Untuk menambah keuntungan dari jual kerupuk, Sripurwati juga berjualan lauk pauk ataupun jajanan pasar.
Terkadang, dia juga dibantu oleh suaminya.
Untung yang tidak sebanding dengan lelahnya dia berjualan tetap dilakoni untuk mencapai impiannya berangkat ke tanah suci dan menunaikan ibadah hajinya.
Begitupula dengan Wagiran yang bekerja sebagai buruh tani, upah yang dia terimapun juga tergantung dari ada atau tidaknya pekerjaan yang harus dia lakukan.
Meski pendapatan mereka tak sebanyak kerja kantoran, namun tetap konsisten dalam pekerjaannya dan perinsip mencari rezeki yang halal mampu mengantarkan mereka untuk ibadah haji.
"Seadanya uang saya kumpulin, uang-uang koin itu Rp 500-an sampai Rp 1000-an setiap harinya dari hasil berjualan dan bekerja. Kalau ada ya kumpulin kalau ga ada ya sudah," kata Sripurwati, Kamis (8/6/2023).
Seperti pepatah, sedikit-sedikit menjadi bukit dengan sabar mereka menabung hingga akhirnya mendapatkan kabar keberangkatan pada tahun 2020.
"Sampai terkumpul Rp 17 jutaan kami mendaftar dua orang. Sampai pada tahun 2020 mendapatkan pengumuman berangkat tetapi tidak bisa karena saat itu Covid-19," katanya.
Mendapatkan kabar mundurnya jadwal keberangkatan haji, membuat dirinya semakin rindu dengan tanah suci dan ingin segera menunaikan ibadah haji.
Sebuah vigura bergambarkan Masjidilharam dengan ditengahnya yakni gambar bangunan Kaʿbah al-Musyarrafah terpasang di ruang tamunya untuk sedikit mengobati kerinduannya.
"Kami kloter 87, rencana berangkat tanggal 18 Juni tapi belum tahu juga karena kadang mundur jadwalnya," jelasnya.
Disela-sela mereka menunggu kabar keberangkatan, doa-doa terus dia lantunkan hingga mempelajari tata cara beribadah haji.
Meski begitu, mereka juga tetap konsisten bekerja seperti hari-hari biasanya.
Sosok pasutri yang mampu berangkat haji dalam keterbatasan tersebut mampu menginspirasi warga sekitar Desa Gondangmanis.
Bahkan beberapa kali saat Tribunjateng hendak mencari lokasi rumahnya dengan menyebut "Haji Kerupuk" para warga dengan mudah mengarahkannya.