"Kesannya kok kayanya mereka ngomongnya gampang banget ya Dit ya?
Mungkin kamu bisa menceritakan dari kata-katamu sendiri..
Padahal dari tadi aja kamu nyeritain ke aku, udah jelas banget aku menangkap bahwa perjalanan ini bukan sesuatu yang gampang karena kamu bolak balik gagal berapa kali di New York, sempet mau nyerah..
Mungkin secara fisik capek secara mental juga capek, tapi ternyata tidak ada yang tidak mungkin gitu ya Dit," lanjut Dian Sastro.
"Bisa gak si kamu jelasin lagi, atau apa yang mau kamu sampaikan kepada orang-orang yang beranggapan bahwa mimpi itu cuma bisa dicapai oleh orang-orang yang privilege?
Orang-orang yang berangkat dari latar belakang keluarga yang well off seperti kamu misalnya.
Seberapa besar sih kamu benefit dari latar belakang keluarga kamu untuk masalah pencapaian cita-cita kamu ini?" berondong Dian pada Dita.
Dita Karang pun sempat tertawa sejenak sebelum menjawab pertanyaan kawan lamanya ini.
"Hahahaha aku sih nggak pernah merasa karena aku punya duit pengin ini ini ini ... No,
Aku juga waktu kuliah aku bener-bener karena aku tahu ini bukan jalan yang normal (mainstream),
jadi sebelum aku milih itu juga aku bener-bener bilang kaya, 'oke kita harus sit and talk sama orang tua'.
We have to talk about this and my future.
Aku bilang aku bisa applied untuk beasiswa, akhirnya dapet juga walaupun nggak full.
Tapi kaya of course mereka juga ngeliat aku," ungkap Dita.
Dian memperjelas pertanyaannya.