Breaking News:

Pengamat Duga Ada 2 Kelompok Tunggangi Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja: 'Ada yang Memanfaatkan'

Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono menilai ada dua kelompok yang mencoba memanfaatkan aksi demo buruh tolak UU Cipta Kerja.

Editor: Dhimas Yanuar
Warta Kota/Henry Lopulalan
Ilustrasi demo tolak UU Cipta Kerja di Jakarta, Selasa 13 Oktober 2020. 

TRIBUNSTYLE.COM, JAKARTA - Polemik tentang omnibus law khususnya klaster RUU Cipta Kerja sejak diwacanakan hingga pembahasan dan disahkan dalam Paripurna masih menyisakan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang Cipta Kerja bahkan memicu aksi demo di sejumlah daerah.

Meski, Karyono menyebut bahwa fenomena ketidakpuasan yang diekspresikan dalam bentuk aksi unjuk rasa merupakan hal lumrah.

"Aksi demonstrasi dalam pembahasan sebuah RUU seperti halnya RUU Cipta Kerja ini adalah hal biasa sebagaimana sering terjadi dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang lain," kata Karyono melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (13/10/2020).

Lebih lanjut, Karyono mengatakan, dalam pembahasan RUU acapkali menimbulkan konflik dari para pihak yang berkepentingan.

Baca juga: Siapa Sosok Anak Sultan Ikut Demo UU Cipta Kerja? Simak Daftar Harga Outfitnya yang Fantastis!

Baca juga: POTRET Anak Sultan Ikut Demo Tentang UU Cipta Kerja, Outfit Seharga Jutaan Rupiah

Ketidakpuasan kalangan buruh tidak hanya diekspresikan pada pembahasan RUU Cipta Kerja.

Ketidakpuasan yang berujung pada aksi demo, sebelumnya juga terjadi dalam pembahasan RUU maupun kebijakan dalam pelbagai regulasi yang menyangkut nasib kaum buruh.

"Tentu saja, organisasi serikat buruh berkepentingan untuk memperjuangkan hak -hak buruh," ucapnya.

Sementara, pemerintah bersama DPR sebagai regulator memiliki kepentingan untuk membuat aturan yang diselaraskan dengan program pembangunan nasional seperti meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja.

Dalam fungsinya sebagai regulator dan fasilitator, maka pemerintah perlu menjaga kesimbangan antara meningkatkan investasi dengan kesejahteraan buruh atau pekerja.

 

Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). Mereka menuntut pengesahan UU Cipta Kerja itu yang tidak mengakomodir usulan dari mitra perusahaan untuk membuat perjanjian bersama (SP/SB) dalam pertemuan tim tripartit. Selain itu, KSBSi juga mendesak soal kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan dan besaran pesangon diturunkan. Tribunnews/Jeprima
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2020). Mereka menuntut pengesahan UU Cipta Kerja itu yang tidak mengakomodir usulan dari mitra perusahaan untuk membuat perjanjian bersama (SP/SB) dalam pertemuan tim tripartit. Selain itu, KSBSi juga mendesak soal kontrak kerja tanpa batas, outsourcing diperluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan dan besaran pesangon diturunkan. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Baca juga: POPULER Pangdam Jaya Kaget Periksa Ponsel Penyusup Demo Tolak UU Cipta Kerja: Dijanjikan Dapat Uang

Baca juga: Kisah Kocak Demonstran Tak Berani Pulang Setelah Aksi Tolak UU Cipta Kerja gegara Botol Minum Hilang

Peran pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan pengusaha membutuhkan kepastian hukum demi terciptanya iklim usaha yang kondusif dan sustainable.

Konteks inilah yang membutuhkan kesepahaman oleh para pemangku kepentingan (stakeholder).

"Terjadinya aksi unjuk rasa karena belum ada kesepahaman di antara para stakeholder. Aksi demo yang dilakukan sejumlah elemen buruh karena pihak buruh merasa beleid tersebut belum memenuhi sekurang-kurangnya ada 7 poin yang menjadi keberatan, yaitu soal upah minimum yang penuh persyaratan, pesangon, kontrak kerja, outsourcing, kompensasi, waktu kerja, dan soal upah cuti," papar Karyono.

Sementara pihak pemerintah menilai beleid tersebut sudah mengakomodir hak-hak buruh.

"Inilah yang perlu diperjelas agar terjadi kesepahaman," imbuhnya.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews.com
Tags:
UU Cipta Kerjademo tolak UU Cipta Kerjaviral demo anarkis tolak UU Cipta Kerja
Berita Terkait
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved