Virus Corona
Jenazah Perawat Positif Corona Ditolak Warga, Viral Tenaga Medis Kompak Kenakan Pita Hitam di Lengan
Geram dengan aksi warga tolak jenazah perawat positif corona, tenaga medis di Jawa Tengah lakukan aksi solidaritas pakai pita hitam di lengan
Editor: Monalisa
TRIBUNSTYLE.COM - Jenazah perawat yang positif corona ditolak warga, tenaga medis di Jawa Tengah geram dan unjuk aksi solidaritas dengan memakai pita hitam.
Seorang perawat berusia 38 tahun yang bekerja di RSUP Kariadi Semarang meninggal dunia.
Perawat tersebut sebelumnya dinyatakan positif corona ( Covid-19).
Pemakaman perawat itu sempat ditolak oleh warga Sewakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang hingga akhirnya dipindahkan.
Perawat 38 tahun itu sebelumya diketahui bertugas di Ruang Gayatri.
Ruangan itu merupakan ruangan khusus merawat pasien lanjut usia di RSUP Kariadi.
• UPDATE Corona Dunia 11 April 2020: Perancis & UK Naik Peringkat, Sehari 8 Ribu Kasus Baru di UK
• Kisah Baby Sitter PDP Corona, Sebelum Meninggal Sempat Muntah Darah, Kini Impian Pernikahan Pupus

Perawat tersebut kemudian mengalami sakit dan dinyatakan positif corona.
Sebelum meninggal dunia, perawat itu sempat menjalani perawatan isolasi di RSUP Kariadi, Semarang.
Terkait meninggalnya petugas medis, Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jateng Edy Wuryanto berpesan, tenaga medis harus meningkatkan kewaspadaannya.
Sebab seluruh petugas medis merupakan garda terdepan dalam menangani kesehatan pasien, sehingga rentan terpapar corona.
"Mereka harus meningkatkan kewaspadaannya saat bertugas menangani pasien. Tidak hanya di ruang isolasi, UGD atau ICU namun pada saat merawat pasien di semua unit," kata dia.
Lihat Foto, Ilustrasi rapid test virus corona
Menyusul meninggalnya perawat tersebut, keluarga termasuk suami yang pernah berkontak dengan perawat itu akan menjalani rapid test.
Rapid test juga akan dilakukan pada rekan yang pernah berkontak dengan almarhumah.
"Selain itu, bagi semua karyawan RSUP Kariadi yang pernah berinteraksi dengan almarhumah juga perlu rapid test karena untuk menjaga keselamatan dalam pelayanan pasien," kata dia.
• GARA-GARA Corona, Ramadan 2020 Ini Banyak Berubah, Tiada Lagi Shalat Tarawih, Bukber, Hingga Itikaf
Edy juga meminta seluruh tim medis yang bertugas menggunakan APD.
"Ini berlaku tidak hanya bagi tim medis penanganan Covid-19 saja namun apapun penanganan medisnya tetap harus menggunakan masker saat merawat.
Karena sekarang kita tidak tahu siapa saja pasien yang bisa jadi carrier, ODP, PDP ataupun yang positif corona sekalipun," ujar dia.
Lihat Foto, Ilustrasi makam.
Usai dinyatakan meninggal dunia, sedianya perawat RSUP Kariadi tersebut akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sewakul, Ungaran Timur.
Meski liang lahat telah digali, rupanya sebagian warga menolak.
"Entah dari mana, tiba-tiba ada penolakan oleh sekelompok masyarakat.
Padahal informasi awalnya dari RT setempat sudah tidak ada masalah," kata Humas Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 Kabupaten Semarang Alexander Gunawan.
Ilustrasi pemakaman/ Kompas.com
Sekretaris Daerah Kabupaten Semarang Gunawan Wibisiono menjelaskan, tempat pemakaman terpaksa dipindah lantaran adanya penolakan.
"Oleh keluarga kemudian dimakamkan di Bergota makam keluarga RS Kariadi Semarang, karena beliau bertugas di sana," ujar dia.
Ia menyayangkan adanya penolakan dari masyarakat.
"Sebenarnya secara medis proses pemulasaraan dan pemakaman jenazah sudah aman karena dilakukan oleh petugas khusus, jadi masyarakat tidak perlu khawatir yg berlebihan," ungkapnya.
Penolak pemakaman perawat terpapar Covid-19 menyampaikan permintaan maaf.
Purbo yang merupakan ketua RT 6 Dusun Sewakul, Kelurahan Bndarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang meminta maaf di hadapan Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah Edy Wuryanto.
Purbo mengaku, dirinya sebenarnya mengalami dilema saat penolakan terjadi.
"Sungguh saya juga menangis dengan kejadian tersebut.
• 150 Anggota Kerajaan Dilaporkan Positif Virus Corona, Raja Salman Mengasingkan Diri ke Laut Merah
Apalagi istri saya juga perawat, tapi saya harus meneruskan aspirasi warga," kata dia.
Purbo mengatakan dirinya tak mungkin mengabaikan aspirasi warganya.
Penolakan pemakaman di TPU Sewakul itu, kata dia, adalah aspirasi masyarakat yang berada di sekitar lokasi termasuk beberapa ketua RT lainnya.
"Mereka mengatakan, Pak jangan di sini, jangan dimakamkan di Sewakul," ujar Purbo menirukan keluhan warganya.
Warga yang terus mendesak membuatnya meneruskan aspirasi itu ke petugas pemakaman.

Aksi ini pun diunggah di sejumlah media sosial.
Mereka juga mengungkapkan rasa kepedihan.
Lantaran sebagai tenaga medis yang bertugas di garda terdepan, seharusnya penolakan pemakaman tidak terjadi.
Ketua Bidang Sistem Informasi dan Komunikasi Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( DPP PPNI) Rohman Azzam membenarkan aksi solidaritas itu.
“Pita hitam adalah sikap solidaritas yang menunjukkan duka mendalam atas wafatnya sejawat kami, perawat RSUP dr. Kariadi Semarang khususnya, yang diperlakukan secara berlebihan oleh oknum masyarakat dengan menolak pemakamannya di lokasi pemakaman umum,” ujar dia.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Dian Ade Permana, Riska Farasonalia, Nur Rohmi Aida | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief, Khairina, Rizal Setyo Nugroho)
Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul Pita Hitam untuk Perawat Positif Corona di Semarang yang Jenazahnya Ditolak Warga..