SELAMAT Ulang Tahun Prabowo Subianto, Ini Profil Lengkap, Sifat Asli Hingga Aksi Heroik sang Menteri
Tepat hari ini Sabtu 17 Oktober 2020, Prabowo Subianto rayakan ulang tahunnya ke-69. Ini ulasan lengkap tentang sang Menteri Pertahanan RI.
Editor: Monalisa
TRIBUNSTYLE.COM - Tepat hari ini Prabowo Subianto Menteri Pertahanan Republik Indonesia merayakan ulang tahunnya.
Genap hari ini, Sabtu 17 Oktober 2020, Prabowo Subianto merayakan ulang tahunnya ke-69.
Letnan Jenderal (Purn) H Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir di Jakarta pada 17 Oktober 1951 silam.
Nama pria yang akrab disapa Prabowo Subianto itu dinamai menurut nama pamannya yang gugur di pertempuran Lengkong, Soebianto Djojohadikoesoemo.
Prabowo Subianto yang memulai karier militer dari 1974 hingga 1998 itu, kariernya berakhir dengan pangkat Letnan Jenderal.
Prabowo Subianto lalu berkecimpung ke dunia bisnis, kemudian menekuni bidang politik.
Dari sinilah karier politiknya melejit.
Baca juga: AKHIRNYA DIRESPON! Mengapa Fadli Zon Kritik UU Cipta Kerja Sedangkan Prabowo & Gerindra Mendukung?
Baca juga: INGAT Janda Cantik yang Ingin Jadi Istri Prabowo? Kondisi Rumah Mewahnya Buat Istri Deny Cagur Syok

Prabowo Subianto mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan menjadi mesin politiknya, hingga mengantarkan dirinya maju ke Pilpres 2009, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019.
Sifat Asli Prabowo Subianto
Laki-laki yang sekarang menjabat sebagai Menteri Pertahan (Menhan) tersebut rupanya memiliki kebiasaan unik di masa lalu.
Hal tersebut diungkapkan oleh rekannya sendiri, Mayor Jenderal Purnawirawan Abikusno (68), pada 25 Februari 2019 silam.
Kala itu, Abikusno tengah menunggu Prabowo yang masih mencalonkan diri jadi Presiden RI, di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Banyuputih, Kecamatan Situbondo, Jawa Timur.
"Saya menunggu sejak pagi di sini sebagai bentuk dukungan kepada Pak Prabowo.
Tidak harus bertemu," kata Abikusno kepada Kompas.com, 25 Februari 2019.
"Melihat dari sini sudah senang tanpa harus bertemu.
Beliau itu teman satu angkatan saat masih di Akmil dulu. Empat tahun kami selalu bersama," sambungnya.
Menurut pria kelahiran Situbondo, 13 September 1951, tersebut, saat masih di Akmil, Prabowo dikenal sebagai "kutu buku".
Dirinya sering mendapati putra Soemitro Djojohadikusumo tersebut membaca buku di waktu senggang.
Ya, Hobi membaca membuat Prabowo memiliki cara pandangan yang luas dan dikenal dengan kecerdasannya.
Abikusno lantas menceritakan satu pengalaman berkesan saat menempuh mendidikan militer.
Baca juga: POPULER Bayi Iklan Minyak Telon Disebut Mirip Prabowo Subianto, Terungkap Identitas Si Anak Lucu
Prabowo yang saat itu masih menjadi Letnan berani memprotes materi yang disampaikan oleh seorang dosen karena dianggap tidak sesuai dengan buku yang pernah dia baca.
"Kami saat itu menerima pelajaran darma pusaka, dan beliau angkat tangan dan mohon izin karena materi yang disampaikan tidak sesuai dengan yang dia baca.
Bukan keminter, tapi dia memang pintar," kata Abikusno sambil tersenyum.
"Refrensi bacaannya saat itu banyak sekali dan sebagian besar buku-bukunya berbahasa Inggris, sehingga teman-teman seperti saya saat itu susah membacanya," tambahnya.
Lelaki yang menggunakan seragam Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya tersebut mengaku sangat bangga bisa melihat rekannya satu kelas saat di Akmil bisa maju menjadi calon presiden.
Sebab sejak masih muda, kata Abikusno, Prabowo sering sekali berbicara tentang kesejahteraan rakyat dan tentang potensi besar yang dimiliki Indonesia.

Prabowo sendiri, menurut Abikusno, juga sering mengundang rekan-rekannya satu angkatan untuk berbincang-bincang di rumahnya.
"Sejak pensiun saya tinggal di Stubondo dan mumpung Pak Prabowo ke sini, maka saya datang untuk melihat dari jauh. Tidak perlu bertemu langsung, biar masyarakat lainnya saja yang langsung bertemu. Sebagai seorang teman, melihat dari sini saja sudah cukup bangga," katanya. (*)
Kisah Heroik Prabowo Subianto
Berita penyanderaan Tim Lorentz mulai menghiasi media massa dan menjadi berita besar hingga ke Jakarta bahkan dunia.
Di Jakarta Pemerintah segera meminta ABRI (TNI) melakukan penyelamatan.
Komandan Jenderal Kopassus saat itu (Mayjen TNI Prabowo Subianto) diputuskan memimpin misi penyelamatan.
Beberapa satuan TNI lainnya juga dilibatkan dalam misi penyelamatan ini.
Sekitar lima bulan berlalu, penyanderaan Tim Lorentz oleh GPK-OPM yang akhirnya diketahui dipimpin oleh panglima bernama Kelly Kwalik, belum juga membuahkan hasil.
Penyandera terus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat sambil mengirimkan beberapa pesan tuntutan mereka kepada Pemerintah RI.
Dalam buku Sandera, 130 Hari Terperangkap di Mapnduma (1997) disebutkan, pasukan yang dibawa Kelly Kwalik mula-mula berjumlah 50 orang.
Namun kemudian ditambah lagi hingga menjadi 100 orang.
Tanggal 7 Mei 1996, satu kompi pasukan batalyon Linud 330/Kostrad di bawah pimpinan Kapten Inf Agus Rochim ikut dikirim ke Timika untuk menambah kekuatan.
Mereka persiapan dan koordinasi sebelum akhirnya mulai bergerak ke Daerah Persiapan (DP) di Kenyam.
Kompi dibagi dalam beberapa tim. Secara berangsur masing-masing tim dikirim ke daerah operasi.
Tim Pendawa I beranggotakan 25 orang mendapat giliran masuk tanggal 13 Mei 1996.

Tim ini juga dipimpin oleh Kapten Agus Rochim. Mereka berjalan menyusuri sungai Kilmik.
Namun akibat medan yang tidak tidak bisa lagi ditembus, akhirnya tim bermalam dan membuat bivak di pinggir sungai.
Keesokan harinya tim bergerak kembali ke posisi awal lalu berbelok ke arah kanan di cabang sungai Kilmik dengan harapan menemukan jejak para sandera di tempat baru.
Tim Pendawa bersenjata standar senapan serbu FNC, Steyr, Minimi tiga unit (tiap satu regu), serta GLM. Persenjataan yang sebenarnya lebih dari cukup untuk melawan GPK-OPM.
Tanggal 14 mereka bermalam lagi dan membiat bivak baru. Malamnya briefing dilakukan oleh Komandan Kompi.
Diputuskan mulai tanggal 15 tim dibagi dua. Separuh di bawah pimpinan Agus Rochim, separuh lagi dibawah pimpinan Sertu Pariki tinggal di Basis Operasi Depan (BOD).
Pukul 13.00 siang tim mendapat informasi dari jajaran Kopassus bahwa di situ terdapat banyak jejak.
Kompi Yonif Linud 330 Kostrad sebenarnya melakukan penyusuran di ring terluar, termasuk yang dilakukan oleh Tim Pendawa I.
Mereka menyusuri sungai mengingat lebatnya hutan yang masih perawan teramat sulit untuk ditembus.
Pukul 14.00 tim bergerak kembali ke pos di BOD. Pada saat itulah, mulai terdengar samar-samar suara orang dalam jarak tidak terlalu jauh.
Tim Pendawa segera merespon dengan melakuan penyisiran di sekitar lokasi yang dicurigai. Satu setengah jam kemudian tepatnya pukul 15.30 ternyata ada seseorang berteriak, “Army!”
Rupanya, itulah teriakan Adinda Saraswati, salah satu anggota tim peneliti.
Sembilan orang peneliti turun dari tebing di pinggir sungai Kilmik.
Sersan Duha segera menyambut, dia orang pertama yang menyelamatkan Adinda, untuk kemudian diestafetkan ke prajurit lain untuk dievakuasi ke BOD.
Peristiwa itu terjadi tanggal 15 Mei 1996, tepat pukul 15.30 (atau 3.30 sore hari).
Sesuai tertulis dalam buku di atas, pada hari itu sekitar pukul 14.00 para sandera terus berjalan.
Setelah berjalan berputar-putar di antara kerapatan dan kelebatan pohon, tim peneliti mendapat perintah dari kelompok GPK-OPM untuk turun menuju sungai.
Namun tak berapa lama terdengar deru helikopter.
Tim peneliti menduga ABRI sudah mulai mendekat.
Tapi bagi GPK-OPM, kehadiran ABRI yang mereka sebut Sanbo itu, membuat kepanikan dan tak jarang mereka menjadi beringas.
Itu pula yang terjadi saat itu.
Salah satu personel GPK-OPM bermata satu mendadak kalap dan mengayunkan kapak ke punggung Navy Panekanan.
Navy roboh diiringi teriakan histeris Adinda Saraswati. Para peneliti segera berlari menuruni lereng.
Tak lama setelah itu kelompok GPK-OPM yang lain dengan senjata kapak, parang, dan panah menyerang Matheis dengan senjata-senjata tajam itu.
Matheis hanya mampu berteriak, “toloong.. toloongg,”. Navy dan Matheis akhirnya gugur di tangan keganasan para GPK OPM.
Sebagian artikel ini telah tayang di: