Breaking News:

Trending Hari Ini

AHLI Ungkap Alasan Kenapa Jangan Swab PCR Usai Isolasi Mandiri, Simak Syarat Bebas Isoman

Jangan Lagi Swab PCR Usai Isolasi Mandiri, Ahli Ungkap Alasannya dan Ini Syarat Bebas Isoman

Editor: Dhimas Yanuar
Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
ILUSTRASI tes swab PCR. 

TRIBUNSTYLE.COM - Jika Anda sudah jalani isoman, Anda sudah tak perlu lagi jalani tes swab PCR mandiri, begini penjelasan ahli.

Swab PCR pada saat ini menjadi alat tes Covid-19 yang terbaik saat ini.

Alat ini digunakan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak. 

Baca juga: Persyaratan Tes SKD CPNS 2021, dari Swab PCR, Antigen & Pakai Masker Seperti Ini, Mulai 2 September

Baca juga: Termasuk Buka Ventilasi, Cara Mengurangi Risiko Penyebaran Covid-19 di Dalam Ruangan setelah Isoman

ILUSTRASI isolasi mandiri di rumah
ILUSTRASI isolasi mandiri di rumah (Freepik)

Jika Anda dinyatakan positif ketika melakukan swab PCR dan tak memiliki gejala berat, maka Anda harus menjalankan yang namanya isolasi mandiri. 

Isolasi mandiri dilakukan untuk mencegah penyebaran virus makin meluas. 

Ternyata jika Anda sudah menjalankan isolasi mandiri, maka Anda sudah tidak perlu melakukan tes swab PCR lagi untuk memastikan Anda terinfeksi atau tidak, lo. 

Hal ini diungkapkan secara langsung oleh seorang dokter dari RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung bernama dr. Samuel Pola Karta Sembiring.

Melalui akun media sosialnya, dr. Samuel menuturkan jika tes swab PCR setelah isolasi mandiri tidak disarankan.

dr. Samuel menjelaskan jika pada prinsipnya tes PCR yang dilakukan merupakan alat terbaik untuk mendiagnosis covid-19.

"PCR sangat sensitif, sehingga mampu mendeteksi materi genetik virus SARS CoV2 yang masih aktif maupun yang sudah menjadi bangkai," tulisnya dalam unggahan akun @doktersam.

dr. Samuel juga menyebutkan jika sebenarnya virus yang sempat menginfeksi akan hidup di dalam tubuh tidak lebih dari 10 hari sejak gejala di tubuh muncul.

Atau rata-ratanya dalam waktu 7-9 hari.

"Namun pada beberapa kasus, virus ini bisa bertahan cukup lama (lebih 10 hari). Biasanya terjadi pada covid-19 derajat berat juga pasien dengan penyakit imunitas yang jelek (contohnya HIV)," tulisnya.

Dokter Samuel juga menuturkan bahwa melakukan tes PCR setelah isoman merupakan suatu tindakan yang tak efektif. 

"Menurut CDC, PCR bisa saja masih positif setelah isoman bahkan hingga 3 bulan kemudian. Padahal sudah tidak menular lagi," tulisnya.

Tetapi hal ini pengecualian pada kasus covid-19 yang berat atau kritis sehingga bisa dipertimbangkan untuk tes PCR ulang.

dr. Samuel menyebutkan kalau tetap memaksakan tes swab PCR ulang tidak banyak manfaatnya karena kalau pun hasilnya positif, maka tetap tidak mengubah keputusan status selesai isolasi oleh dokter.

"Kerugian. Biaya PCR yang tidak murah. Dapat memicu stres karena hasil masih positif. Padahal itu hanya menandakan sisa bangkai virus saja," tulisnya.

dr. Samuel menjelaskan bahwa setelah melakukan isolasi mandiri pada gejala ringan dan sedang, maka risiko penularan dianggap sudah sangat minim karena hasil studi menyebutkan bahwa virus sudah tidak aktif lagi.

"Sebenarnya, tanpa harus PCR negatif, seseorang sudah layak kembali bekerja dengan syarat berikut:
Sudah menyelesaikan masa isolasi
Kondisi sudah dinilai dan dinyatakan layak bekerja kembali oleh dokter
Harus tetap patuh pada protokol kesehatan ketika kembali bekerja," paparnya.

dr. Samuel mengakui bahwa permintaan PCR negatif sebelum karyawan masuk kembali setelah isolasi mandiri tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di negara lain juga.

Jadi dr. Samuel menyarankan karyawan bisa memberikan penjelasan kepada pihak kantor bahwa kondisi sudah layak secara medis untuk kembali bekerja atau menunjukkan surat keterangan selesai isolasi yang bisa didapatkan dari puskesmas atau klinik covid-19.

--

Ingin mencoba swab antigen mandiri di rumah? Ternyata banyak bahaya mengintai, tanggung sendiri!

Alat swab antigen kini banyak dijual bebas di berbagai e-commerce di Indonesia.

Para pedagang nekat menjual alat swab mirip cotton bud, hingga cairan ekstraksi dalam paket alat swab antigen tersebut.

Padahal perlu diketahui, penggunaan alat swab antigen ini tidak boleh dilakukan sembarangan.

Menurut DR. dr Sarwastuti Hendradewi, SpTHT-KL (K).,Msi Med, melakukan sawab natigen sendiri di rumah sangat berbahaya.

Ilustrasi rapid test antigen Covid-19.
Ilustrasi rapid test antigen Covid-19. (Horth Rasur via Kompas.com)

Baca juga: HEBOH Video Air Kran Bisa Positif Covid-19 Saat Dites di Rapid Antigen, Begini Penjelasan Detailnya

Baca juga: Aturan & Masa Berlaku Hasil Swab PCR dan Antigen sebagai Syarat Perjalanan Saat PPKM Mikro

Ada beberapa risiko kesehatan yang bisa terjadi apabila tes swab antigen tidak dilakukan oleh tenaga profesional. 

Berikut bahaya dan dampak negatif tes swab antigen sendiri di rumah.

Sakit dan patah

Selain itu, bisa jadi orang yang hendak diswab memiliki struktur hidung bengkok sehingga rongga hidung lebih sempit.

Apabila yang melakukan tes swab antigen tidak memahami struktur tersebut dan asal mengambil, maka bisa menyebabkan kesakitan luar biasa.

Risiko tes swab antigen selanjutnya adalah patahnya tangkai yang digunakan untuk melakukan swab. Hal ini dikarenakan fungsi hidung ketika terkena benda asing.

"Fungsi hidung menimbulkan refleks bersin. Kalau memasukkan tangkainya kena mukosa, bisa bersin, dan risiko putus tangkainya. Ini sering terjadi," kata Dewi.

Apabila tangkai patah di dalam, sementara yang melakukan tes swab antigen tidak paham cara mengambilnya, maka risikonya bisa terjadi pendarahan di hidung atau epistaksis.

Risiko pendarahan juga bisa terjadi jika tangkai swab mengenai pembuluh darah.

Dewi menekankan, di hidung banyak sekali pembuluh darah yang mudah pecah.

"Pendarahan yang banyak bisa menimbulkan syok karena panik. Selain itu, pendarahan yang banyak bisa menyumbat jalan napas, yang berakibat fatal," tambahnya.

Dewi mengatakan, epistaksis atau pendarahan yang vanyak merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan di bidang THT.

Kondisi ini perlu ditangani dengan segera.

"Jangan sampai risikonya fatal bukan karena swab untuk pemeriksaan Covid-19, tapi karena efek samping epistaksis," ujar dokter yang berpraktik di Departemen THT RS Dr Muwardi Surakarta itu.

Kesalahan hasil pemeriksaan 

Menurut Dewi, orang awam yang melakukan swab sendiri tidak memahami struktur anatomi hidung dan tidak mengetahui bagian yang harus diambil.

"Jadi bagian yang diambil enggak sampai ke tempat seharusnya yang menjadi bahan pemeriksaan," ujar Dewi kepada Kompas.com, Senin (4/1/2020).

Kesalahan dalam pengambilan bagian untuk pemeriksaan bisa memberikan hasil yang tidak tepat.

Bisa jadi hasil pemeriksaan harusnya positif.

Tapi karena tempat pengambilannya salah, hasilnya menjadi negatif.

Tenaga profesional

Dewi mengingatkan, sebaiknya tes swab antigen dilakukan oleh tenaga profesional yang sudah mengetahui teknik swab dan struktur anatomi hidung dengan baik.

Dengan begitu dapat meminimalkan risiko terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

"Lebih aman melakukan swab di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan tersebut," kata Dewi.

Selain itu, tenaga profesional yang melakukan tes swab antigen sudah dilengkapi APD untuk melindungi dirinya terpapar virus.

"Prinsipnya kan kalau mau melakukan swab, orang yang di-swab itu positif, meskipun nanti hasilnya negatif. Jadi tenaga profesional sudah memproteksi diri dengan memakai APD lengkap," pungkas Dewi.

Melihat hal tersebut, pikir-pikir lagi jika ingin melakukan swab antigen sendiri di rumah sebelum mengalami kesalahan fatal. (Nikita Yulia/GridHealth)

Artikel ini pernah tayang di GridHealth Mau Coba Swab Antigen Sendiri di Rumah? Ketahui Bahayanya dan Tanggung Sendiri Akibatnya

Artikel ini telah tayang di GridHits dengan judul: Jangan Lagi Swab PCR Usai Isolasi Mandiri, Ahli Ungkap Alasannya dan Ini Syarat Bebas Isoman 

Sumber: Grid.ID
Tags:
PCRswabCovid-19
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

berita POPULER

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved