Pemerintahan Soeharto melarang peredaran buku-buku Pram di dalam negeri.
Namun, karya-karya Pram berhasil diselundupkan ke luar negeri dan diterjemahkan.
Hal ini membuat nama Pramoedya Ananta Toer terkenal di mata internasional.
Pada hari ulang tahunnya ini, mari mengenang Pram melalui kata-kata kutipannya yang penuh inspirasi.

Dihimpun dari berbagai sumber, inilah sederet kutipan Pramoedya Ananta Toer.
1. “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
2. "Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri."
3. “Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?”
4. “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”
5. “Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai.”
6. “Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya.” - Rumah Kaca
7. “Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan.” - Bumi Manusia
8. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.” - Bumi Manusia
9. “Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas." Bumi Manusia
10. “Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri”
Profil Pramoedya Ananta Toer
Lahir di Blora, Jawa tengah, pada 6 Februari 1925, Pram memiliki nama asli Pramoedya Ananta Mastoer.
Nama aslinya ini tertulis dalam cerita pendek semi-otobiografinya, Cerita dari Blora.
Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa 'Mas' pada namanya.
Pram kemudian menggunakan 'Toer' sebagai nama belakang atau keluarganya.
Ia dilahirkan sebagai anak sulung dalam keluarganya.
Ayahnya adalah seorang guru, sedangkan ibunya seorang penjual nasi.
Secara luas, ia dikenal sebagai pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia.

Riwayat Pendidikan Pram hingga Menjadi Penulis
Mengutip laman kemdikbud.go.id, Pram sempat bersekolah di Sekolah Teknik Radio Surabaya selama 1,5 tahun hingga 1941.
Pada 1942 ia merantau ke Jakarta dan menjadi juru ketik di Kantor Berita Jepang Domei.
Saat itulah ia mulai berkenalan dengan sastrawan dan pengarsip, HB Jassin.
Pram juga bertemu Idrus, di mana kedua sastrawan itulah yang memberi pengaruh sehingga Pram mulai menulis.
Sambil bekerja, ia mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942—1943) dan mengikuti kursus di Sekolah Stenografi (1944—1945).
Selanjutnya, ia kuliah di Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945) dalam mata kuliah filsafat, sosiologi, dan sejarah.
Pada tahun 1945, ia keluar dari tempat kerjanya dan pergi untuk menjelajahi Pulau Jawa.
Saat masa-masa revolusi kemerdekaan ia juga bergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat menjadi seorang letnan.
Marinir Belanda menangkapnya pada 1947 karena Pram menyimpan dokumen gerakan bawah tanah.
Ia mendekam di penjara pemerintah Belanda di Pulau Edam dan di Bukit Duri, Jakarta sampai tahun 1949.
Sempat di Tahan Pemerintahan Belanda, Orde Lama, dan Orde Baru
Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial, Pram juga sempat ditahan pada masa Orde Lama.
Tak hanya itu, ia juga ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan pada masa Orde Baru.
Pram paling lama ditahan di Pulau Buru, di mana ia dilarang menulis selama masa penahanan.

Namun, ia masih dapat menyusun seri novel yang fenomenal, Tetralogi Buru.
Seri tersebut terdiri dari empat novel, yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.
Mirisnya, keempat novel itu sempat dilarang peredarannya di Indonesia.
Pemerintah Indonesia menuduh bahwa karya-karyanya mengandung pesan Marxisme-Leninisme yang dianggap tersirat dalam kisah-kisahnya.
(TribunStyle.com/Gigih Panggayuh)
Baca juga: Mengenang Jakob Oetama, Sederet Kutipan Kata-Kata Bijak Inspiratif Sang Pendiri Kompas Gramedia
Baca juga: 10 Kutipan Film Tilik, Kata-kata dari Bu Tejo, Yu Ning hingga Sosok Lelaki di Akhir Plot Twist