Irwansyah Punya Banyak Aturan untuk Diri Sendiri Semenjak Menikah dengan Zaskia Sungkar, Apa Saja?
Zaskia Sungkar menjelaskan jika Irwansyah juga melarang dirinya untuk disentuh orang lain saat melakukan proses syuting.
Editor: Amirul Muttaqin
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita [QS. an-Nur [24]: 31].
Ayat di atas menjelaskan seorang muslimah harus menjaga dirinya dengan tidak memperlihatkan auratnya –aurat wanita adalah seluruh bagian tubuhnya kecuali telapak tangan dan wajahnya.
Ia hanya boleh menampakkannya kepada mahramnya, budak-budak yang ia miliki, pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, dan anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Jika dibolehkan untuk menampakkan auratnya itu hanya kepada mereka yang telah disebutkan dalam ayat itu maka berarti kebolehan berjabat tangan juga hanya dengan mereka.
Keumuman ayat di atas yang berbicara mengenai aurat dispesifikasikan dengan hadis Nabi saw, di antaranya,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَايِعُ النِّسَاءَ بِالْكَلَامِ بِهَذِهِ الْآيَةِ (لَا يُشْرِكْنَ بِاللهِ شَيْئًا) قَالَتْ وَمَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَ امْرَأَةٍ إِلَّا امْرَأَةً يَمْلِكُهَا [رواه البخاري].
Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan), ia mengatakan, Nabi saw membaiat wanita cukup dengan lisan (tidak berjabat tangan) dengan ayat ini, “untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun …“ sampai akhir (QS. al-Mumtahanah 12). Aisyah berkata, tangan Rasulullah saw sama sekali tidak pernah menyentuh wanita selain wanita yang beliau miliki (istrinya) [HR. al-Bukhari, No: 6674, dalam bab Ba’iat Wanita]
Hadis di atas menunjukkan secara tersurat bahwa Nabi saw tidak pernah menjabat tangan perempuan yang bukan mahramnya. Keengganan Nabi saw itu menjadi tanda akan ketidakbolehan menjabat tangan laki-laki dan perempuan.
Terdapat pula hadis lain sebagai berikut,
عَنْ أَبِي العَلاَءِ حَدَثَنِي مَعْقِلُ بْنُ يَسَارٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ [رواه الطبراني والبيهقي، ورجال الطبراني ثقات رجال الصحيح].
Dari Abu ‘Ala menceritakan padaku Ma’qil bin Yasar (diriwayatkan), ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya” [HR. ath-Thabrani dalam al-Mu‘jam al-Kabir 20: 212].
Sementara ulama yang berpendapat bolehnya jabat tangan antara laki-laki dengan perempuan bukan mahram dengan syarat tidak adanya syahwat dan tidak dimungkinkannya fitnah ketika berjabat tangan, memiliki pemahaman yang berbeda terkait dalil-dalil di atas.
Misalnya saja Yusuf al-Qaradhawi berpendapat bahwa ketidakbolehan perempuan dan laki-laki berjabat tangan tidak dikategorikan sebagai keharaman mutlak, tetapi sebagai tindakan preventif (sad aż-żarī’ah) dari jatuh kepada perbuatan syahwat yang dilarang atau jatuh kepada fitnah.
Pendapat ini didasari oleh beberapa argumen. Pertama, bahwa adanya keringanan (rukhshah) kepada perempuan dan laki-laki yang tidak bersyahwat seperti perempuan tua atau lelaki yang tidak memiliki syahwat.
Hal itu berdasarkan firman Allah QS. an-Nur (24): 60 yang artinya “dan para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), maka tidak ada dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan.”