"Karena zero toleran saya cuma minta dua, pertama saya minta audisi ini dijalankan sampai 2019 sebagai ibaratnya saya pamitan dengan anak-anak, yang kedua saya memutuskan audisi umum 2020 sementara off," tandasnya.
Pada kesempatan itu, Aiman juga terhubungan dengan Komisioner KPAI Siti Hikmawati yang menjelaskan bahwa ada tiga poin yang disampaikan dalam rapat tersebut.
"Pertama, yakni mendorong Kemenpora untuk melakukan pengakomodir keinginan dari badan swasta, dalam hal ini olahraga tanpa bertentangan dengan anak. Kedua, sudah berusaha mengakomodir keinginan PB Djarum terkait dengan teknis jadi Pak Yoppy mengatakan ingin ada persentase di bawah 50 persen, tentang logo-logo," jelasnya.
Menurutnya sudah dilakukan survei, sehingga semua sepakat kalau Djarum identik dengan produk rokok.
"Ya memang itu disampaikan demikian bahwa antara statement Djarum pada pokok permasalahannya ketika dilakukan survei, 1 persen mengatakan Djarum adalah alat jahit, 31 persen audiri badminton, sisanya adalah rokok. Nah dasarnya itu yang kita gunakan, jadi ketika semua kementerian itu mengatakan demikian, kesepakatan kita memang sama," jelasnya.
Kemudian ketika ditanyakan solusinya dari KPAI, Siti Hikmawati menyerahkan kembali kepada PB Djarum.
Hal itu kemudian direspon oleh Yoppy Rosimin bahwa ia memiliki banyak solusi, di antaranya yakni mencari bibit baru dari turnament-turnament.
"Solusi lain banyak misalnya melakukan cara tradisional yaitu mengambil bibit dari turnament-turnament, bedanya kita tidak akan lagi menemukan bibit dari Lubuk Linggau, padahal mereka memiliki potensi, mereka tidak akan terjaring karena tidak bisa ikut turnamen karena keterbatasan ekonomi," jelasnya.
Ia pun menegaskan kalau pihaknya sudah dalam keputusan bulat untuk menghentikan audisi di tahun 2020.
"Saya kalau dituduh melanggar undang-undang ya saya tidak mau, padahal saya sudah berupaya setengah mati untuk melakukan audisi umum. Tapi kalau dikatakan zero toleran ya sudah say good bye," ujarnya.
Menurut Yoppy Rosimin, pihaknya sudah berupaya menghilangkan logo Djarum di baju anak.
"Kita sudah lakukan di Purwokerto, yang nempel di anak sudah kita ganti, kita hilangkan, tapi menyakitkan tuh ketika dikatakan zero toleran, pelatih pun yang umurnya sudah 30, 40 dan 50 tahun tidak boleh pakai Djarum Badminton Club. Oke kalau gitu ya sudah dong say good bye," ujarnya.
Terakhir, ia menegaskan kalau dirinya bukan cengeng, namun dirinya tak mau melanggar undang-undang.
"Saya sudah menginisiasi seperti itu, tapi pada saat rakor zero toleran. Saya bukan memutuskan mendadak, saya bukan cengeng, saya bukan anak kecil, saya umurnya sudah 50 tahun, saya bukan nangis-nangis, nggak, saya sadar mengatakan stop karena saya tidak mau melanggar undang-undang," tutupnya.
Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Disebut Seperti Anak Kecil Ngambek, Direktur PB Djarum: Bukan Cengeng, Saya Tidak Mau Melanggar UU