Vitus Corona
Hampir Sebulan Bekukan Dagangan, Penjual Daging Satwa Liar di Wuhan China Berniat Jualan Kembali
Meski korban meninggal akibat virus corona sudah mencapai 1.700 orang . Pedagang daging satwa liardi Wuhan, China berniat untuk berjualan lagi.
Editor: Monalisa
Selain itu, pemilik toko satwa liar itu juga membunuh burung puyuh hasil ternaknya.
Demikan dikarenakan telur puyuh tidak lagi diminati oleh supermarket dan daging mereka tidak dapat dibekukan.
Sementara itu, Xiang Chengchuan, pemilik toko grosiran satwa liar di Provinsi Anhui juga mengatakan, dia bermaksud menjual produknya begitu larangan dicabut.
Meski dia tidak yakin berapa lama itu akan berlangsung.
Dia menambahkan, dia telah membekukan stok tanduk rusa, anjing, keledai dan daging merak, yang biasanya dijual kepada pelanggan.

Produk satwa liar menjadi budaya
Masih dari mothership.sg, jurnal penelitian Nature menyatakan, larangan total di China mengakibatkan terjadinya perdagangan ilegal yang tidak terkendali dan menguntungkan karena permintaan produk-produk satwa liar menjadi budaya.
Sebagian karena konsumsi daging buruan dianggap sebagai simbol kesehatan dan kekayaan.
Terlebih lagi, perdagangan semacam itu juga akan ditopang oleh pendapatan dan status sosial dari kelas menengah yang tumbuh di negara itu.
Japan Times lebih lanjut melaporkan, dukungan pemerintah China untuk industri obat-obatan tradisional telah mendorong perdagangan satwa liar, karena penggunaannya baik dari produk hewan peliharaan maupun hewan liar.
Dinilai sekitar 60 miliar dolar AS, industri telah melihat contoh-contoh seperti izin penerimaan farmasi China untuk skala sekitar 73.000 trenggiling pada 2016 sebagai bahan obat.
Sementara permintaan untuk konsumsi satwa liar telah jatuh ke minoritas di negara itu, masih mewakili puluhan juta konsumen daging satwa liar di negara ini.
National Geographic juga menyoroti, pemerintah Cina telah menyetujui penjualan dan pengembangbiakan 54 spesies liar di pertanian untuk dikonsumsi.
Spesies-spesies ini termasuk bulu, burung unta, hamster, penyu, dan buaya siam.
Namun, Japan Times menyatakan, perubahan itu mungkin, dan menunjuk pada keberhasilan pengurangan permintaan sup sirip hiu melalui kampanye yang dipimpin oleh selebriti.