Kisah Rustono Pria Grobogan yang Jadi 'Raja Tempe' di Jepang, Sukses Kenalkan Tempe ke Negeri Sakura
Rustono namanya sukses merintis usaha pembuatan tempe hingga dijuluki sebagai 'Raja Tempe' Jepang.
Editor: Galuh Palupi
TRIBUNSTYLE.COM - Pria kelahiran Grobogan ini sudah 23 tahun terakhir tinggal di Jepang.
Rustono namanya sukses merintis usaha pembuatan tempe hingga dijuluki sebagai 'Raja Tempe' Jepang.
Tak hanya sekedar tinggal di sana, Rustono juga membina keluarga bersama seorang wanita asal negeri sakura.
Sang istri bernama Tsuruko Kuzumoto dan memiliki dua putri cantik, Noemi Kuzumoto dan Remina Kuzumoto.
"Saya ingin membangun citra yang terbaik bagi WNI di Jepang ini, setidaknya melalui makanan kita tempe yang saya sebarkan ke seluruh area di Jepang, makanan enak bergizi dan sangat baik bagi kesehatan," kata Rustono saat berbincang dengan Tribunnews.com, Selasa (25/8/2020).
Usaha produk tempe milik Rustono di Jepang kini berkembang pesat sehingga menjadi ide bagi kalangan WNI di Jepang untuk mandiri membuat tempe sendiri.

Saat ini ada 5 pabrik tempe di Jepang yang berkembang, setelah Rustono dan satu orang Jepang membuat tempe di Jepang.
Pembuatan tempenya sudah berlangsung sejak sekitar delapan tahun lalu dan berkembang bukan hanya di Jepang tetapi sudah sampai ke China, Meksiko, Prancis, Korea, Hungaria dan Polandia.
Untuk mendengarkan kesaksian suksesnya menjadi raja tempe, Jumat (28/8/2020), Rustono menyempatkan diri bertemu dengan berbagai kalangan lewat aplikasi Zoom.
Peserta yang berminat dapat mendaftar lewat email: seminar@jief.net dengan mencantumkan nama, alamat dan nomor whatsapp.
Zoom akan dilakukan tepat jam 19.00 waktu Jepang atau jam 17.00 WIB. Gratis tidak ada biaya apapun.
"Ya kita coba bukakan kesempatan usaha mandiri bagi teman-teman kita yang ada di Jepang, mungkin bisa pula ikut merasakan sukses nantinya selama kehidupannya berada di Jepang," harap Rustono.
Sementara itu Buku "Rahasia Ninja di Jepang", pertama di dunia cerita non-fiksi kehidupan Ninja di Jepang dalam bahasa Indonesia, akan terbit 1 September 2020, silakan tanyakan ke: info@ninjaindonesia.com.
Perjalanan Karir
Rustono lahir di sebuah desa agraris, Kramat, Kecamatan Penawangan, Grobogan, Jawa Tengah.
Dengan keterbatasan tempat lahirnya kala itu tahun 1968, tidak ada listrik teknologi maupun jalan bagus, ia tetap menjalani keseharian dengan bercocok tanam.
Kepulan putih dari pesawat di atas sawah garapan ayahnya berterbangan silih berganti.
Membuatnya memimpikan jika suatu saat ingin terbang di dalam pesawat tersebut.

Hal itulah yang menurutnya menjadi pembeda dengan bocah seusianya yang terkesan “haram” untuk bermimpi dari balik sawah.
Saat usia remaja, Rustono merantau bersama tantenya di Jakarta.
Ia memilih sekolah perhotelan, karena teringat saat study tour zaman Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Ingat ketika SMP, pas studi wisata ke Borobudur, ketemu orang asing, bercengkrama, ternyata dia welcome. Mulai itulah saya mau kerja yang berhubungan dengan orang asing,” ujar Rustono (49) kepada KompasTravel, Sabtu (27/5/2017).
Berani membatasi janjinya
Lulus dari akademi perhotelan (1990), anak kesembilan dari sepuluh bersaudara ini akhirnya kerja di sebuah hotel ternama di Jakarta.
Di sana ia bertemu banyak kenalan turis asing, termasuk wanita yang kini dalam dekapannya.
Istrinya merupakan tamu dari Jepang yang tak sengaja berkenalan di hotel tempat ia bekerja.
Saat Rustono mengajaknya ke pelaminan, syarat terberat yang diajukan sang istri ialah pindah ke Negeri Sakura.
Tidak langsung mengabulkan, Rustono pun kroscek menghubungi kerabatnya di sana.
Sang teman pun memberi gambaran pekerjaan di sana.
Ia memilih untuk menjadi pengusaha di Negeri Sakura, dibanding harus bekerja dengan jam yang sangat padat.
Perjanjian pun akhirnya disepakati. Pada 1997, Rustono pindah ke Jepang dengan syarat ia ingin membuka usaha.
Uniknya, ia membatasi janjinya sendiri.

Jika dalam waktu enam bulan usahanya belum menghasilkan laba, maka dengan segala risiko, ia akan putuskan untuk bekerja.
“Saat sampai ke sana belum tahu mau usaha apa, makanya sering pinjam sepeda berkeliling lah nyari inspirasi. Suatu saat lihat susu kedelai, nato, tahu, hampir semua olahan kedelai ada, tapi tak ada tempe!” katanya.
Di minggu pertama, Rustono rutin sering menelfon ibunya di desa untuk memintanya mengajari cara membuat tempe.
Namun, selama empat bulan mencoba ratusan kali, tak ada yang berhasil.
Saat itu, untuk menghidupi keluarganya, ia memilih bekerja di pabrik makanan selama tiga tahun.
Selain untuk mencari uang, Rustono berniat mempelajari etos kerja orang Jepang di pabrik makanan sehingga bisa ia terapkan nanti di pabrik tempenya.
Selama empat bulan tersebut, selepas pulang kantor, Rustono terus mencoba membuat tempe namun hasilnya nihil.
Sampai pada musim semi, ia coba menggunakan air gunung dari kuil di sana dan berhasil membuat tempe.
Tapi ia tak tahu aman dikonsumsi atau tidak.
Pulang ke Indonesia pun menjadi jalan keluarnya.
Sembari bertemu sang ibu, ia belajar ke lebih dari 60 pengrajin tempe di Jawa.
Pengrajin tersebut berada di Jogja, Semarang, Solo, Grobogan, hingga Bogor.
Sepulangnya ke Jepang, dengan membawa pengetahuan membuat tempe yang baik, ia langsung mengaplikasikannya dan menjualnya hanya untuk orang Indonesia.
Akhirnya 20 tempe perama buatannya laku terjual pada orang Indonesia di sana.
Walaupun beralasan saling tolong-menolong, akhirnya kurang dari enam bulan ia membuktikan usahanya terjual.
Dengan alat seadanya ia pun terus berusaha membuat tempe untuk dijual kepada temen-temannya. (*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Perjuangan Rustono "King of Tempe", dari Grobogan sampai Amerika" dan tribunjabar.id dengan judul Raja Tempe di Jepang Ternyata Orang Indonesia asli Grobogan, Kini Dia Buka Kesempatan Usaha Mandiri