Kita panggil saja si anak "Boy" yaa. Badannya bongsor.
Nastar itu terlihat "mahal". Bentuknya seperti buah jambu. Cantik banget.
hampir setengah toples berpindah ke perut Boy.
Sang Ayah sibuk mengobrol dengan tuan rumah, sang ibu sibuk dengan HP.
Aku mengajak anak-anak ke teras luar yang adem, aku takut menjadi 'tertuduh' terlibat menghabiskan 1 toples kue mahal
Nyonya rumah, santun berkata "namanya siapa Sayang? toplesnya taro sini aja yaa...biar nggak jatuh", nyonya berusaha 'meminta' toples kaca itu agar dikembalikan ke meja.
Menurutku ini 'kode' kalo dia keberatan dengan adab si Boy. Boy menolak. Tangannya tetap mengeruk kue yang udah abis nyaris separo.
Mereka juga gak akrab kayaknya, buktinya nyonya rumah aja gak tau nama si anak.
"Dibagi dong teman-temannya, itu belum kebagian," kata si nyonya lagi menunjuk ke anak-anakku. "Nggak mau!" Jawab Boy,
Lama kemudian.
"Mau coba ini?" Nyonya rumah membuka toples astor. Sepertinya berusaha menawarkan alternatif agar gak hanya nastar jambu yang dimakan si Boy.
"Nggak mau," jawab si Boy lagi, berteriak.
"Boy suka banget sama nastar yaa," tutur nyonya rumah, suaranya tenang.
"Oiya... bisa abis setoples dia," sahut sang ayah. Si ibu mendongak sedikit dari HP.
"Dia sukanya nastar sama sagu keju, bisa setoples sekali duduk abis, tapi kalo kastengel, sebiji pun dia lepeh, gak suka," kata si ibu tersenyum, lalu kembali ke HP.