Sudah 13 Tahun Berlalu, Begini Nasib Kawasan Terdampak Semburan Lumpur Lapindo di Sidoarjo
Sudah 13 tahun berlalu, begini nasib kawasan terdampak semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo sekarang.
Penulis: Irsan Yamananda
Editor: Mohammad Rifan Aditya
Dia beranggapan bahwa stigma lumpur sebagai bencana harus dihilangkan secara perlahan-lahan.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memaksimalkan potensi lumpur.
Berdasarkan hasil kajian, Pemkab Sidoarjo sudah menyusun sejumlah konsep seperti mengembangkan areal tersebut menjadi geo wisata.
Untuk mewujudkannya, pemkab membuka lebar pintu investasi.
Kendati demikian, pemkab tetap harus memastikan lokasi tersebut aman terlebih dahulu.
Salah satu caranya adalah dengan menggandeng ahli untuk meneliti kondisi geologi kawasan lumpur.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Jatim, Handoko Teguh Wibowo mengatakan, pihaknya sudah melakukan pengamatan geologi di sembilan peta lumpur, yakni peta geologi, geomorfologi, deformasi, peta satelit, serta peta bubble atau gelembung gas.
Empat peta lain yang diamati yakni peta semburan gas, sebaran lumpur, topologi, dan peta tata ruang.
Handoko mengatakan, kawasan tersebut aman karena sudah tidak ditemukan gelembung gas lagi.
Selain itu, semburan lumpur yang awalnya mencapai 150 meter kubik kini turun drastis menjadi 20-30 ribu meter kubik.
"Lokasi kawasan yang dikembangkan jaraknya cukup jauh dari pusat semburan."
"Jaraknya 1,5 km hingga 3 km. Diantaranya di desa Juwet Kenongo, Kludan, Wunut, dan Kebonagung," ungkap Handoko.
Pihaknya pun mengusulkan pembagian areal menjadi Zona I untuk rest area, Zona II sebagai wisata agro, dan Zona III untuk areal komersial.
Korban Lumpur Lapindo Lakukan Tabur Bunga dan Doa Bersama

Sementara itu, para korban lumpur Lapindo telah menggelar doa bersama sekaligus tabur bunga pada awal bulan Ramadhan, Sabtu (4/5/2019) silam.