Ramadhan 2019
Solusi Lupa Niat Puasa Ramadhan di Malam Hari dan Telah Lewati Subuh
Kamu lupa membaca niat puasa Ramadan sebelum subuh tiba? ini solusinya.
Editor: Archieva Nuzulia Prisyta Devi
TRIBUNSTYLE.COM - Berpuasa bisa dikatakan sah kalau kita melakukan niat sebelumnya.
Ada hal istimewa saat puasa Ramadan dibanding puasa di bulan lainnya.
Niat puasa Ramadhan harus diucapkan pada malam hari, mulai waktu setelah terbenam matahari sampai sebelum fajar terbit, untuk menyambut puasa kesekoan harinya.
Namun jika umat Islam lupa mengucapkam niat puasa Ramadhan pada malam hari, apakah puasa keseokan harinya sah?
• Apakah Menangis Benar-benar Bisa Membatalkan Puasa? Intip Penjelasannya
Dikutip dari NU Online, hal tersebut tetap sah sejauh umat yang lupa melakukan niat puasa malam hari melakukan beberapa hal ini.
Dijelaskan Imam Nawawi al-Bantani dalam Kâsyifatus Sajâ, untuk puasa wajib, termasuk puasa bulan Ramadhan, niat yang demikian itu harus dilakukan setiap malam karena puasa dalam tiap-tiap harinya adalah satu ibadah tersendiri.
Dengan demikian, bila seseorang lupa belum berniat pada malam hari maka puasa pada siang harinya dianggap tidak sah.
Hukum fiqih tetap mewajibkan orang tersebut berpuasa pada hari itu, meskipun sudah jelas puasanya tersebut tidak sah.
Tidak berhenti sampai di sini, orang tersebut juga harus mengganti (mengqadha) puasa hari tersebut di hari lain di luar bulan Ramadhan (Nawawi al-Bantani, Kâsyifatus Sajâ [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), hal. 192).
Ulama mazhab Syafi’i memberi solusi bagi siapa saja yang lupa belum berniat puasa Ramadhan pada malam harinya.
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab menuturkan solusi tersebut sebagai berikut:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَنْوِيَ فِي أَوَّلِ نَهَارِهِ الصَّوْمَ عَنْ رَمَضَانَ لِأَنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ فَيَحْتَاطُ بِالنِّيَّةِ
“Disunahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadhan di pagi harinya. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah: Maktabah Al-Irsyad, tt.], juz VI, hal. 315)
Solusinya?