Breaking News:

Kisah Sedih Anak Bungsu Jenderal Soedirman yang Hanya Bisa Melihat Wajah Ayahanda dari Patung

Jenderal Soedirman semasa hidup sering meninggalkan keluarga demi membela negara dalam peperangan.

Puspen TNI
Panglima Besar Jenderal Soedirman (menghormat) 

TRIBUNSTYLE.COM -  Di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terletak di Jalan Malioboro, pusat kota, didirikan patung Jenderal Sudirman.

Tidak dalam pakaian kebesaran Panglima Besar, melainkan dalam pakaian yang dikenakan Pak Dirman dalam perang gerilya.

Ciri khas pakaian ini adalah “iketwulung" (ikat kepala hitam) dan mantol tebal hijau keabu-abuan.

Dengan mengenakan mantol ini, Pembantu Letnan Herukeser, salah seorang pengawal Pak Dirman berhasil menipu Belanda di desa Karangnongko daerah Kediri.

Menurut catatan Kapten Suparjo, ajudan Pak Dirman, ketika Bapak Panglima Besar dengan rombongannya sedang istirahat di sebuah rumah di desa Karangnongko, datanglah pada waktu malam seorang yang tak dikenal pura-pura mencarinya.

Karena curiga, maka jam lima pagi Pak Dirman dan Kolonel Bambang Supeno masuk ke hutan berjalan kaki.

Setelah matahari terbit Kapten Suparjo menyuruh Pembantu Letnan Heru, yang bentuk badannya sama dengan Pak Dirman, supaya mengenakan mantol yang selalu dipakai oleh Bapak Pangiima Besar.

Dan dengan disaksikan orang banyak “Pak Dirman" ditandu menuju ke arah selatan dan berhenti di sebuah rumah, kemudian dengan diam-diam Kapten Suparjo dan Letnan Heru meninggalkan rumah ini, yang sorenya ternyata diserang oleh tiga buah pesawat pemburu Belanda dengan memuntahkan peluru senapan mesin.

Jenderal Soedirman (kiri) dan Adipati Dolken.
Jenderal Soedirman (kiri) dan Adipati Dolken. ()

 Dengan mengenakan pakaian gerilyanya dan memegang tongkat, Pak Dirman tidak beda tampaknya dengan bapak-bapak pensiunan, yang sedang berjalan-jalan menghirup udara sejuk di pagi hari.

Akan tetapi air mukanya bukanlah air muka seorang tua yang  sudah merasa lega karena sudah tidak mempunyai beban dan tanggungan Iagi, melainkan wajah seorang bapa yang sedang tenggelam di dalam suasana prihatin, namun penuh keyakinan akan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang menjadi sumber keprihatinan itu.

Apa yang tergambar pada air muka ini kadang-kadang terwujud juga dalam peristiwa. Dalam perjalanannya menuju Yogya setelah gencatan senjata, Pak Dirman nampak berwajah rawan ketika menginjak perbatasan Solo-Yogya.

Para pemikul tandu lekas-lekas meletakkan tandunya di tanah, karena para pengiring khawatir jangan-jangan Pak Dirman terserang sakit.

Ternyata beliau menangis, bersedih hati, karena terpaksa meninggalkan anak-anaknya, yang pada waktu itu masih berada di daerah pertempuran.

Terhadap anak buahnya Pak Dirman memang seorang Bapa dan teman seperjuangan yang penuh tanggung jawab.  

Meskipun belum sama sekali sembuh dan sampai saat itu sudah berbaring selama tiga bulan, namun ketika mendapat laporan bahwa suasana genting (sehari sebelum Belanda menjerang Yogya), Pak Dirman seketika mengeluarkan pengumuman resmi memegang kembali pimpinan, dan hari berikutnya mulai naik turun gunung, menyusup desa-desa dan hutan tujuh bulan lamanya sebagai pemimpin tertinggi pasukan gerilya.

Sumber: Intisari
Halaman 1 dari 3
Tags:
Jendral Soedirman
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved