Virus Corona
FATAL Pasien Virus Corona yang Diobati Chloroquine Lebih Banyak Meninggal Daripada Perawatan Standar
Menurut sebuah studi di Amerika Serikat pasien virus corona yang diobati dengan Chloroquine lebih banyak yang meninggal daripada perawatan standar.
Penulis: Dhimas Yanuar Nur Rochmat
Editor: Triroessita Intan Pertiwi
Sementara itu, panel para ahli dari NIH juga mengeluarkan rekomendasi bahwa penggunaan hydroxychloroquine / Chloroquine tidak direkomendasi dicampur dengan antibiotik dengan alasan kekhawatiran akan toksisitas.

Para peneliti menganalisis catatan medis dari 368 veteran pria yang dirawat di rumah sakit dengan infeksi coronavirus yang dikonfirmasi di pusat medis Administrasi Kesehatan Veteran yang meninggal atau dipulangkan pada 11 April.
Sekitar 22 persen pasien tersebut juga mendapatkan obat azithromycin, tetapi perbedaan antara kelompok itu dan perawatan biasa tidak dianggap cukup besar untuk menyingkirkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup.
Para peneliti juga mengatakan tidak ada efek samping lain, tetapi mencatat ada petunjuk bahwa hydroxychloroquine mungkin telah merusak organ lain.
Obat ini telah lama diketahui memiliki potensi efek samping yang serius, termasuk detak jantung berdebar kencang hingga menyebabkan kematian mendadak.
Awal bulan ini, para ilmuwan di Brazil menghentikan sebagian dari penelitian yang menguji Chloroquine.
• Virus Corona & Lubang Besar Pada Lapisan Ozon di Kutub Menjadi Penghias Peringatan Hari Bumi Ke 50
• Presiden Joko Widodo Siapkan Avigan dan Chloroquine Sebagai Senjata untuk Lawan Virus Corona

Kata ahli
" 'Saya pikir kita semua agak kurang yakin' pada apa yang terlihat di antara beberapa pasien di sana yang telah meminum (Chloroquin)," kata Dr Nasia Safdar, direktur medis pengendalian infeksi dan pencegahan di University of Wisconsin, lansir dari Dailymail.
Pasien bertanya tentang obat itu setelah Donald Trump mulai mempromosikan penggunaannya.
"Tetapi sekarang saya berpikir bahwa orang telah menyadari, kita tidak tahu apakah itu berfungsi atau tidak dan perlu penelitian lebih lanjut," kata Safdar.
• KABAR BAIK - Meski Belum Ada Vaksin & Obat, Persentase Kesembuhan Virus Corona Lebih Dari Separuh
• Hari Bumi, 5 Selebriti Ini Beri Pesan di Tengah Pandemi Corona yang Melanda Dunia
Selain Chloroquine ada Remdesivir
Akhir-akhir ini, hydroxychloroquine dan remdesivir, obat yang awalnya dikembangkan untuk mengobati Ebola, telah ditarik ke garis depan untuk menangani pasien virus corona.
Remdesivir dianggap membantu memblokir kemampuan virus untuk mereplikasi diri.
Sementara hydroxychloroquine disebut masih diuji dan disebut mampu untuk membendung peradangan yang mengancam nyawa dengan 'badai sitokin.'
Badai sitokin sendiri dianggap sebagai penyebab sebagian besar kematian paisen terinfeksi virus corona.