Mereka kemudian dipanggil oleh guru EN saat hendak beranjak pulang pada Rabu (23/8/2023).
Menurut pengakuan guru EN pada Harto, ada sekitar 19 siswi yang saat itu dibotaki.
"Entah terlalu sayang atau seperti apa, kemudian Bu EN melakukan itu (pembotakan). Hanya saja pakai alat (cukur) yang elektrik, makanya ada yang rambutnya kena banyak," tutur dia.
Mediasi
Orangtua para siswi merasa tak terima setelah mendapatkan laporan dari anak-anak mereka.
Sehari berselang, atau pada Kamis (24/8/2023) pihak sekolah menggelar mediasi.
Sebelum itu, guru EN didampingi kepala sekolah juga sempat mendatangi rumah sejumlah siswi untuk meminta maaf.
Menurut Harto, dalam mediasi tersebut semua pihak sepakat berdamai.
"Sudah damai melalui mediasi pada tanggal 24 Agustus 2023 kemarin, orangtua siswi (korban pembotakan) menyadari perilaku anaknya serta apa yang telah dilakukan Bu EN dan mereka semua (para orangtua) menerima. Tadi (hari ini) pembelajaran di sekolah juga sudah berlangsung normal seperti biasa, malah ada yang jadi petugas upacara," kata Harto.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Munif Syarif mengatakan, selain diselesaikan melalui mediasi, sekolah juga memberi pendampingan psikologis pada para siswa.
"Pihak sekolah juga menyediakan psikiater untuk pendampingan bagi para siswi (yang menjadi korban)," tutur dia.
Dikecam anggota DPR
Tindakan guru EN mendapat kecaman dari anggota Komisi X DPR RI asal Aceh Illiza Sa'aduddin Djamal.
Anggota komisi yang membawahi urusan pendidikan tersebut menyatakan bahwa tidak memakai ciput bukan suatu pelanggaran.
"Mendidik memang tidak mudah, tetapi sebagai pendidik seorang guru seharusnya bisa lebih menahan diri, tidak memakai ciput bukan suaru pelanggaran, itu hanya sebuah mode dan pelengkap dalam berhijab," kata Illiza, seperti dikutip dariĀ Antara.