Breaking News:

berita viral

Surat Pilu Provokator Mabes Polri: Dari Kampus Elit ke Rutan Bambu Apus

Paman Laras bersaksi: "Dia hanya pekerja, bukan politikus." Namun, jeratan pasal ITE membawanya ke Rutan Bambu Apus.

Tribunstyle.com
Paman Laras bersaksi: "Dia hanya pekerja, bukan politikus." Namun, jeratan pasal ITE membawanya ke Rutan Bambu Apus. 

Paman Laras bersaksi: "Dia hanya pekerja, bukan politikus." Namun, jeratan pasal ITE membawanya ke Rutan Bambu Apus.

TRIBUNSTYLE.COM - Laras Faizati Khairunnisa, perempuan yang menjadi tersangka kasus provokasi pembakaran Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) saat demonstrasi Agustus 2025 lalu, kini mendekam di Rutan Bambu Apus, Jakarta. Penahanan ini merupakan kelanjutan proses hukum setelah yang bersangkutan sebelumnya ditahan di Rutan Bareskrim.

Jelang hari persidangan, sebuah surat menyentuh hati yang ditulis oleh Laras dari balik jeruji besi muncul ke permukaan. Surat tersebut berisi luapan isi hatinya, dan pertama kali diunggah oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta melalui akun Instagram resminya, @lbhapik.jakarta, pada Kamis (23/10/2025).

Merujuk informasi dari Tribunnews.com pada Minggu (26/10/2025), dalam curahan hatinya tersebut, Laras menyoroti berbagai isu, mulai dari dugaan diskriminasi hingga pertanyaan besar soal keadilan yang ia rasakan selama menjalani proses hukum ini.

Baca juga: Raisa Sindir Mantan Protes Tak Cicipi Masakan, Jauh Sebelum Gugat Cerai!

Paman Laras bersaksi:
Paman Laras bersaksi: "Dia hanya pekerja, bukan politikus." Namun, jeratan pasal ITE membawanya ke Rutan Bambu Apus. (Tribunstyle.com)

Berikut adalah isi lengkap surat yang ditulis tangan oleh Laras Faizati:

"Hey Everyone! This is Laras

Per tanggal 21 Oktober 2025 ini, aku telah dilimpahkan menjadi tahanan jaksa, dan akan ditahan di Rutan Bambu Apus, bukan lagi di Rutan Bareskrim.

Mohon doa dan support kalian yah! Semoga aku dan teman-teman lainnya yang suaranya telah dikriminalisasi akan mendapatkan keadilan seadil-adilnya.

Kami semua yang telah dijadikan tersangka dan di-frame sebagai "kriminal" karena menyuarakan kekecewaan, kesedihan, kekhawatiran kami terhadap situasi demo kemarin, mengeluarkan suara kami dari rasa gotong royong, dan kepedulian kami terhadap kondisi negara Indonesia.

Juga harapan kami agar negara kami bisa lebih baik lagi, dan masyarakat Indonesia bisa lebih sejahtera dan aman.

Seharusnya suara kami didengar, bukan dikriminalisasi. Seharusnya suara kami menjadi kekuatan untuk negara ini maju dan lebih baik lagi, bukan malah dibungkam.

So once again, mohon doa dan dukungan teman-teman untuk kami yang sedang berjuang mendapatkan hak suara kami kembali.

Stay healthy and keep staying everyone! See u soon outside of jail Inshaallah

Jakarta, 21-Oct-2025

Laras Faizati"

Hingga Minggu (26/10/2025), surat ini telah menarik perhatian publik dengan meraih sekitar 39 ribu like dan dibanjiri ratusan komentar dari warganet.

Perjuangan Penangguhan Penahanan dan Dukungan Keluarga

Sebelumnya, kuasa hukum Laras Faizati, Abdul Gafur Sangadji, sempat mengajukan penangguhan penahanan pada Kamis (4/9/2025).

"Penangguhan penahanan itu kan hak setiap orang yang jadi masyarakat dan alhamdulillah tadi dari Bareskrim memberikan petunjuk yang baik ya," jelasnya kepada Tribunnews.com. Gafur mengisyaratkan masih adanya sedikit perbaikan yang perlu dilakukan terhadap surat pengajuan tersebut.

Dukungan moral juga mengalir dari keluarga Laras Faizati yang datang menjenguknya di rumah tahanan Bareskrim Polri.

"Ada ibunya, pamannya, tantenya keluarga yang menjenguk ke Laras dan teman-temannya mereka rata-rata gen z ya," tambah Abdul Gafur, menegaskan bahwa kedatangan keluarga ini adalah bentuk dukungan moril dalam menghadapi proses hukum.

Paman Laras Faizati, Dodhi Hartadi (60), menyatakan kesediaan keluarga untuk menjadi penjamin, bersama dengan ibu kandung Laras.

"Ya tentu saya siap menjadi penjamin karena saya mengenal betul Yayas (panggilan Laras) orang yang berpendidikan dan tidak ada maksud menghasut orang untuk membakar gedung Mabes Polri," tuturnya.

Dodhi juga secara khusus memohon agar proses hukum terhadap keponakannya dapat diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Di mata Dodhi, Laras Faizati bukanlah sosok yang aktif dalam politik atau aksi massa.

"Dia bukan seorang politikus, bukan buzzer, dan bukan demonstran," tegasnya. "Dia hanya pekerja, yang pekerjaannya itu bagus, dia itu sebagai duta ASEAN ya, yang selalu membuat produk knowledge tentang kebudayaan."

Menurutnya, unggahan yang menyeret Laras ke dalam masalah hukum hanyalah sebuah bentuk spontanitas dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggerakkan massa melakukan tindakan anarkis.

“Hanya spontanitas, jadi saya mohon dengan sangat, mudah-mudahan keponakan saya yaitu mba Ayas bisa diberikan suatu keadilan restorative, di mana anak ini adalah anak yang produktif," pinta Dodhi.

Kronologi dan Jeratan Pasal Berlapis

Laras Faizati, bersama enam tersangka lainnya, ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Kasus ini bermula ketika Laras mengunggah konten di akun Instagram pribadinya @Larasfaizati yang memiliki lebih dari 4.000 pengikut, berisi hasutan untuk membakar Mabes Polri di tengah gelombang aksi demonstrasi.

Demonstrasi yang awalnya menuntut "Bubarkan DPR RI" di Jakarta ini, meletus sejak 25 Agustus 2025. Pemicunya adalah pernyataan kontroversial sejumlah anggota DPR terkait usulan gaji dan tunjangan fantastis sebesar Rp50 juta, diiringi tuntutan reformasi lembaga legislatif. Puncak kemarahan publik terjadi setelah tewasnya Affan Kurniawan (21), seorang pengemudi ojek online, yang terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob di Pejompongan, Jakarta Pusat, pada 28 Agustus 2025, memicu aksi di berbagai wilayah Indonesia.

Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji, menjelaskan bahwa konten yang dibuat Laras Faizati berbentuk video. "Modus operandi perbuatan LFK ialah membuat dan mengunggah konten video melalui akun media sosial Instagram miliknya yang menimbulkan rasa benci kepada individu atau kelompok masyarakat tertentu untuk melakukan pembakaran terhadap gedung Mabes Polri," jelasnya, dikutip dari kanal YouTube KOMPASTV, Kamis (4/9/2025).

Kini, Laras Faizati yang lahir tahun 1999 dan berusia 26 tahun tersebut harus menghadapi jeratan pasal berlapis, termasuk:

Pasal 51 Ayat 1 Jo Pasal 35 UU No.1/2024 tentang ITE dengan ancaman penjara paling lama 12 tahun.

Pasal 48 Ayat 1 juncto Pasal 32 Ayat 1 UU No.11/2008 tentang ITE ancaman penjara paling lama 8 tahun.

Pasal 45a ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU No.1/2024 tentang perubahan kedua UU No.11/2008 tentang ITE dengan ancaman penjara paling lama 6 tahun.

Pasal 160 KUHP ancaman penjara paling lama 6 tahun.

Pasal 161 ayat 1 KUHP ancaman penjara paling lama 4 tahun.

Selain itu, Pasal 48 ayat 1 junto pasal 32 ayat 1 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik ancaman penjara paling lama 8 tahun.

Profil dan Pemecatan dari AIPA
Berdasarkan akun Linkedin-nya, Laras Faizati dikenal sebagai individu berpendidikan tinggi. Ia menempuh studi S1 Public Relations dan S2 International Communication Management di London School of Public Relations (LSPR) Communication and Business Institute, lulus pada tahun 2021 dan November 2023.

Laras juga memiliki segudang pengalaman kerja, mulai dari magang di Association Internationale des Etudiants en Sciences Economiques et Commerciales (AIESEC) pada 2019, hingga bekerja di Departemen Luar Negeri AS. Terakhir, Laras merupakan pegawai kontrak di ASEAN INTER-PARLIAMENTARY ASSEMBLY (AIPA) sejak Januari 2024. AIPA merupakan pusat komunikasi dan informasi antar Parlemen Anggota ASEAN yang berperan penting dalam mewujudkan Komunitas ASEAN.

Menanggapi penetapan tersangka Laras Faizati, AIPA mengambil langkah tegas. Dalam rilis yang diunggah di Instagram @aipa.secretariat, AIPA mengklarifikasi bahwa unggahan tersebut dibuat di akun media sosial pribadi Laras dan semata-mata mewakili pendapat pribadinya, di luar kendali lembaga.

Meskipun demikian, AIPA menyadari bahwa insiden ini serius dan berimplikasi pada reputasi AIPA dan ASEAN. Oleh karena itu, Sekretariat menjatuhkan tindakan disipliner tegas berupa pemutusan hubungan kerja (PHK).

AIPA menegaskan:

"Sekretariat AIPA ingin menanggapi kekhawatiran yang muncul terkait unggahan media sosial baru-baru ini yang dibuat oleh salah satu staf Sekretariat, yang telah menarik perhatian publik yang signifikan.

Sekretariat ingin mengklarifikasi bahwa unggahan tersebut dibuat di akun media sosial pribadi individu tersebut, dalam kapasitas pribadinya, dan semata-mata mewakili pendapat pribadinya.

Namun, diakui bahwa pada saat unggahan tersebut dibuat, individu tersebut masih menjabat sebagai staf Sekretariat AIPA.

Meskipun tindakannya sepenuhnya bersifat pribadi dan di luar kendali lembaga, Sekretariat menyadari keseriusan implikasinya terhadap reputasi AIPA dan ASEAN, serta perdamaian dalam Komunitas ASEAN.

Menanggapi hal tersebut, Sekretariat menjatuhkan tindakan disipliner yang tegas berupa pemutusan hubungan kerja.

Oleh karena itu, beliau tidak lagi bekerja di Sekretariat.

Sekretariat sedang melakukan evaluasi internal, termasuk perumusan Prosedur Operasi Standar yang jelas serta pendidikan dan kesadaran berkelanjutan bagi staf, untuk memastikan bahwa semua pernyataan staf konsisten dengan nilai-nilai ASEAN, yang mempromosikan perdamaian, saling menghormati, harmoni, dan inklusivitas, serta insiden serupa tidak terulang kembali.

Kami menyesalkan kegaduhan yang disebabkan oleh insiden ini dan menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada semua pihak yang telah terdampak.

Sekretariat AIPA menegaskan kembali komitmennya yang kuat untuk menjunjung tinggi standar integritas, akuntabilitas, dan profesionalisme tertinggi dalam melayani Parlemen Anggota AIPA dan Komunitas ASEAN."

TribunLampung.com | Taryono | Tribunstyle.com | Nahya Febita

Sumber: Tribun Lampung
Tags:
suratPolritahanan
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved