Kemenaker Terbitkan Surat Edaran, Pemerintah Putuskan Tak Naikkan Upah Minimum pada Tahun 2021
Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan surat edaran yang berisi tentang putusan pemerintah untuk tidak menaikan upah minimum pada tahun 2021
Penulis: Nafis Abdulhakim
Editor: Amirul Muttaqin
Ia juga mengatakan, daya beli turun akan berakibat anjloknya tingkat konsumsi.
Pada akhirnya, itu akan berdampak negatif buat perekonomian.
Hitungan Versi Pengusaha, Upah Minimum Tahun Depan Tidak Naik
Kalangan pengusaha meminta agar pemerintah tidak menaikan upah minimum, baik kabupaten/kota ( UMK) ataupu upah minimum provinsi ( UMP) pada tahun depan. Alasannya, kondisi ekonomi saat ini masih sulit karena terdampak pandemi Covid-19.
Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan jika perhitungan UMK didasarkan pada aturan yang masih berlaku yakni PP Nomor 78 Tahun 2015, maka sebenarnya tidak ada kenaikan upah minimum di tahun 2021.
"Kalau menggunakan rumusan UMP dan UMK masih pakai PP Nomor 78 Tahun 2015 itu kelihatannya tidak ada kenaikan. Sesuai rumusnya, kenaikannya nol persen," kata Sarman dikonfirmasi Kompas.com, Senin (19/10/2020).
Dijelaskan Sarman, dalam regulasi perhitungan kenaikan upah minimum tahun berikutnya yakni didasarkan pada upah minimum tahun berjalan dikalikan dengan inflasi plus pertumbuhan ekonomi.
"Nah sekarang kalau pakai hitungan itu, sekarang pertumbuhan ekonomi dalam setahun bisa saja diperkirakan nol persen atau mungkin minus. Lalu kemudian tahun ini mengalami deflasi, bukan inflasi," ujar Sarman.

"Artinya kalau pakai perhitungan PP Nomor 78 Tahun 2015, maka tidak perlu ada kenaikan UMP dan UMK," imbuh Sarman yang juga menjabat Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta ini.
Sebelumnya, pemerintah lewat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mempertimbangkan usulan agar upah minimum provinsi (UMP) 2021 sama seperti tahun 2020. Hal ini sesuai dengan keputusan Dewan Pengupahan Nasional.
Menaker pertimbangkan upah minimum tak naik
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah, mengungkapkan masukan besaran UMP tahun depan tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi dan kemampuan pengusaha dalam membayar upah pekerjanya di masa pandemi.
"Karena kalau kita paksakan mengikuti PP 78 atau mengikuti UU baru ini pasti akan banyak sekali perusahaan-perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum provinsi," kata Ida dikutip dari Kontan.
Meski begitu, Ida memastikan pihaknya akan memberikan perkembangan terbaru dan tetap mendengarkan masukan dari Dewan Pengupahan Nasional.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan kalau penetapan UMP tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.