Doa Muslim

Bolehkan Memakan Makanan yang Jatuh Menurut Islam? Penjelasan 12 Adab Makan yang Diajarkan Nabi SAW

Penulis: Triroessita Intan
Editor: Dhimas Yanuar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pandangan islam terkait memakan makanan yang sudah jatuh.

TRIBUNSTYLE.COM - Bacaan doa sebelum dan sesudah makan, lengkap 12 adab yang dicontohkan Rasulullah SAW, termasuk perlakuan saat makanan jatuh.

Pernah mendengar istilah tidak apa-apa memakan makanan yang jatuh sebelum lima menit? 

Ternyata Rasulullah SAW telah jauh mengajarkan kepada umatnya untuk memperlakukan makanan yang jatuh dengan benar.

Apakah boleh tetap dimakan, atau harus dibuang karena sudah kotor?

Berikut 12 adab makan dan minum beserta dalilnya agar aktivitas makan juga mendatangkan kebaikan.

1. Makan dan Minum yang Halal

Ilustrasi mengkonsmsi makanan halal. (Kawanku)

Baca juga: 7 Sunnah Sebelum Tidur yang Diajarkan Nabi SAW, Penjelasan Harus Mematikan Lampu, Doa Sebelum Tidur

Baca juga: Kumpulan Doa Terhindar dari Bencana Alam, Dilindungi dari Banjir, Longsor, Gempa dan Gunung Meletus

Sebagai seorang Muslim, kita diwajibkan untuk makan dan minum hanya yang halal saja.

Allah telah menjelaskannya dalam QS.Al-Baqarah ayat 168,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu."

2. Mencuci Tangan

Sebelum makan, kita dianjurkan untuk mencuci tangan terlebih dulu.

Hal ini lantaran kadang kita tak sadar dengan benda apa yang terakhir kita pegang.

Apakah benda tersebut bersih, atau juga terdapat virus.

“Rasulullah SAW jika beliau ingin tidur dalam keadaan junub, beliau berwudhu dahulu. Dan ketika beliau ingin makan atau minum beliau mencuci kedua tangannya, baru setelah itu beliau makan atau minum.” (HR. Abu Daud no.222, An Nasa’i no.257, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i)

Halaman
1234