Muhammadiyah Resmi Tetapkan Idul Adha pada Tanggal 31 Juli 2020, Imbau Salat Idul Adha di Rumah
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan Hari Raya Idul Adha pada 31 Juli 2020 berdasarkan hasil hisab Zulhijah 1441 H.
Editor: Dhimas Yanuar
“Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum.” (HR. Muslim no. 1141)
Hari tasyrik adalah tiga hari setelah Idul Adha (hari nahr). (Lihat Al Iqna’, 1: 412).
Ibnu ‘Umar, ‘Aisyah, Al Auza’i, Malik, Ahmad dan Ishaq dalam salah satu pendapatnya bersikap akan bolehnya puasa bagi jamaah haji yang melakukan haji tamattu’ -saat tidak memiliki hewan hadyu untuk diqurbankan-. Begitu pula pendapat Imam Syafi’i yang qadim (yang lama) membolehkannya. Demikian disebutkan dalam Al Majmu’, 6: 314.
Di halaman sebelumnya, Imam Nawawi rahimahullah menuturkan, “Pendapat yang terkuat menurut ulama Syafi’iyah bahwa yang jadi pegangan adalah pendapat Imam Syafi’i yang jadid (yang baru) yaitu tidak boleh berpuasa pada hari tasyrik baik untuk jamaah haji yang menjalankan manasik tamattu’ atau selain mereka.
Namun pendapat yang kuat bahwa puasa bagi jamaah haji yang menjalankan tamattu’ dibolehkan dan dikatakan sah.
Karena ada hadits yang meringankan puasa seperti ini. Itulah pendapat yang didukung oleh hadits yang lebih tegas dan tak perlu berpaling pada selain pendapat ini.” (Al Majmu’, 6: 313).
Abu Bakr bin Muhammad Al Hishni berkata, “Sebagaimana diharamkan berpuasa pada hari Idul Fithri dan Idul Adha, diharamkan pula berpuasa pada hari tasyrik yaitu tiga hari setelah Idul Adha (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Inilah pendapat jadid atau terbaru (dari Imam Syafi’i saat di Mesir). Inilah yang lebih tepat.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa pada hari tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad shahih. Dalam shahih Muslim disebutkan, “Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum.”
Sedangkan menurut pendapat Imam Syafi’i yang qadim (saat di Irak), dibolehkan puasa pada hari tasyrik bagi jamaah haji yang mengambil manasik tamatu’ yang tidak memiliki hadyu.
Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,
فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ
“(Tetapi jika ia tidak menemukan binatang hadyu atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji.” (QS. Al Baqarah: 196).
Dalam Shahih Bukhari disebutkdan dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhum, keduanya berkata, “Tidak diberi keringanan di hari tasyrik untuk berpuasa kecuali jika tidak memiliki hadyu.” Imam Nawawi memilih pendapat Imam Syafi’i yang qadim ini. Sebelumnya, Ibnu Shalah telah mendukung pendapat tersebut pula.
Namun menurut pendapat ulama madzhab Syafi’i, berpuasa pada hari tasyrik tidak dibolehkan. Akan tetapi, jika kita memilih pendapat yang qadim, apakah dibolehkan bagi selain jamaah haji mutamatti’ untuk berpuasa? Ini ada dua pendapat. Yang benar, haram untuk berpuasa. Wallahu a’lam. (Kifayatul Akhyar, hal. 253).
Apa yang dijelaskan terakhir dari penulis Kifayatul Akhyar menunjukkan bahwa tidak boleh berpuasa di hari tasyrik selain jamaah haji yang mengambil haji tamattu’. Berarti yang berpuasa Senin Kamis juga tidak boleh melakukan puasa pada hari tasyrik. Termasuk pula di dalamnya untuk puasa Daud. Siapa yang berpuasa sunnah pada hari tasyrik berarti kudu dibatalkan saat ini juga.
Sumber: https://rumaysho.com/8995-hukum-puasa-senin-kamis-hari-tasyrik.html
