LAGI, Siswa Bunuh Diri Gara-gara Sekolah Daring, KPAI: Dia Tidak Kuat Menanggungnya Sendirian
Siswa SMP di Tarakan, Kalimantan Utara tewas bunuh diri, diduga karena tertekan gara-gara tugas yang menumpuk saat sekolah daring.
Editor: vega dhini lestari
TRIBUNSTYLE.COM - Siswa SMP di Tarakan, Kalimantan Utara tewas bunuh diri, diduga karena tertekan gara-gara tugas yang menumpuk saat sekolah daring.
Nasib pilu dialami seorang siswa SMP yang nekat menghabisi nyawanya sendiri.
Rupanya kejadian siswa sekolah yang bunuh diri selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) berlangsung bukan kali pertama terjadi.

Baca juga: Mantan Wakil Presiden Minyak Bunuh Diri karena Dipecat, Ulang Tahun Pernikahan Terakhir Jadi Firasat
Baca juga: Aktris Kamen Rider, Sei Ashina Meninggal Dunia, Diduga Tewas Bunuh Diri di Apartemennya
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang pendidikan, Retno Listyarti, menuturkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) oleh sekolah di masa pandemi Covid-19 ini kembali memicu depresi dan membuat seorang siswa nekat bunuh diri.
Kasus ketiga meninggalnya siswa karena PJJ, terjadi di salah satu SMP di Tarakan, Kalimantan Utara.
Seorang siswa SMP berusia 15 tahun ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi tempat tinggalnya.
"Ini adalah kasus ketiga siswa meninggal dengan faktor utama penyebabnya karena beratnya menjalani PJJ. Yang pertama siswi SD berusia 8 tahun, dan kedua siswi SMA di Gowa yang bunuh diri dengan menengak racun," kata Retno kepada Warta Kota, Jumat (30/10/2020).
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, kata Retno, menyampaikan duka mendalam atas wafatnya seorang siswa di salah satu SMP di Tarakan itu.
"Tewasnya siswa yang berusia 15 tahun tersebut mengejutkan kita semua, apalagi pemicu korban bunuh diri adalah banyaknya tugas sekolah daring yang menumpuk yang belum dikerjakan korban sejak tahun ajaran baru. Padahal syarat mengikuti ujian akhir semester adalah mengumpulkan seluruh tugas tersebut," kata Retno.
Kasus bunuh diri katanya bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba.
"Melainkan adanya akumulasi dan rentetan panjang yang dialami individu tersebut dan dia tidak kuat menanggungnya sendirian," tambah Retno.
Sebenarnya, menurut Retno, kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah berlangsung lama. Artinya, sudah banyak yang mulai bisa beradaptasi.
"Namun, ada juga yang justru makin terbebani. Salah satunya adalah siswa SMP di Tarakan, Kalimantan Utara ini," ujarnya.
Menurut Reno, ia sudah mendengarkan langsung penjelasan rinci dari ibunda korban dalam suatu dialog interaktif di salah satu TV Nasional pada 29 Oktober 2020 lalu.
Ibunda korban katanya menjelaskan bahwa ananda memang pendiam dan memiliki masalah dengan pembelajaran daring.
"Anak korban lebih merasa nyaman dengan pembelajaran tatap muka, karena PJJ daring tidak disertai penjelasan guru, hanya memberi tuga-tugas saja yang berat dan sulit dikerjakan," kata Retno.