3 Alasan Putri Candrawathi Tak Ditahan Meski Tersangka, Reaksi Komnas HAM hingga Pengamat, Adil?
Putri Candrawathi (PC) tak ditahan meski kini telah berstatus sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Editor: Triroessita Intan Pertiwi
TRIBUNSTYLE.COM - Keputusan penyidik terkait istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi tak ditahan menjadi sorotan publik.
Pasalnya, Putri Candrawathi (PC) tak ditahan meski kini telah berstatus sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
PC tidak ditahan lantaran tiga alasan, yakni kesehatan, kemanusiaan, dan masih memiliki anak balita.
Menurut Kepala Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, Komjen Agung Budi Maryoto, ada tiga alasan yang dipertimbangkan penyidik.
Baca juga: Pakaikan Masker untuk Ferdy Sambo Suami Tercinta, Ekspresi Putri Candrawathi Disorot Pakar, Takut?

"Penyidik masih mempertimbangkan (karena) pertama alasan kesehatan, yang kedua kemanusiaan, yang ketiga masih memiliki balita," ungkapnya di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/9/2022), dikutip dari Kompas.com.
"Ya kondisi bapaknya (suaminya) kan juga sudah ditahan," tambah Agung.
Keputusan Polri yang tidak menahan Putri Candrawathi itu mendapat tanggapan dari sejumlah pihak.
Dirangkum Tribunnews.com, berikut kata Komnas HAM hingga pengamat terkait Putri Candrawathi tidak ditahan:
Kata Komnas HAM
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, menyebut apa yang menjadi keputusan dalam proses hukum yang ditangani kepolisian adalah otoritas kepolisian itu sendiri.
Komnas HAM, kata dia, tidak akan melakukan intervensi terkait seluruh keputusan yang diambil dalam proses hukum kasus tersebut.
"Komnas HAM hanya memastikan bahwa proses hukum yang ada berjalan dengan baik dan juga nantinya bisa adil dan transparan."
"Sehingga tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu misalnya soal perasaan atau kemudian soal kekhawatiran bahwa peradilannya nanti tidak transparan," ungkapnya, Kamis, dilansir Kompas.tv.
Baca juga: MAKNA Senyum Ferdy Sambo dalam Rekonstruksi Kasus Brigadir J, Ahli Ekspresi Soroti Emosi Suami PC
Polri Dinilai Tak Terapkan Equality Before the Law
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, menilai ada ketidakadilan dari pihak kepolisian atas kebijakan tidak menahan Putri Candrawathi.
Eva menyebut, polisi tidak menerapkan asas equality before the law atau asas persamaan di hadapan hukum.
“Dalam konteks keadilan menjadi tidak adil. Equality justru tidak ada. Justru yang muncul adalah diskriminatif,” katanya kepada Kompas.com, Kamis.
Pengamat Sebut Polisi Tidak Adil
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, juga mempertanyakan asas imparsialitas atau kenetralan Polri kepada Putri Candrawathi yang tak ditahan.
"Soal mengapa polisi tidak bisa melakukan imparsialitas pada PC, tanyakan langsung ke polisi, kenapa?" ujarnya saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis.
Dengan kata lain, lanjut Bambang, Polri dinilai tidak adil karena tidak menahan Putri lantaran alasan kemanusiaan.
"Kita bisa menilai polisi tidak adil. Dan saya yakin polisi juga paham, tetapi mengapa tidak melakukannya mungkin hanya mereka dan Tuhan yang tahu alasannya," papar dia.
Sebelumnya, Arman Hanis selaku kuasa hukum Putri mengungkapkan, permohonan kliennya diajukan dengan alasan kemanusian.
Sebab, Putri Candrawathi memiliki anak kecil dan kondisi kesehatannya masih kurang stabil.
Dengan demikian, Putri untuk sementara ini hanya diwajibkan menjalankan wajib lapor dua kali dalam seminggu.
"Ibu Putri masih mempunyai anak kecil dan Ibu Putri masih dalam keadaan tidak stabil."
"Sehingga kami mengajukan permohonan untuk tidak dilakukan penahanan terhadap Ibu Putri, tetapi diberikan wajib lapor dua kali seminggu," ungkapnya di Mabes Polri, Rabu (31/8/2022).
Sebagai informasi, Polri telah menetapkan lima tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Kelima tersangka yakni Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi.
MAKNA Senyum Ferdy Sambo dalam Rekonstruksi Kasus Brigadir J, Ahli Ekspresi Soroti Emosi Suami PC
Ahli forensik emosi, Handoko Gani, membeberkan ekspresi Irjen Ferdy Sambo saat menjalani rekonstruksi kasus meninggalnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Selasa (30/8/2022).
Dalam rekonstruksi, Ferdy Sambo membuka maskernya sehingga terlihat jelas mimik muka yang ia tunjukkan.
Salah satunya adalah ia tampak tersenyum tipis di sela-sela proses rekonstruksi yang dilakukan di rumah pribadinya, Jalan Saguling, Jakarta Selatan.
Momen Ferdy Sambo tersenyum tipis terjadi saat mantan Kadiv Propam tersebut tampak berbincang dengan pengacaranya, Arman Hanis.
Diketahui, dalam rekonstruksi kemarin, Ferdy Sambo dihadirkan bersama dengan empat tersangka lain.
Yaitu Bharada Richard Eliezer, Bripka Rizky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi.
Baca juga: Dikira Mainan, Borgol Plastik yang Dipakai Ferdy Sambo Saat Rekonstruksi Lebihi Kuat dari Besi
Sebanyak 74 adegan dilakukan dalam proses rekonstruksi yang berlangsung selama 7,5 jam di rumah pribadi dan rumah dinas Ferdy Sambo.
Selain Putri Candrawathi, Ferdy Sambo cs hadir dengan mengenakan baju tahanan berwarna oranye dengan tulisan Tahanan Bareskrim Polri di bagian belakang.
Ferdy Sambo cs juga datang dengan tangan yang diikat.
Yang menjadi sorotan, terlihat ekspresi tenang yang ditampilkan Ferdy Sambo saat memasuki rumah pribadinya.
Termasuk saat ia menjalani sejumlah adegan dalam proses rekonstruksi kasus kematian Brigadir J.
Bahkan Ferdy Sambo tampak tersenyum tipis saat berkomunikasi dengan Arman Hanis, pengacaranya.
Momen ini terjadi saat Ferdy Sambo duduk di sebuah ruangan.
Lantas, apa kata ahli forensik emosi mengenai ekspresi Ferdy Sambo ini?

Ahli forensik emosi, Handoko Gani mengatakan, Ferdy Sambo terlihat mengikuti instruksi-instruksi dalam proses tersebut.
Ia juga menjelaskan, sebelum membaca gestur Ferdy Sambo, publik harus mengetahui terlebih dahulu apakah Ferdy Sambo terlibat aktif dalam rekontruksi atau hanya mengikuti arus dari penyidik.
"Yang menarik apakah di sini Bang Sambo memberikan klarifikasi misalnya ada adegan salah, adegan yang tidak salah, atau sekedar mengikuti," ujar Handoko dikutip dari tayangan di KompasTV.
Menurut Handoko, apabila Ferdy Sambo hanya mengikuti arahan penyidik, artinya gestur yang terlihat dalam rekonstruksi bukanlah berangkat dari emosi yang sebenarnya.
Sebaliknya, apabila Sambo terlibat aktif dalam memberikan klarifikasi saat rekontruksi, maka jenderal polisi itu tengah merasakan emosi yang sama saat peristiwa pembunuhan terjadi.
"Kalau hanya sekadar mengikuti, khawatirnya emosinya ini bukan emosi bawaan langsung yang dirasakan Sambo."
"Tetapi kalau memang mengikuti emosi demi emosi, maka emosi yang dirasakan bisa jadi sama dengan yang dulu dirasakan saat momen tersebut berlangsung," ucap Handoko, dikutip dari WartaKotalive.com.
Handoko juga mencoba menerka gestur Ferdy Sambo saat tersenyum tipis dengan pengacaranya.
Kata Handoko, senyum tipis Ferdy Sambo kepada pengacaranya bisa jadi mantan Kapolres Brebes itu tengah menyimpan sesuatu yang belum dikeluarkan dalam rekontruksi.
Bisa jadi kata Handoko, Ferdy Sambo menyimpan hal-hal yang akan dibongkar di persidangan nantinya.

"Ini yang menarik. Apakah beliau ini juga memberikan koreksi terhadap instruksi-instruksi dari penyidik."
"Karena itu menjadi hal penting. Ataukah ia tidak memberikan koreksi dan hanya sekadar ikut saja."
"Kalau sekadar ikut saja, yang diperbincangkan dengan pengacara bisa jadi celetukan,yang sifatnya mengatakan 'oh ini tidak benar, ini tidak betul, harusnya begini, dan nanti kita simpan saja di sidang,'" jelas Handoko.
Handoko pun mengaku cukup curiga dengan ketenangan Ferdy Sambo sepanjang rekonstruksi Brigadir J.
Sebab, kata Handoko, emosi dalam rekontruksi biasanya bisa menunjukkan peristiwa yang terjadi dalam sebuah tindak pidana.
"Apakah rekontruksi yang sudah dilakukan juga sama atau melukiskan ucapan-ucapan sebenarnya yang waktu itu disampaikan Sambo ataukah itu belum merupakan ucapan-ucapan sebenarnya?"
"Dari ucapan yang disampaikan bisa membangkitkan memori-memori yang terjadi pada saat kejadian."
"Tapi kalau ucapan itu arahan seseorang, maka tidak muncul emosinya," tutur Handoko.
Fakta Rekontruksi Kasus Kematian Brigadir J
Diketahui, proses rekonstruksi kasus penembakan Brigadir J telah usai digelar pada Selasa sore.
Rekonstruksi kasus meninggalnya Brigadir J itu berlangsung di dua lokasi yang berdekatan, yaitu di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo dan rumah dinas mantan Kadiv Propam tersebut.
Rekonstruksi juga menjadi momen pertemuan antara lima tersangka kasus pembunuhan Brigadir J.
Selengkapnya, inilah sejumlah fakta rekonstruksi kasus penembakan Brigadir J, sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Berlangsung 7,5 Jam
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, rekonstruksi pembunuhan Brigadir J berlangsung selama 7,5 jam.
Dedi menyatakan proses rekonstruksi kasus meninggalnya Brigadir J berlangsung secara transparan.
"Sesuai dengan komitmen Bapak Kapolri, Timsus diperintahkan untuk setransparan mungkin di dalam pelaksanaan rekonstruksi yang berjalan 7,5 tersebut," ungkap Dedi dalam jumpa pers, dikutip dari Kompas TV.
Dalam catatan Tribunnews.com, rekonstruksi dimulai sekira pukul 10.00 WIB dan selesai sekira 17.30 WIB atau jelang Maghrib.
2. Digelar di 2 Lokasi
Rekonstruksi kasus kematian Brigadir J digelar di dua tempat yang lokasinya berdekatan.
Tak lain di rumah pribadi, Jalan Saguling dan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Kedua lokasi berjarak sekitar 1 Km dan sama-sama Tempat Kejadian Perkara (TKP) asli.
Namun, rumah pribadi Ferdy Sambo juga menjadi TKP pengganti adegan reka ulang kejadian di Magelang.
3. Ada 74 Adegan
Total ada 74 adegan yang diperagakan dalam proses rekonstruksi yang berlangsung di dua lokasi.
Rekonstruksi meliputi kejadian di Magelang, di rumah pribadi Ferdy Sambo, hingga rumah dinas Ferdy Sambo.
Dedi menyebut rekonstruksi dilakukan secara transparan, akuntabel, dan objektif sehingga, pelaksanaannya dilakukan secara runut.
"Di TKP kedua Saguling 36 adegan diperagakan oleh tersangka dan saksi terkait demikian TKP terakhir di Duren Tiga, ada 27 adegan diperankan semua oleh tersangka dan saksi peristiwa tersebut," jelasnya.
Padahal, diberitakan sebelumnya, proses rekonstruksi pembunuhan Brigadir J rencananya memperagakan 78 adegan.
4. Pertemuan 5 Tersangka
Proses rekonstruksi juga menghadirkan kelima tersangka pembunuhan Brigadir J.
Walaupun tidak langsung mempertemukan semua tersangka, tapi sejumlah adegan dilakukan oleh beberapa tersangka secara berbarengan.
Misal momen Ferdy Sambo duduk di sebelah Putri Candrawathi saat di ruangan Sambo di lantai 3 rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan.
Momen lainnya saat Bharada E bertemu dengan Bripka Ricky Rizal serta Kuat Ma'ruf.
Bharada E sempat bertatatap muka dengan Bripka Ricky Rizal sebelum memasuki rumah pribadi Ferddy Sambo.
Hingga akhirnya mereka bertiga dibawa masuk ke lokasi TKP.
5. Penampilan Para Tersangka
Penampilan para tersangka kasus pembunuhan Brigadir J juga menjadi satu hal yang ditunggu masyarakat.
Banyak yang menantikan momen Ferdy Sambo cs memakai baju tahanan berwarna oranye.
Benar saja, Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Rizky Rizal, dan Kuat Ma'ruf memakai baju tahanan.
Di bagian belakang terdapat tulisan Tahanan Bareskrim Polri.
Sementara itu, hanya Putri Candrawathi yang tidak mengenakan baju tahanan.
Putri tampak memakai atasan dan celana panjang warna putih. Sepatu dan maskernya pun dipilih warna senada.
6. Ada Peran Pengganti
Ferdy Sambo dan Bharada E beberapa kali memakai pemeran pengganti saat adegan tertentu dalam rekonstruksi.
Misal saat Bharada E bertemu Ferdy Sambo di lantai dasar rumah pribadi Ferdy Sambo.
Termasuk saat Bharada E menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang berdiri di sampingnya.
Namun untuk adegan lainnya di luar pertemuan langsung dengan Ferdy Sambo, Bharada E melakukan perannya sendiri.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi menyampaikan, pemakaian pemeran pengganti merupakan hak setiap tersangka.
Tidak ada mekanisme yang dilanggar terkait hal tersebut.
"Sebenarnya ini adalah mekanisme standar. SOP standar yang dilakukan bagi pihak atau tersangka yang merasa tidak melakukan adegan itu, boleh melakukan keberatan>"
"Keberatan dalam hal ini tentu akan kita diberikan pemeran pengganti figur," kata Andi di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).
Ia menuturkan, Ferdy Sambo dan Bharada E sempat mengajukan keberatan tersebut.
Dengan begitu, kata dia, ada sejumlah adegan keduanya yang memakai pemeran pengganti.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Igman Ibrahim) (Kompas.com/Singgih Wiryono/Irfan Kamil) (Kompas.tv/Baitur Rohman)(Tribunnews.com/Sri Juliati/Igman Ibrahim/Garudea P/Wahyu Gilang Putranto/Abdi Ryanda Shakti) (WartaKotalive.com/Desy Selviany) (Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Putri Candrawathi Tak Ditahan karena Alasan Kemanusiaan, Ini Kata Polri, Komnas HAM hingga Pengamat dan Senyum Tipis Ferdy Sambo Saat Proses Rekonstruksi Kasus Brigadir J