Breaking News:

Status Gunung Slamet Naik, Normal ke Waspada, Warga & Wisatawan Dihimbau Tidak Berada di Radius 2 Km

Status Gunung Slamet naik dari normal menjadi waspada, warga dan wisatawan dihimbau menjauh dan tidak berada di radius 2 km.

Penulis: Yuliana Kusuma Dewi
Editor: Mohammad Rifan Aditya
KOMPAS.com/Ari Himawan Sarono
Ilustrasi: Gunung Slamet meletus mengeluarkan asap hitam bercampur uap air pada Kamis (13/33/2014) sekitar pukul 07.00 WIB 

Status Gunung Slamet naik dari normal menjadi waspada, warga dan wisatawan dihimbau menjauh dan tidak berada di radius 2 km.

TRIBUNSTYLE.COM- Aktivitas Gunung Slamet di Kabupaten Pemalang, Banyumas, Brebes, Tegal dan Purbalingga naik dari status normal (level 1) menjadi waspada (level 2), Jumat (9/8/2019).

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG menghimbau kepada warga ataupun wisatawan tidak beraktivitas dalam radius 2 km dari kawah puncak Gunung Slamet.

Kepala PVMBG, Kasbani menyebutkan dapat terjadi potensi muntahan lava pijar dan material yang mendadak tanpa ada tanda-tanda signifikan sebelumnya.

"Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi magmatik menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak di dalam radius 2 km, atau erupsi freatik dan hujan abu di sekitar kawah berpotensi terjadi tanpa ada gejala vulkanik yang jelas," ujar Kasbani Jumat (9/8/2019)dilansir TribunStyle dari Tribunnews.

Gunung Slamet merupakan Gunung Tertinggi di Jawa Tengah (3.428 mdpl) dan terbesar di Pulau Jawa. Gunung Slamet berada di lima kabupaten (Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes).
Gunung Slamet merupakan Gunung Tertinggi di Jawa Tengah (3.428 mdpl) dan terbesar di Pulau Jawa. Gunung Slamet berada di lima kabupaten (Banyumas, Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes). (Kompas.com/istimewa)

Viral Perjuangan Anak Pembantu Lulus S2 Skotlandia, Sempat Tinggal di Bekas Kandang Kambing

Heboh Bayi Laki-laki di Bangladesh yang Terlahir dengan Wajah Aneh, Ayah Ibunya Menjuluki Bayi Ajaib

Ponsel Ilegal Siap Diblokir Oleh Pemerintah Lewat IMEI, Ini 4 Perbedaan Ponsel BM dan Resmi

Pemantauan dari Pos PGA Gunung Slamet di Desa Gambuhan, Pulosari, Pemalang yang berjarak 8,5 km utara dari puncak mencatat peningkatan aktivitas Gunung Slamet.

Peningkatan aktivitas terjadi secara kegempaan dan deformasi dengan cukup signifikan.

Peningkatan aktivitas terlihat dari asap kawah putih intensitas tipis hingga tebal dengan ketinggian 300 meter dari atas puncak.

Selain itu rekaman kegempaan periode Juni hingga 8 Agustus 2019 tercatat 51.511 kali gempa hembusan, 5 kali gempa tektonik lokal dan 17 kali gempa tektonik jauh.

Selain itu pada akhir Juli 2019 juga terekan getaran tremor dengan amplitudo maksimum 0,5-2mm.

"Getaran Tremor ini masih terjadi hingga saat pelaporan. Energi kegempaan terdeteksi meningkat,secara gradual, " ujar Kasbani dilansir TribunStyle dari Tribunnews.

Gunung Slamet terlihat dari Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Gunung Slamet terlihat dari Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. ((Fadlan Mukhtar Zain))

Serta terjadi peningkatan suhu mata air panas di tiga lokasi sekitar Gunung Slamet.

"Pengukuran suhu mata air panas pada tiga lokasi juga menunjukkan nilai 44,8 hingga 50,8 derajat Celsius. Nilai ini pada pengamatan jangka panjang berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan naik dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya," ujar Kasbani dilansir TribunStyle dari Tribunnews.

Sampai saat ini status Gunung Slamet masih dalam tingkat waspada belum naik ke awas.

"Ada potensi untuk terjadi erupsi. Namun acamannya hanya dalam radius 2 km dari kawah aktif. Belum sampai awas, masih waspada," ujar Kasbani dilansir TribunStyle dari Tribunnews.

Meski terjadi kenaikan status aktivitas, belum ada gejala terjadi erupsi Gunung Slamet.

"Namun secara visual belum teramati adanya gejala erupsi. Potensi erupsi dapat terjadi sewaktu-waktu," kata Kasbani dilansir TribunStyle dari Tribunnews. (TribunStyle.com/Yuliana Kusuma)

Gunung Tangkuban Parahu dan legenda Sangkuriang
Gunung Tangkuban Parahu dan legenda Sangkuriang (Lakshmi Sharath)

Tangkuban Parahu Erupsi, Legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbing Jadi Viral, Ahli Vulkanologi Bicara

Setelah Gunung Tangkuban Parahu erupsi pada Jumat sore 26 Juli 2019, legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbing kembali jadi obrolan hangat. Antara mitos, legenda, jangan lupa menyimak sisi ilmiah penjelasan ahli vulkanologi, Surono. 

Agar Gunung Tangkuban Parahu bisa dipotret utuh dari mitos dan faktaa-faktanya....

"Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 38 milimeter dan durasi lebih kurang 5 menit 30 detik," jelas Kasbani, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dalam siaran persnya terkait erupsi Gunung Tangkuban Parahu, Jumat (26/7/2019) pukul 15.48 WIB.

Gunung Tangkuban Parahu adalah salah satu obyek wisata di Jawa Barat yang terletak di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Ketinggian Gunung Tangkuban Parahu sekitar 2.084 meter dari permukaan laut.

Gunung ini memiliki kawah aktif dan total ada 9 kawah di kawasan Gunung Tangkuban Parahu.

 Update Terbaru Erupsi Tangkuban Parahu, Data Korban, Kerusakan, Peringatan BNPB, BVMBG, BPBD Bandung

 Gunung Tangkuban Parahu Jawa Barat Erupsi, Netter Unggah Video Penduduk Berlarian Selamatkan Diri

 Tangkuban Parahu Alami Erupsi, Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil Beri Pesan untuk Warga Lokal & Netter

Asap membubung tinggi saat erupsi Gunung Tangkuban Parahu Jumat sore 26 Juli 2019
Asap membubung tinggi saat erupsi Gunung Tangkuban Parahu Jumat sore 26 Juli 2019 (@infobandungbarat)

Dikutip dari laman Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu, dijelakan bahwa dalam sejarah geologi, Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa dari gunung purba di Indonesia.

Ahli geologi juga menjelaskan bahwa kawasan Tangkuban Parahu di dataran tinggi adalah sisa dari sebuah danau besar yang terbentuk dari pembendungan Cingai Citarum dan selalu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang.

Masih dikutip dari laman Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu, geografiwan sekaligus pengamat dan pecinta lingkungan, T. Bachtiar menjelaskan gunung tersebut terlihat bentuknya seperti perahu terbalik karena ada dua kawah yang berdampingan antara arah barat dan timur.

Artinya, gunung tersebut hanya terlihat seperti perahu terbalik dari arah selatan (Lembang) saja.

"Karena ada dua kawah yang berdampingan dengan arah barat dan timur. Jadi, terlihat gunung itu dari arah selatan seperti perahu terbalik.

Itu sebabnya mengapa Gunung Tangkuban Parahu, bentuknya terlihat seperti perahu yang terbalik. Jadi hanya orang yang melihat dari arah selatan yang melihat gunung itu seperti perahu yang terbalik,” kata Bachtiar di Bandung, Rabu (11/12/2013).

Bachtiar juga menjelaskan jika dilihat dari arah timur, barat dan utara, gunung tersebut sama sekali tidak terlihat seperti perahu terbalik, melainkan gunung biasa saja.

“Dilihat dari arah barat, engga kayak perahu terbalik, dilihat dari arah timur engga kayak perahu juga dan apalagi jika dilihat dari arah utara, sama sekali tidak berbentuk perahu terbalik,” jelasnya.

Legenda Dayang Sumbi dan Sangkuriang

Petugas BPBD Kabupaten Bandung Barat melakukan pengamatan di Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/7/2019).
Petugas BPBD Kabupaten Bandung Barat melakukan pengamatan di Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/7/2019). ((ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp))

Kisah Dayang Sumbi dan Sangkuriang tidak bisa lepas dari legenda Tangkuban Parahu.

Dikisahkan, Sangkurian adalah anak dari Dayang Sumbi yang terpisah sekian lama. Saat bertemu, Sangkuriang jatuh cinta pada ibunya sendiri.

Mengetahui jika pemuda yang jatuh cinta adalah anak kandungnya, Dayang Sumbi menolaknya.

Ia kemudian mengajukan syarat yang harus dikerjakan Sangkuriang, yakni, membuat perahu dalam waktu satu malam.

Jika perahu itu selesai dalam satu malam, Sangkuriang diperbolehkan Dayang Sumbi untuk menikahinya.

Sangkuriang menyanggupinya. Dia meminta bantuan jin untuk membantunya.

Dayang Sumbi pun tak tinggal diam. Ia tidak mau dinikahi oleh anaknya sendiri.

Dayang Sumbi pun memanjatkan doa kepada Yang Kuasa selama Sangkuriang membuat perahu, agar pekerjaan membuat perahu tidak selesai.

Berkat doa Dayang Sumbi, akhirnya perjalanan malam berlangsung sangat cepat dan akhirnya terbitlah fajar dan Sangkurian gagal menyelesaikan pekerjaannya yang tunggal sedikit.

Sangkuriang membuat perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul atau pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul.

Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang.

Saat Sangkuriang marah bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebol, sambut aliran Sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang.

Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang sudah dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah warna menjadi Gunung Tangkuban Parahu.

Baca juga: Gunung Tangkuban Parahu Erupsi, Ada Dampaknya pada Penerbangan di Bandara Husein Sastranegara?

Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di Gunung Putri dan berubah menjadi setangkai bunga Jaksi.

Sangkuriang terus berlari, setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung Berung, ia menghilang ke alam gaib

Perahu yang ditendang hingga terbang melayang itu terjatuh terbalik dimitoskan menjadi Gunung Tangkuban Parahu.

Bachtiar mengatakan bahwa legenda itu diciptakan oleh orang selatan karena hanya dari wilayah selatan (lembang), Gunung Tangkuban Parahu terlihat seperti perahu yang terbalik.

“Jadi yang menciptakan legenda itu (Tangkuban Parahu), ya, pasti orang selatan,” pungkasnya.

Catatan dari ahli...

Kepulan asap keluar dari Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/7/2019). Berdasarkan hasil rekaman seismograf pos pengamatan PVMBG Tangkuban Parahu mencatat, pada 21 Juli 2019 terpantau terjadi 425 kali gempa hembusan Gunung Tangkuban Parahu serta kegempaan tremor harmonik berjumlah dua kali dengan amplitudo 1.5-2 mm serta durasi 44-45 detik. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/pd.
Kepulan asap keluar dari Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (23/7/2019). Berdasarkan hasil rekaman seismograf pos pengamatan PVMBG Tangkuban Parahu mencatat, pada 21 Juli 2019 terpantau terjadi 425 kali gempa hembusan Gunung Tangkuban Parahu serta kegempaan tremor harmonik berjumlah dua kali dengan amplitudo 1.5-2 mm serta durasi 44-45 detik. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/pd.(ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI)

Gunung Tangkuban Parahu erupsi pada Jumat (26/07/2019). Letusan gunung yang terletak di Jawa Barat itu terjadi pukul 15.48 WIB.

Dikutip dari Kompas.com, Jumat (26/7/2019), erupsi Jumat sore itu seolah terjadi tiba-tiba sehingga mengagetkan masyarakat. Meski begitu ahli vulkanologi Surono mencatat sejumlah hal lain.

"Alam itu setiap akan ada kejadian, ada tanda-tandanya," ungkap Surono melalui sambungan telepon.

"Banyak hal tanda-tanda alam yang dapat diamati, termasuk juga kalau akan ada letusan gunung api. Masyarakat bilang hewan akan turun dari puncak, kan itu semua tanda-tanda," imbuhnya.

Menurutnya, tanda-tanda inilah yang membuat gunung api dipantau.

Badan yang bertanggung jawab atas gunung api akan memantau dan mengamati bagaimana perilaku gunung agar bisa menentukan aktivitas yang terjadi.

"Terakhir saya tangani 2013. Itu nggak normal juga," ujar Surono.

"Walaupun, saya sering tidak akur dengan pengelola wisata di situ. Tapi bagi saya tidak masalah, (karena) lebih baik kita sedia payung saat langit terlihat mendung," tambahnya menganalogikan keadaan Tangkuban Parahu.

Baginya, tanda-tanda letusan gunung itu seperti awan yang terlihat mendung.

Dia mengingatkan agar masyarakat untuk selalu menyiapkan mitigasi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Bukan perkara letusannya yang dikhawatirkan Surono akan membahayakan para wisatawan, melainkan kepanikan orang saat erupsi itu sendiri.

"Andai ada letusan lalu terjadi kepanikan, orang bisa celaka bukan karena letusan gunung apinya tapi karena kepanikan itu sendiri," ujar Surono.

"Sekarang orang lari tidak pakai kaki lagi, tapi mesin. Entah itu motor, mobil, dan sebagainya," tambahnya.

Kepanikan dapat meicu orang ingin segera turun menggunakan moda tercepat.

Ketika itu terjadi, hal paling buruk adalah masalah kecelakaan. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran Surono terhadap erupsi mendadak Tangkuban Parahu.

"Sekarang yang bisa dipertanyakan, berapa jumlah pengelola wisata dan berapa jumlah pengunjung yang diperbolehkan," kata Surono.

"Jadi, ini rasio jumlah pengunjung atau wisatawan yang harus diperhitungkan dengan letusan yang tiba-tiba seperti hari ini," tegasnya.

Sementara itu PT Graha Rani Putra Persada selaku pengelola Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Parahu akan tetap membuka kunjungan untuk wisatawan di akhir pekan besok meski gunung tersebut meletus.

“Besok dilihat kalau situasi normal kita buka,” kata Putra Kaban, direktur Utama PT GRPP saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/7/2019).

Lebih lanjut Putra Kaban menegaskan, tidak ada satu pun instansi yang bisa melarang pihaknya membuka loket kunjungan untuk wisatawan mancanegara maupun lokal.

“Enggak ada cerita, yang menentukan saya. Kalau normal ya, kita buka,” tuturnya.

Putra Kaban menjelaskan, sejak tahun 2012 lalu pihaknya dan PVMBG telah membuat kesepakatan. Salah satu kesepakatannya adalah PT Graha Rani Putra Persada hanya mengikuti rekomendasi PVMBG.

Sementara PT GRPP tetap memiliki kuasa untuk membuka atau menutup kunjungan Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu.

“Mereka (PVMBG) hanya merekomendasikan, yang penting pengunjung tidak ke Kawah Ratu dan Kawah Upas karena selama ini memang tidak pernah diperbolehkan ke sana,” tuturnya.

Kalau pun loket kunjungan dibuka, lanjutnya, wisatawan masih bisa menikmati pesona alam TWA Tangkuban Parahu tanpa harus ke kawah utama.

“Di Jayagiri juga masih bisa, aman, di sana banyak hiburannya. Tapi kita lihat besok,” tandasnya.

Taman Wisata Alam Tangkuban Parahu dalam rilisnya mencatat Gunung Api Tangkuban Parahu yang terbentuk dari letusan Gunung Sunda, memulai letusan pertamanya pada tahun 1829.

Sementara pada tahun 1846 terjadi terupsi peningkatan kegiatan kawah dan tahun 1896 terbentuk fumarol baru di sebelah utara Kawah Badak.

Erupsi beberapa kali terjadi di Gunung Tankuban Parahu dan tercatat pada tahun 1983 awan abu membumbung setinggi 159 meter di atas Kawah ratu. Erupsi juga smepat terjadi pada tahun 2013 lalu.

Terakhir, PVMBG mencatat erupsi Gunung Tangkuban Parahu terjadi pada Jumat (26/7/2019) pukul 15.48 WIB. SUMBER : KOMPAS.com ( Putra Prima Perdana, Resa Eka Ayu Sartika)

Sumber: https://regional.kompas.com/read/2019/07/27/10015691/tangkuban-parahu-legenda-sangkuriang-dan-dayang-sumbi-di-gunung-purba?page=all 

Yuk follow akun Facebook dan channel YouTube TribunStyle berikut:

Sumber: TribunStyle.com
Tags:
Gunung SlametGunung Slamet status waspadaBanyumasPemalangBrebesTegalPurbalinggaPVMBGPusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologigunung api aktif di Indonesia
Berita Terkait
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved